Mohon tunggu...
Bicara Dengan Hujan
Bicara Dengan Hujan Mohon Tunggu... Auditor - Bicara Dengan Hujan

"Her writing was her only escape, her only means of survival. It was a respite from a cruel world, despite seemingly comfortable surroundings" - Danielle Steel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi dan Cokelat Hangat

13 Januari 2022   11:18 Diperbarui: 13 Januari 2022   11:23 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu, hujan sedang bertamu ke rumah bersama dengan dia yang dulu pernah menemani hari-hariku. Ada yang ingin kubicarakan, katanya. Tak ingin ada yang lain. Hanya kami berdua.

Sejenak tak ada suara diantara kami. Hanya suara rintik yang semakin deras beserta sapuan angin yang menerpa bunga dan dedaunan sekitar. Tak seperti biasanya, kali ini ada secangkir kopi dan segelas cokelat hangat diatas meja. Biasanya selalu ada dua cangkir kopi.

"Tidak bisakah kita kembali seperti semula?"

Sebuah pertanyaan yang memecahkan suasana sunyi di teras belakang. Pertanyaan yang sama, yang terulang kembali, namun dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini jauh lebih dalam dan penuh harap. Kualihkan pandangan pada secangkir kopi yang terlihat masih hangat. Terlihat dari uapnya yang masih berputar-putar diatas cangkir. Berusaha untuk tidak membahasnya lagi. Kusodorkan kopi itu tanpa melihat matanya, "Minumlah, nanti dingin."

Namun tatapannya tetap tak teralihkan.

"Kenapa menghindari pertanyaanku?" tanyanya lagi sembari menarik pergelangan tanganku.

Sapuan angin yang terasa, semakin mendukung suasana yang berubah menjadi dingin diantara kami. Sama seperti tatapannya sekarang.

"Bukankah sudah kusampaikan alasannya? Kita sudah tidak sejalan."

Ia melepaskan tanganku. Menarik nafas panjang dan menundukkan wajahnya. "Sebesar itu kah kesalahanku sampai kau benar-benar ingin pergi?"

Aku terdiam melihatnya yang berada persis disampingku. Urat wajahnya mulai menegang. Kuletakkan kembali kopi itu diatas meja, lalu mengatur nafasku setenang mungkin agar tak terpancing emosinya.

"Sudah waktunya aku kembali menjadi diriku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun