Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Isi Perut, Otak, dan Perilaku

11 Oktober 2017   16:39 Diperbarui: 11 Oktober 2017   16:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

'Udah 'nulis mengenai serba-serbi "jamuan makan", tetapi kemudian teringat ada satu hal yang belum diulas secara lebih "agak mendetail". :)

Mengenai yang "terlewatkan" itu, tulisannya 'nggak panjang-panjang amat.  Si Amat nanti 'ngamuk kalau dibilang panjang. :D Itu si Amat, belum lagi si Ki Amat. Emangnya pernah denger, kalau Ki Amat itu panjang ? :)

Ini berkaitan dengan makanan (dalam arti sesungguhnya, jangan dibawa kemana-mana dulu). Bicara mengenainya dari sudut pandang budaya tradisional terkait dengan efeknya pada manusia, kita mengenal "kategori makanan". Ada makanan yang dikategorikan "dingin", seperti labu, ketimun, melon. Juga ada yang "panas", seperti daging dari beberapa hewan (kambing, anjing). Tetapi ada pula jenis makanan berkategori "lain". Seperti kangkung, yang "kata orang dulu" ... kalau habis makan bisa menyebabkan 'ngantuk. Terkait pada kategori "lain" ini yang mungkin belum banyak diulas. 

Mungkin telah diketahui secara umum, mengenai "penyakit" bagi orang hidup. Mari mangan, mari ngono ngantuk ("males"). Ini mungkin dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa, namun karena dianggap biasa itu, kita kemudian cenderung mengabaikan.  Bahwa ... bila kita telah mengetahui sedikit/banyak mengenai "perilaku atom dan molekul" yang ada dalam tubuh kita, sedikit banyak kita akan menerka bahwa hal itu "penyakit" itu diakibatkan karena "ruang-ruang kosong" yang ada pada atom/molekul (disebabkan karena elektron-elektron yang ada "berhamburan keluar" saat kita "bekerja" mengeluarkan energi) ... telah "terpenuhi". 

Ini masih pemikiran awal, yah (semata memandang fenomena itu dari sudut pandang bahwa saat bekerja kita membutuhkan dan mengeluarkan energi . :) Kiranya ada banyak hal lain juga yang bisa membuat "ruang-ruang kosong" itu dapat terjadi. Eh, dan jangan pula ditafsirkan mengenai "ruang kosong" yang itu, ya. Itu beda lagi ceritanya.:D

Sebelum bicara lebih jauh, kita juga harus bisa membedakan efek yang terjadi karena "pemenuhan ruang-ruang kosong" dengan efek yang terjadi akibat ada "sesuatu" yang membuat otak kita mengira bahwa "ruang-ruang kosong" itu telah terpenuhi. Yang terakhir itu mungkin ada hubungannya dengan masalah hormon terkait beberapa syaraf yang ada pada diri manusia, dimana ada beberapa pihak yang juga berusaha untuk mempelajarinya untuk terapi mengurangi berat badan.

Jadi, disini kita bicara mengenai "merasa terpenuhi" akibat kuantitas dan kualitas makanan yang diasup, dan bukan "nge-fly" karena obat tertentu, yah. :)

Dalam keadaan "terpenuhi" itu, memang kemudian orang yang berada dalam "state" tersebut ... tampak malas. Bila kita sudah mengetahui akan "keinginan" atom/molekul untuk berada dalam keadaan "penuh", kiranya fenomena itu bukanlah sesuatu hal yang patut diherankan. Alamiah. Wajar. Walau kemudian mungkin ada juga yang kemudian memandangnya dari sisi negatif. Lha, malas ... kok dibiarkan. Katanya.  Dapat dilihat bahwa itu sebatas "pengamatan" dari sudut pandang tertentu, berdasar pada persepsi yang timbul dari seseorang yang berada dalam kondisi tertentu pula.

Fenomena itu bila kita mau memandangnya sebagai sesuatu bentuk yang menyeluruh, sebetulnya dapat "dimanfaatkan" untuk "menata" perilaku dari seorang manusia. Tetapi disini kita kemudian juga harus memahami, akan "keanekaragaman" manusia ... berdasar atom dan molekul yang ada dalam tubuh tiap pribadi. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kelebihan dalam hormon-hormon yang berkaitan dengan masalah reproduksi, tentunya akan berbeda jenis makanan/nutrisi "ideal"  yang harus diasupnya, dibandingkan dengan mereka yang normal atau bahkan kekurangan dalam jenis-jenis hormon tersebut. Atau mungkin hal lain, seperti yang mungkin cukup populer kala ini terkait kolesterol.

Masalah "membandingkan" dalam kategori kasus seperti ini, sifatnya matematis banget. Kita ambil misal angka 10 sebagai pengibaratan ideal, bila ada orang yang punya nilai 1 dan orang lain punya nilai 5 dalam masalah kesehatannya, maka kita dapati faktor pengali atau penambah agar yang bersangkutan sama-sama bisa mencapai kondisi ideal tentunya akan berbeda. Sudah sampai disini, baru kita bisa bicara mengenai kesejahteraan dalam artian "merasa terpenuhi". Kita bicara mengenai "emas", bukan dalam artian kekayaan duniawi. Tetapi disebabkan kondisi "penuh" yang dimiliki oleh atom dari unsur tersebut.

Disebabkan karena yang "ideal" itu bisa berbeda pada tiap-tiap orang, maka dengan sendirinya ... diharapkan tiap orang bisa "mengetahui" atau "merasa" kondisi dari tubuhnya masing-masing. Dan memiliki akal sehat untuk menyikapinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun