Dalam perjalanan hidup, terkadang kita menemukan potensi tersembunyi yang menunggu untuk ditemukan.
Sejak masa kanak-kanak hingga remaja, saya tidak pernah berani mengikuti lomba menulis. Rasa ragu akan kemampuan diri membelenggu langkah saya. Namun, takdir memiliki rencana lain.
Saat menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang, seorang dosen bernama Ibu Inggrit menjadi cahaya penuntun.
Dalam ujian skripsi, beliau berkata, "Saya perhatikan kamu punya bakat menjadi penulis, Billy. Terus diasah."
Kata-kata itu bagaikan embun penyejuk di pagi hari, membangkitkan semangat yang lama terpendam.
Langkah demi langkah, saya mulai meniti jalan kepenulisan. Saat melanjutkan studi S2 di Jakarta, keberanian untuk menulis buku tumbuh subur.
Blog pribadi menjadi wadah ekspresi, sementara Kompasiana menjadi panggung berbagi gagasan, terutama tentang lingkungan di kota Jakarta.
Suatu hari, Komunitas Kompasianer Jakarta, yang akrab disapa Kopaja71, mengadakan lomba menulis opini bertema "Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran."
Dua sosok terhormat, Pak Syaiful W. Harahap dan Ibu Martha Weda, menjadi juri dalam ajang tersebut.
Tertarik dengan tantangan ini, saya mengirimkan sebuah artikel berjudul "Mengurai Problematika Urbanisasi ke Jakarta Pasca-Lebaran."