Banjir, menjadi permasalahan yang sering melanda Jakarta dan sekitarnya, terutama pada musim hujan seperti saat ini.
Dilansir dari Kompas.tv, BPBD DKI Jakarta melaporkan bahwa hingga Selasa (4/3) pukul 09.00 WIB, sebanyak 62 RT dan empat ruas jalan tergenang akibat banjir.
Adapun wilayah terdampak meliputi:
- Jakarta Barat: 10 RT dengan ketinggian air 30-90 cm, mencakup Rawa Buaya, Kedoya Selatan, dan Kembangan Selatan.
- Jakarta Selatan: 30 RT dengan ketinggian air 30-330 cm, meliputi Pondok Pinang, Pengadegan, Rawajati, Cilandak Timur, Pejaten Timur, Bintaro, dan Kebon Baru.
- Jakarta Timur: 22 RT dengan ketinggian air 60-500 cm, mencakup Bidara Cina, Cipinang Muara, Kampung Melayu, Bale Kambang, Cawang, Cililitan, dan Gedong.
Tingginya curah hujan yang diperparah oleh buruknya drainase dan alih fungsi lahan menyebabkan genangan air yang sulit surut, bahkan di beberapa titik, banjir terjadi secara rutin setiap tahun.
Sebagai solusi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menawarkan relokasi ke rumah susun (rusun) bagi warga yang tinggal di daerah rawan banjir.
Program ini bertujuan untuk memberikan hunian yang lebih aman dan layak bagi masyarakat terdampak.
Namun, meskipun fasilitas yang disediakan di rusun cukup memadai dengan biaya sewa yang relatif terjangkau, sebagian warga tetap menolak untuk direlokasi.
Penolakan ini bukan tanpa alasan, dan pemerintah perlu menghadapi tantangan dalam meyakinkan warga agar bersedia pindah ke rusun.
Tulisan ini akan mengulas alasan utama di balik penolakan warga serta bagaimana pemerintah merespons situasi tersebut.
Alasan Penolakan Warga untuk Tinggal di Rusun
Meskipun pemerintah telah menyediakan rusun dengan fasilitas yang cukup lengkap, banyak warga yang enggan pindah dari tempat tinggal mereka saat ini.