Mohon tunggu...
Bibi Young
Bibi Young Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Penulis yang sibuk mengurus anak dan suami serta sesekali membersihkan rumah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Kiai Hisyam Kalijaran Purbalingga, Kakek Mertua Ganjar Pranowo

23 Januari 2021   12:47 Diperbarui: 23 Januari 2021   12:50 5201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.facebook.com/ceritaparawali/


Memiliki nama kecil Muhammad Qosim, Kiai Hisyam Abdul Karim menghabiskan masa kecilnya di Desa Kalijaran, Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Beliau bukan hanya ulama karismatik, tapi juga pejuang kemerdekaan dan inspirator bangsa. Beliau mengawali pengembaraan keilmuan dari tanah Banyumasan menuju Jampes Kediri sampai Ponpes Buntet di Cirebon.

Guru ngaji pertama beliau adalah ayahandanya, Kiai Abdul Karim, seorang kepala dusun yang juga guru kesenian Rodat, khas Purbalingga. Dari ayahandanya, petualangan keilmuan Kiai Hisyam berlanjut, dari satu pondok ke pondok lain di sekitar Banyumasan. Semakin banyak belajar, Kiai Hisyam justru merasa ternyata masih banyak ilmu yang belum dipelajarinya.

Kesadaran itu jadi penguat beliau untuk pergi dari Purbalingga menuju Jampes, sebuah dusun di Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri Jawa Timur. Di sana beliau nyantri kepada Kiai Dahlan, seorang ulama, wali yang dikaruniai ilmu ladunni dan juga Kiai Ikhsan. Diasuh dua ulama terkemuka di Ponpes Jampes selama delapan tahun itu, keilmuan Kiai Hisyam semakin dalam terutama di bidang falak atau astronomi.

Masih merasa belum puas, Kiai Hisyam melanjutkan ngaji ke pondok lain. Dari Jampes di Kediri, beliau menuju Cirebon untuk nyantri di Pondok Pesantren Buntet. Di sana beliau mendalami ilmu qiroatul Qur'an kepada Kiai Yusuf. Selesai dari Ponpes Buntet, Kiai Hisyam melanjutkan pengembaraannya untuk memperdalam al Qur'an kepada Kiai Nuh Pager Aji Cilongok. Setelah itu beliau mendalami Thoriqoh kepada Kiai Rifa'i Sokaraja.

Selesai mengembara sekitar 15 tahun dari satu pondok ke pondok lain, atas restu guru-gurunya, pada 2 Februari 1929 atau Rabu kliwon, 22 Rajab 1347 Kiai Hisyam akhirnya mendirikan pondok pesantren Sukawarah yang juga dikenal dengan nama Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin. Oleh jamaahnya, beliau biasa dipanggil Mbah Hisyam Kalijaran. Di kalangan nahdliyin daerah Banyumasan, Mbah Hisyam merupakan seorang ulama yang ampuh keilmuan sekaligus kanuragannya. Beliau juga sangat lekat di ingatan jamaahnya sebagai ulama yang murah senyum, lucu namun sangat dalam isi dakwahnya. Pengajiannya selalu dipenuhi jamaah dari berbagai kota bahkan ketika wafat pada hari Kamis Kliwon 12 Januari 1989 Masehi atau 4 Jumadil Akhir 1409 Hijriyah, ribuan pelayat memberikan penghormatan terakhir pada guru mereka.

Saat ini, pondok pesantren Kalijaran atau Roudlotus Sholichin dikelola secara gotongroyong oleh keturunan beliau, satu satu di antaranya adalah cucu Kiai Hisyam, yaitu Siti Atikoh, istri dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Memang, Ganjar belum sekalipun menjumpai Kiai Hisyam. Namun cerita tentang karisma simbah mertuanya itu sering dia dapat. Bahkan ketika Ganjar sedang menunaikan umroh di tanah suci, dia bertemu dengan santri Kiai Hisyam. Dari santri itu Ganjar tahu, bahwa simbah mertuanya itu selama hidup telah menjalankan ibadah haji sebanyak tujuh kali. Juga sering secara tiba-tiba Ganjar mendapat cerita tentang Kiai Hisyam ketika jagongan dengan orang-orang tua di daerah banyumasan. Dari cerita-cerita itu, Kiai Hisyam bagi Ganjar merupakan tauladan yang terus bersemayam di sanubari orang-orang yang mengenalnya. Baik itu santri ngajinya maupun bukan. Bahkan Ganjar sangat merasakan tauladan itu meski tidak pernah sekalipun menjumpai Kiai Hisyam hidup. Yang taat dalam beragama, yang semangat berjuang untuk kejayaan negara.

Terlebih pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, pondok pesantren Kalijaran atau Roudlotush Sholichiin, bukan sekadar menjadi tempat ngaji berbagai macam kitab karya ulama-ulama salaf, tapi juga jadi ruang konsolidasi sekaligus tempat pengkaderan para pejuang Tanah Air melawan penjajah. Dengan bekal kanuragan serta kajadugan beliau, para kiai dan ribuan santri berada satu barisan dengan beliau di masa penjajahan.

Tribunnews.com
Tribunnews.com
Semangat beragama dan bernegara ini terus menurun ke anak dan cucu Mbah Hisyam. Tak terkecuali ke Ganjar Pranowo, cucu mantu beliau. Semangat Mbah Hisyam nitis ke Ganjar sehingga ia dikenal sebagai salah satu tokoh nasionalis yang dekat dengan ulama dalam menggelorakan semangat kebangsaan dan patriotisme bangsa. Kita bisa melihat bagaimana Ganjar kerap bersama tokoh-tokoh ulama kharismatik seperti Mbah Mun, Gus Mus, KH. Kafabihi Mahrus, Habib Syeh, Habib Lutfi, Gus Fuad Tremas, Gus Muwafik dan Gus Miftah serta kiai-kiai lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun