Mohon tunggu...
Moh Rofiie
Moh Rofiie Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa magister Ilmu Politik Universitas Indonesia

Pemikir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pilkada dan Pandemi: Antara Indonesia dan Amerika

2 November 2020   20:37 Diperbarui: 5 November 2020   00:52 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia tercatat memiliki kasus tertinggi negara terdampak virus corona (corona virus disease 2019/Covid-19) di Asia Tenggara, dan merupakan tertinggi ke-18 peringkat dunia dengan mencapai 410.088 total kasus per 31 Oktober 2020. Angka yang tinggi dan terus meningkatnya penyebaran covid-19 merupakan nilai minus sikap pemerintah dan peran masyarakat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran covid-19. Respon pemerintah yang telat, kebijakan pemerintah yang tidak tepat, serta tidak sinkronnya kebijakan pemerintah daerah dan pusat merupakan sebab-sebab covid-19 dapat menyebar dengan cepat. Karena hal itu, apapun kebijakan pemerintah, khususnya terkait pandemi covid-19 dan kegiatan-kegiatan yang akan dilangsungkan selama musim krisis ini akan selalu disorot oleh masyarakat.

Kebijakan pemerintah yang disorot dan menimbulkan kontroversi di antaranya adalah terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang diputuskan oleh Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu digelar pada 9 Desember 2020, walaupun disertai syarat penerapan protokol kesehatan yang ketat selama pelaksanaannya. Berbagai elemen masyarakat, termasuk ormas, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah mengeluarkan pernyataan kepada pemerintah agar Pilkada 2020 ditunda dengan pertimbangan keselamatan masyarakat perlu diutamakan, mengingat kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia sedang dalam keadaan darurat.

Pemerintah merespon desakan masyarakat untuk menunda Pilkada dengan menjelaskan pertimbangan-pertimbangan, di antaranya: Pelaksanaan Pilkada untuk menjamin hak konstitusional rakyat; agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan di daerah, mengingat jika sekalipun mengangkat pelaksana harian (Plh) atau pelaksanan Tugas (Plt) kewenangannya terbatas; tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Dalam hal ini, pemerintah mengacu kepada negara – yang terdampak Covid-19 lebih parah daripada Indonesia – yang tetap melaksanakan pesta demokrasi, yakni Amerika. Sehingga menurut pemerintah Pilkada tidak perlu ditunda.

Total kasus Covid-19 di Amerika, per 31 Oktober 2020, mencapai angka 9.123.035, yang merupakan tertinggi di dunia. Namun, Amerika tetap akan melangsungkan pesta demokrasi pada 3 Novermber 2020 kendati penyebaran Covid-19 belum melandai. Kondisi Amerika yang berstatus negara terdampak Covid-19 tertinggi, namun tetap akan melaksanakan Pemilu menjadi kiblat negara-negara berkembang, khususnya Indonesia untuk melaksanakan Pilkada 2020 secara serentak di 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.

Sebagai langkah antisipatif pemerintah Indonesia mengklaim telah mengatur strategi pelaksanaan Pilkada selama pandemi melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan Pilkada dalam kondisi bencana non-alam Covid-19. Dalam peraturan itu berisi penegasan terhadap pemilih dan para kandidat untuk mematuhi protokol kesehatan selama Pilkada, mulai dari pengecekan suhu tubuh, menggunakan masker, menjaga jarak (tidak berkerumun), menggunakan hand sanitizer, hingga pemberian sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Para kandidat kepala daerah juga diharuskan menandatangani pakta integritas kepatuhan terhadap protokol kesehatan.

Langkah pemerintah Amerika berbeda dengan Indonesia dalam upaya menangani potensi penularan Covid-19. Amerika tidak hanya menekankan pentingnya mematuhi protokol kesehatan selama masa pemilihan, tetapi juga telah mengatur sistem untuk menghindari terjadinya kerumunan. Lembaga penyelenggara pemilihan di Amerika (United States Electoral College) mengatur sistem pemilihan secara langsung dan melalui pos (voting by mail). Pemilihan secara langsung dilaksanakan pada 3 November 2020, sementara bagi pemilih melalui pos dikirimkan surat suara mulai pertengahan September 2020. Pemilih dapat menentukan pemilihan sejak dikirim surat suara hingga batas terakhir 3 November 2020. Surat suara dapat diserahkan secara langsung atau dikirim melalui pos.

Indonesia, Amerika, dan Corona

Pada awal terdeteksinya kemunculan virus Corona (Covid-19) di Wuhan, Cina pada Desember 2019 telah memunculkan berbagai respon di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Ada negara yang langsung ambil langkah antisipatif, ada pula yang menganggapnya hoaks, dan bahkan ada yang percaya kemunculannya namun tidak atau telat dalam mengantisipasi penularan Covid-19 ini. Pemerintah Indonesia dan Amerika termasuk negara-negara yang telat dalam menyikapi munculnya Covid-19 dan menganggapnya remeh. Telatnya respon Indonesia dalam menanggulangi bencana Covid-19 telah menuai kritik tidak hanya dari berbagai elemen masyarakat Indonesia tapi juga dari elemen masyarakat luar.

Masyarakat Indonesia mengkrtitik pemerintah yang terkesan meremehkan keberadaan wabah Covid-19. Pada awalnya pejabat-pejabat pemerintah Indonesia berargumen bahwa rakyat Indonesia kebal virus Corona lantaran mempunyai kekuatan doa tertentu. Bahkan pihak yang menyebarkan informasi terkait Covid-19 awalnya dianggap sebagai penyebar berita hoaks. Namun, pada akhirnya pemerintah menyatakan sikap darurat Corona, bahkan mengakui tidak terbuka tentang wabah Covid-19 dengan alasan tidak ingin menimbulkan kecemasan dan kepanikan di tengah masyarakat. Pemerintah Indonesia pertama kali mengumumkan telah terdeteksi dua kasus pasien positif Covid-19 pada 2 Maret 2020, padahal menurut pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono menyatakan virus Corona telah masuk Indonesia sejak Januari 2020.

Indonesia juga mendapat kritik dari media luar, misalnya The New York Times, The Guardian, SBS News, dan The Sydney Morning Herald (SMH). Kritik terhadap pemerintah Indonesia terkait telatnya Indonesia tanggap corona. Indonesia baru berhasil mendeteksi pasien Covid-19 pada awal Maret 2020, sementara negara-negara Asia lainnya, tetangga Indonesia, seperti Malaysia dan Singapura sudah melaporkan kasus pertama sejak akhir Januari 2020. Indonesia dinilai gagal menjalankan upaya mengendalikan Covid-19.

Kritik terhadap pemerintah Indonesia tidak hanya karena lambannya respon terhadap Covid-19, tapi juga terjadinya inkonsistensi kebijakan pemerintah. Pada awalnya masyarakat mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya melawan Covid-19, bahkan masyarakat sudah terlihat solid untuk bersama-sama melawan penyebaran Covid-19, misalnya dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 yang dikeluarkan pada 31 Maret 2020. Namun ketika pemerintah mengambil kebijakan untuk memulai kenormalan baru (new normal) pada 1 Juni 2020, solidaritas masyarakat menjadi buyar sehingga penularan Covid-19 menjadi meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun