Mohon tunggu...
Bied Karaa
Bied Karaa Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pekerja sosial, pengamat kehidupan

suka mengamati kondisi masyarakat dan kehidupan di Papua. Menulis hal-hal bermanfaat bagi perempuan dan anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi dan Anak Papua

31 Januari 2023   21:48 Diperbarui: 31 Januari 2023   21:50 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi "membaca, berbicara, menyimak dan menulis" dengan cara berbeda sesuai dengan tujuannya.  Education Development Center menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis.  Namun lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya.  Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.(disperpusip.tegalkab.go.id,2021).  

Mengajar membaca, menulis dan berhitung atau biasa disebut Calistung, adalah kegiatan mencerdaskan anak-anak.  Implikasi dalam pengajaran calistung sangat bermanfaat baik dalam pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak akan menikmati masa bermain dan belajar dengan baik dengan bimbingan guru atau orang tua.  Hal tersebut sulit didapatkan oleh anak-anak yang ada di daerah khususnya di pedalaman Tanah Papua.  Dengan kondisi alam dan budaya yang berbeda dari daerah lain di Indonesia, jumlah suku di Papua diperkirakan mencapai 255, yang masing-masing mempunyai bahasa dan kebudayaan sendiri. (https://www.kompas.com). Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan bahasa sukunya oleh sebab itu banyak orang tua tidak bisa berbahasa Indonesia. Orang tua tidak bisa mengajar anak membaca, menulis dan berhitung. Anak-anak Papua harus berusaha sendiri untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan.  Akhirnya sering terjadi anak-anak usia sekolah dasar tidak mau masuk sekolah karena belum bisa membaca.  Di sekolah ada guru yang mengajar anak-anak tersebut tetapi sesampainya di rumah tidak ada bantuan dari orang tua untuk kembali mengajar apa yang sudah diberikan guru di sekolah.  

Kondisi lainnya adalah kerap terjadi disorganisasi keluarga.  Anak-anak dibesarkan tanpa kasih sayang orang tua. Bapa/mama meninggalkan rumah, anak-anak hidup dengan kerabat atau mereka hidup di jalanan. Rokok, minuman keras, narkoba sangat akrab dengan kehidupan anak-anak di Papua.  Bahkan sejak usia sekolah dasar anak-anak sudah mengenal barang-barang itu.  Di tambah lagi dengan aibon, anak-anak menghirup bau yang memabukkan dari lem aibon. 

Sementara negara ini ada di era 4.0 dan diperkirakan akan memasuki era society 5.0 pada tahun 2045, bagaimana kita melihat anak-anak Papua yang mengalami ketertinggalan dalam pendidikan? untuk calistung saja susah apalagi belajar komputer dan lainnya. Melihat kondisi ini saya tidak menyetujui adanya Ujian Nasional.  Anak-anak lain bisa mendapatkan fasilitas belajar yang baik, pengajar yang handal, bagaimana dengan anak-anak di Papua? terlalu banyak kendala yang di alami anak-anak Papua dalam pendidikan.  Kalaupun sekarang banyak anak-anak Papua yang pintar, itu memang tidak dapat dibantah.  Kalau anak-anak Papua mendapatkan kesempatan yang besar dengan fasilitas belajar yang lengkap dan guru-guru yang kompeten di bidangnya, pasti semakin banyak anak-anak pintar dari Papua. 

Anak-anak Papua, jangan pernah berhenti berharap, semangat dan kejarlah cita-citamu.  Tuhan memberikan berkat-Nya sehingga kalian akan berdiri dengan tegak melihat hari depan yang penuh harapan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun