Mohon tunggu...
Bima Pradipta
Bima Pradipta Mohon Tunggu... Lainnya - Mau jadi orang baik

Im like human

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nancy Pelosi Menyulut Api di Selat Taiwan

28 Agustus 2022   16:30 Diperbarui: 28 Agustus 2022   16:32 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada kesempatan kunjungannya ke beberapa negara di Asia pada dua pekan yang lalu, ketua DPR AS Nancy Pelosi yang sebelumnya membatalkan kunjungan ke Taiwan ternyata tetap mengunjungi wilayah sengketa RRC tersebut. Sejak seminggu yang lalu kunjungan Pelosi ke Taiwan pada 3 Agustus, dirasa telah banyak menyebabkan beberapa kejadian. 

Namun tampaknya kunjungan Pelosi tersebut tidak memberi dampak yang menguntungkan, baik bagi Taiwan, US, ataupun RRC. Justru yang terjadi adalah sebuah ketegangan dengan adanya aktivitas latihan militer China yang meningkat di sekitaran Selat Taiwan. 

Di rasa kesinggahan Pelosi ke Taiwan hanyalah sebagai penyamun di kawasan asia timur, mengapa? Sangat mudah di identifikasi dengan apa yang terjadi selama seminggunya dengan adanya ketegangan, bukan hanya bagi kalangan pemerintahnya saja, namun juga bagi sebagian warga sipil di daratan China atau pun kepulauan Taiwan.

Beberapa bayangan buruk dirasa akan menghantui pihak-pihak terkait. Bagi Taiwan bila saja serangan militer China terjadi, nasib buruk  yang dialami Ukraina oleh Rusia tak terelakkan. Tentunya akan terjadi kekrisisan bagi Taiwan, korban peperangan, bencana kelaparan, kesehatan, ekonomi yang melemah. 

Sementara bagi China sendiri bila saja perjanjian prinsip Satu China dilanggar maka bukan tidak mungkin perang saudara antara Taiwan dengan Beijing dapat terjadi. China akan banyak mengeluarkan anggaran besar yang mesti tidak perlu glontorkan. 

China pun akan dipandang dunia sebagai negara yang tidak peduli akan hak asasi manusia, karena Taiwan yang menuntut kemerdekaan. Bukan tidak mungkin hubungan bilateral China dengan negara-negara adidaya atau pun yang berkembang dapat menjadi rusak bahkan berakhir.

Tentu Taiwan masih belum cukup siap menghadapi serangan tersebut. Di konfirmasi bahwa China di tahun 1996 sempat mundur dalam perang seteru atas dukungan Amerika Serikat bagi Taiwan, karena alasan kekuatan militer yang belum memadai. Namun itu sudah dua dekade lebih. 

Kini kekuatan militer China bukan saja tidak boleh dipandang sebelah mata, akan tetapi sangat tidak bijak menandingi kekuatan  militer negara tirai bambu tersebut. Dengan kekuatan anggota militer yang lebih dari dua juta orang, dan alusista kendaraan tempur darat, laut, dan udaranya, rasanya China dapat disandingkan dengan militer Amerika Serikat. 

Dengan demikian muncul pertanyaan, apakah Taiwan dapat siap saat invasi dari China itu terjadi? Tentunya dapat diperkirakan Taiwan tidak siap dengan anggota militernya yang hanya berjumlah seratus enam puluh sembilan ribu orang. 

Namun skeptis ini mungkin dapat terbantahkan dengan detail yang terjadi di lapangan. Pelosi yang mengunjungi Taiwan diidentifikasi sebagai suatu bentuk dukungan provokasi agar realisasi mimpi buruk Amerika Serikat  tidak terjadi yang mana itu adalah China yang menguasai kekuatan ekonomi global, yang berarti Amerika Serikat bisa jadi  akan tidak lagi menjadi acuan ekonomi global. 

Berdasarkan pandangan itu maka Amerika tentu  mendukung hak asasi rakyat Taiwan, yang otomatis bila China menginvasi Taiwan, Amerika Serikat bersama negara sekutu yang diantaranya Jepang, Australia, Korea Selatan, dll  tidak akan tinggal diam. Mereka akan ikut membantu Taiwan.

Terhitung sudah seminggu mengadakan latihan militer, akhirnya China mengonfirmasi bahwa latihan militer di sekitaran Selat Taiwan tersebut telah berakir pada 10 Agustus yang lalu. Tentunya hal ini mengurangi ketegangan yang terjadi diantara Taiwan dengan Beijing. Telah banyak usaha unik yang China buat terhitung sepekan latihan militer mereka. 

Sebanyak seratusan jet tempur telah lalu lalang dan rudal balistik bernama Dong-feng melintasi langit Taiwan, sepuluh kapal perang bertengger di garis median, garis batas tak sah antara Republik Rakyat China dengan Republik China. 

Dengan maksud, mungkin China ingin agar Taiwan terprovokasi dan mengeluarka kebijakan dan ultimatum yang tidak rasional dan mendukung alasan China untuk segera menginvasi Taiwan. Namun maksud China itu tidak wujudkan Taiwan.

 Mentri Luar Negeri Taiwan, Josep Wu yang adalah penyambut kedatangan Nascy Pelosi, mengatakan bahwa China sebenarnya juga sedang mengendalikan Laut China Selatan dan Laut China Timur, dengan maksud mencegah negara- negara yang dekat dengan kawasan untuk tidak berani membela Taiwan.  

Sehingga Taiwan hanya bersikap netral dan tetap memasang sikap integral atas pancingan dari China tersebut. Mungkin Taiwan melihat akibat yang mungkin saja terjadi bukan hanya untuk  bangsanya sendiri lagi namun bagaimana akibat yang bisa saja muncul bagi global. Menurut informasi dari media global, Selat Taiwan adalah jalur lalu lalang  kapal- kapal kontainer dan logistik dari hampir sebagian dunia. 

Sehingga apa bila peperangan  tercipta atas sikap Taiwan yang menanggapi pancingan China di Selat Taiwan terjadi, blockade jalur tidak dapat terhindarkan lagi. Padahal bagi Korea Selatan jalur tersebut adalah sebagai sarana utama perdagangan listrik negaranya, bagi global Selat Taiwan adalah jalur mobilitas barang- barang seperti manufaktur,  ini dapat saja mengganggu rantai pasokan global.

Terdapat solusi bagi kedua negara yang bersengketa yang di kutip dari koran Kompas bahwa terdapat wacana bila wilayah Taiwan akan diberikan suatu adminitrasi khusus. 

Wacana itu akan memberi keuntungan bagi warga Taiwan seperti hak kepemilikan, hak untuk beragama, dasar hukum, dan mendapat perlindungan khusus, tentu ini sangat mengangkat Taiwan,bukan hanya di mata rakyat China daratan, namun tentu nya mendapat pandangan baik di mata warga bahkan pemerintahan internasional. Sehingga itulah yang dimaksud satu China dengan dua sistem. Namun apakah itu menjadi nasib pilihan Taiwan, kita tidak tahu.

Setelah menghentikan latihan militer, Beijing akan tetap terus berpatroli di laut sempit tersebut. Meskipun ketegangan telah mereda dengan adanya penurunan frekuensi latihan militer China di sekitaran Selat Taiwan. Bayang- bayang buruk masih akan menjadi milik Taiwan dan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun