Mohon tunggu...
Money

Nasib kendaraan ramah lingkungan di Indonesia

12 Mei 2015   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Isu global warming yang di cetuskan oleh al gore seorang mantan wakil president USA, seakan menyadarkan masyarakat akan bahaya yang mengancam lingkungannya. Beramai-ramai masyarakat merubah gaya hidup mereka. Sontak seakan merespon isu ini pabrikan mobil memanfaatkan hype ini dengan mengeluarkan berbagai kendaraan dengan embel-embel ramah lingkungan. Dengan adopsi kendaraan beremisi rendah dengan mesin hybrid, clean diesel hingga hydrogen fuel cell.

Terlepas dari prokontra mana mesin yang paling ramah lingkungan, pemerintah di eropa turut aktif mendorong adopsi kendaraan jenis ini. Inggris dan uni eropa contohnya, menetapkan pajak mobil berdasarkan besaran emisi yang di keluarkan. Kendaraan beremisi rendah < 100g/km dibebas pajakan. Sedangkan mesin yang beremisi tinggi >255g/km terkena pajak 500euro karena emisi yang di keluarkan. Tak sampai situ saja, pabrikan kendaraan mewah juga mengeluarkan kendaraan berperforma tinggi namun beremisi rendah dengan berbagai teknologi mutakhir, contohnya BMW i8 yang menggabungkan mesin bakar bensin 1500cc 3 silinder kecil dengan motor listrik bertorsi besar. Ada lagi nissan leaf dan tesla model S yang murni kendaraan listrik tampa mesin bakar. Ada juga yang menggunakan hydrogen sebagai bahan bakar seperti toyota mirai dan honda fcx clarity.

Di Indonesia yang sering terdengar adalah mobil listrik, baik yang murni maupun hybrid. Perkembanganya sempat santer terdengar pada pertengah 2013. Saat itu mentri bumn dahlan iskan ramai ramai memperkenalkan tucuxi. Sebuah mobil listrik murni beperforma tinggi. Sayang setelah terlibat kecelakaan kelanjutanya tidak terdengar kembali. Selanjutnya bermunculan mobil nasional dengan energy listrik ciptaan universitas dan swasta. ATPM besar di Indonesia sendiri telah lama menjual kendaraan dengan teknologi hybrid contohnya Toyota dengan Prius,Camry hingga Lexus. Honda dengan CR-Z dan belakangan Tesla sudah mulai menjual produknya di Indonesia.

Tak hanya mengenai emisi, penghematan biaya oprasional pun dapat langsung dirasakan. mulai dari konsumsi bahan bakar yang lebih rendah terutama di jalanan macet. Karna disaat mesin bakar idling atau menyala dan membakar fuel di lalu lintas stop and go mesin hybrid akan mematikan mesin bakar total dan mengganti mesin listrik yang tidak menggunakan bahan bakar. Terlebih bagi mesin yang menggunakan listrik murni. Terbayang seberapa besar penghematan bagi pengguna pribadi atau korporasi yang menghabiskan waktunya di jalanan macet. Terlebih jika digunakan untuk armada taksi atau bus seperti yang digunakan di London.

Lantas apa yang menyebapkan adopsi di Indonesia begitu lambat? Salah satu faktor terbesar adalah harga jual. Bagaimana tidak, menurut PP nomer 41 tahun 2013 pasal 3 (ayat A dan ayat B) yang berisi :

A.75% (tujuh puluh lima persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 kilometer per liter sampai dengan 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu;

B.50% (lima puluh persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; dan

Berdasarkan PP tersebut Kendaraan jenis hybrid atau berbahan bakar alternative dikenakan pajak hingga 75%. Jika melihat ayat C yang menjelaskan mengenai Low Cost Green Car(LCGC) dimana kendaraan masih menggunakan bahan bakar fosil konvensional bahkan di bebas pajakan, asal memenuhi persyaratan pemerintah. Kadar emisi dan rating efficiency mesin bakar konvensional tentu masih dibawah jenis hybrid atau mesin alternative lain. Melihat fakta ini pemerintah Indonesia belum sepenuhnya berkomitmen mendukung perkembangan jenis mesin alternatif. Pemerintah bisa saja membuat aturan seperti LCGC namun khusus kendaraan beremisi rendah dengan memberi insentif pajak asalkan pabrikan mau memproduksi mobil di Indonesia dengan muatan lokal tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun