Pada suatu sore yang cerah, tepatnya tanggal 4 April 2025 sekitar pukul 15.30 WITA, saya tengah menikmati suasana tenang di Desa Korowou, Kecamatan Lembon, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Desa ini dikenal dengan keindahan alamnya yang asri dan masyarakatnya yang ramah. Saat itu, musim durian sedang mencapai puncaknya, dan aroma khas buah tersebut tercium di berbagai sudut desa.
Di tengah suasana tersebut, Tante Etmi, seorang mantan perawat yang tinggal di dekat rumah tempat saya menginap, datang berkunjung sambil membawa empat buah durian segar.
Kedatangan beliau dengan buah tangan istimewa itu sontak membuat saya sangat gembira. Sudah lama sekali saya tidak menikmati kelezatan durian, sehingga pemberian ini terasa seperti rezeki nomplok.
Tanpa menunggu lama, saya segera mengambil pisau dapur dan mulai membelah salah satu durian. Aroma manis dan tajam khas durian langsung menyeruak, menggugah selera saya.
Dengan hati-hati, saya mengeluarkan daging buahnya yang berwarna kuning keemasan dan tampak begitu menggoda.
Setiap suapan memberikan sensasi lembut dan manis yang memenuhi rongga mulut, membuat saya larut dalam kenikmatan.
Namun, belum selesai saya menikmati satu buah durian, saya mulai merasakan sensasi gatal yang tidak biasa di area wajah.
Awalnya, saya mengira ini hanyalah reaksi sementara yang akan segera hilang. Namun, rasa gatal tersebut semakin intens, disertai dengan kemerahan yang mulai tampak jelas di cermin.
Saat itu, saya belum menyadari bahwa saya mungkin mengalami reaksi alergi terhadap durian.