Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Awas! Razia Preman!

22 Januari 2015   14:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:37 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421902300634495251

[caption id="attachment_392525" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi: Razia preman tahun 2013 oleh Polda Metro Jaya (Foto: Kompas.com/Robertus Belarminus)"][/caption]

Mengesampingkan polemik yang melanda pergantian pucuk pimpinannya, Polri sejak hari beberapa waktu lalu melaksanakan operasi tumpas premanisme. Di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sudah dimulai semenjak sebelum Natal 2014. Polda Metro Jaya dalam semalam saja bisa menangkap ratusan orang (berita detik.com). Operasi ini terus berlanjut hingga kemarin, bahkan di siang hari seperti kawasan sekitar Tanah Abang (berita detik.com). Demikian pula di wilayah lain juga dilakukan operasi serupa. Seperti di Serang (berita bagian operasional Polres Serang), di Cirebon (berita dairifmcirebon), di Padang (berita ranahberita.com), di Siantar (berita hetanews.com), juga di Pekanbaru (berita rri). Sepertinya, di seluruh Polres se-Indonesia digelar operasi "Cipta Kondisi" serupa.

Tentu saja tindakan ini patut diapresiasi. Tetapi secara pribadi, saya memberikan catatan berdasarkan pengamatan saat ini dan dahulu saat masih aktif di lapangan.

Pertama, operasi semacam ini sudah menjadi "rahasia umum" hanya digelar di waktu-waktu tertentu. Pada saat sudah tidak operasi, akan kembali lagi. Akan lebih baik apabila operasi tidak hanya menyasar orangnya, tetapi juga lokasinya. Dalam arti, sarang-sarang preman itu sebaiknya dibongkar dan dihabisi. Berkaca pada penertiban stasiun dan KA Jabodetabek dari pedagang dan pengemis, ternyata bisa dibuat permanen. Maka, alangkah baiknya pemberantasan preman ini pun sekali dan untuk selamanya.

Kedua, maaf-maaf saja, sebenarnya setiap hari polisi atau kalau mau sebutlah mereka oknum, memang bergaul dengan orang-orang itu. Preman itu kan sebutan untuk mereka yang tidak punya penghasilan tetap, tetapi sebenarnya terdiri dari beragam cara mencari uang. Ada calo, ada pemalak, ada mucikari, ada timer, ada pula pengamen dan pengemis. Kalau dari razia, terlihat yang terjaring memang beraneka. Dan dari merekalah sering kali oknum polisi mendapatkan informasi pula karena ada yang menjadi informan. Tetapi, sehari-hari, yang bukan informan pun sering kali santai saja bergaul dengan oknum polisi asalkan tidak sedang ada operasi atau razia. Kita yang minimal pernah pergi ke terminal bus tentu tahu hal ini.

Ketiga, preman bisa jadi memang salah satu "profesi" yang berpotensi melakukan kejahatan. Tetapi selama belum ada tindakan kejahatan yang dilakukan, tentu azas praduga tak bersalah harus diterapkan. Maka, meskipun dijaring, tak ada tindakan yang bisa dilakukan selain mendata dan memberikan pengarahan, setelah itu dilepaskan lagi. Karena memang secara hukum tidak diperkenankan. Selain tentu saja penjara sudah sangat penuh dengan pelaku kejahatan kriminalitas. Sehingga, sayangnya operasi semacam ini berubah menjadi tak lebih daripada "sensus preman" belaka.

Keempat,  saya heran tidak ada organisasi pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersuara tentang ini. Prosedur preman atau penjahat saat ditangkap sebenarnya melanggar HAM. Lihat saja mereka akan ditelanjangi hingga kerap hanya memakai celana dalam, lalu dibariskan dan dijemur di lapangan, dan sering kali juga disuruh jalan jongkok serta dipukuli dan ditendangi. Saya pernah membaca buku karya Danang Kukuh Wardoyo yang berjudul Dari Celah Bui: Tidurlah Akal Sehat (Jakarta: AJI, 1997) (catatan ingatan lifeschool), ia menceritakan dengan cukup detail mengenai kehidupan di penjara. Bahkan meskipun dirinya tahanan politik yang mendapatkan perlakuan lebih baik daripada tahanan kriminal, tetap saja mengenaskan. Bisa jadi, setelah buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang menggambarkan kehidupan penjara di Pulau Buru, buku ini yang cukup detail menuliskan penjara masa kini. Dan memang, tak ada kata HAM bagi penjahat kriminal. Sementara para koruptor malah diperlakukan dengan hormat oleh aparat.

Kelima, ada stigma keliru bahwa penampilan lusuh dan nongkrong di tempat-tempat tertentu adalah preman. Saya melihat di televisi, ada beberapa orang yang tampaknya kurir atau pegawai rendahan yang sedang beristirahat di warung dekat terminal pun digaruk. Semoga saja saya keliru. Karena kesannya polisi melakukan operasi dengan "protap": tangkap dulu, tanya belakangan. Inilah yang saya serukan kepada siapa pun yang membaca agar waspada. Apalagi kalau wajah dan penampilan Anda memang bisa dicurigai preman, janganlah dekat-dekat tempat preman biasa nongkrong seperti di terminal bus, persimpangan jalan, rel kereta api, atau kolong jembatan. Bahkan kalau sedang "sial", sedang menunggu kendaraan umum pun bisa kena angkut bila ada razia.

Demikian sekedar catatan saya. Saya hanya mengingatkan, waspadalah di jalan, karena sedang ada razia preman. Berpakaianlah rapi dan bawalah KTP serta identitas lengkap bila bepergian. Jangan sampai urusan tertunda karena tertangkap dan nama Anda malah tercatat sebagai preman. Salah tangkap untuk urusan sekecil ini sulit di-pra peradilan-kan, kecuali Anda punya backing. Jadi, sekali lagi... hati-hati....!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun