Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 52

16 Januari 2015   02:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:03 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14174301761325464123


Kisah sebelumnya: (Bagian 51)

(Bagian 52)

[Rumah Ibu Alya. Jakarta Selatan]

Sejak siang, Alya sudah tampak sibuk. Setelah selesai membantu ibunya menyiapkan makan siang, ia pamit pergi keluar. Ternyata, ia menuju ke salon dekat rumahnya yang bisa dicapai sepuluh menit saja menggunakan kendaraan angkutan umum. Meski tergolong cantik, Alya tidak suka ke salon. Ia malah lebih jarang lagi daripada Cinta untuk melakukan perawatan diri. Ia baru akan ke salon kalau sangat diperlukan, seperti akan pergi ‘kondangan’ ke pesta pernikahan teman. Di luar itu, ia memilih kegiatan lain untuk mengisi akhir pekannya. Setelah berolahraga ringan, biasanya ia membaca atau berkebun. Alya sendiri cenderung penyendiri, berbeda dengan Cinta yang senang berteman banyak.

Perangai Alya yang di luar kebiasaan tentu saja mengundang kecurigaan dan rasa ingin tahu dari orangtuanya, terutama ibunya. Tetapi ia diam saja. Tentu saja, sebagai ibu, ia punya dugaan. Maka, ketika dua jam kemudian Alya pulang kembali dengan rambut yang diatur rapi dari salon, dugaan itu sepertinya benar. Putri tunggalnya itu mendekatinya dengan mata yang berbinar-binar.

“Ibu… aku mau ngomong, boleh?”

Ibunya yang sedang membaca majalah wanita terkemuka melihat dari balik majalah, lalu menutup bacaanya dan meletakkanya di meja. Ia melepas kacamata bacanya dan melihat ke arah Alya yang masih berdiri di ambang ruang tengah.

“Wah, putri Ibu kok cantik sekali sore ini? Jam berapa sih ini?” ibunda Alya melihat ke arah putrinya dan jam dinding yang menunjukkan waktu jam tiga sore lebih beberapa menit.

“Emang kenapa kok malah tanya jam sih Bu?” Alya heran.

“Enggak. Kalau Cinderella kan berubahnya malam, ini masih sore kok sudah datang sih?” goda ibunya.

“Aaaahhh…. Ibu, godain Alya aja…,” Alya pun merajuk dan menghambur ke sofa, memeluk ibunya dengan sayang. Dengan penuh kasih, ibunda Alya yang sudah berusia sepuh itu mengelus rambut anak perempuannya yang sudah dewasa itu. Alya bak anak kecil lagi di pelukan ibunya.

“Bu…,” Alya memulai bicara, Ibunya hanya mendeham kecil, “Hmmm…?” untuk memancing Alya terus bicara lagi.

“Bu…. Pak Pangestu nggak ke sini hari ini?” tanya Alya menanyakan suami ibunya, ayah tirinya.

“Ndak… kan kalau Sabtu jarang… Paling besok…,” jawab sang ibu. “Kenapa? Kok tanya-tanya… tumben?”

“Enggg… iya… ada yang mau dateng. Ketemu ibu aja gak papa ya?” Alya memberikan informasi pendahuluan.

“Oh ya? Ada yan mau dateng? Siapa? Tukang listrik?” goda ibunya.

“Aaaaaah…. Ibu nih. Godain Alya melulu!” rajuk Alya, ia pun duduk tegak kembali, bersisian dengan ibunya. Matanya berbinar ceria dan tampak mantap saat akan bicara.

“Emang siapa yang mau dateng? Kenapa Ibu musti ketemu?” tanya Ibunya.

“Nggg…. Namanya Mas Basuki. Orangnya baik deh Bu. Ganteng, pinter, alim. Mmmm…. Ibu pasti suka!” Alya sudah langsung berpromosi.

Ibunya tambah tersenyum mendengarnya. “Lho, kok Ibu pasti suka? Emang dia jualan apa?”

“Aaadduuuuuh…. Ibu ini, kayak nggak ngerti aja!” Alya memanyunkan mulutnya hingga monyong. Lucu sekali kelihatannya.

Ibunya memasang muka polos seperti Mischa. Mereka berdua memang sama-sama menggemari kartun asal Rusia itu, sehingga malah sering ‘nonton bareng’. Sambil menggelengkan kepala, Ibunya berkata, “Nggak… Ibu nggak ngerti…”

Alya tahu, Ibunya hanya menggodanya. “Ibu, dia nanti mau ngajak pergi aku. Ini kan malam Minggu?”

Ibunya berpura-pura heran. “Malam Minggu? Memangnya kenapa? Biasanya kamu malam Minggu juga tiduran saja kan?”

“Iiiih Ibu! Malem ini nggak! Aku mau pergi sama Mas Basuki!” Alya makin cemberut.

“Iya, siapa sih Mas Basuki itu? Ibu kok belum ngeh ya? Pacar?” tanya Ibunya.

Pertanyaan sang ibunda membuat rona wajah Alya memerah. Ia tersenyum dan menunduk malu. “Ummmm….. Belum sih… Ini kan baru pertama kalinya dia dateng ke rumah…,” jelas Alya.

“Oooh…. Gitu. Coba, terangin ke Ibu, dia itu siapa, kerja di mana, orangtuanya siapa, punya anak berapa…,” tanya ibunya.

“Ibu! Masa’ punya anak berapa? Dia itu bujangan Bu!” Alya mencubit lengan ibunya pelan. Ibunya tertawa.

“Ya kali aja…. Kamu kan udah umur segini… Mungkin aja kan dapet duda anak lima?” gurau sang Ibu.

“Iiiih… Kok Ibu ngarepinnya jelek gitu sih?” protes Alya. Ibunya tertawa lepas kali ini. Alya tambah merajuk manja.

“Iya. Udah… ceritain dulu dong. Dia itu gimana? Emang kalian ketemunya di mana?” tanya sang ibu.

Alya pun mulai bercerita tentang bagaimana ia bertemu Basuki secara tak sengaja di kantor Cinta. Mereka lalu cepat bertemu lagi saat Cinta makan malam dengan Borne dan di restoran yang sama Basuki juga sedang menemui rekan bisnisnya. Lalu mereka pergi ke toko buku dan Basuki kemudian membelikannya buku. Dan tentu saja Basuki yang tiba-tiba datang ke kantornya membelikan banyak buku dan mengajaknya pergi berdua setelah pulang kantor. Dan setelah itu, mereka berdua mulai sering berkomunikasi telepon, sms dan e-mail. Tentu saja juga saling terkoneksi di media sosial dan mulai berkirim personal message plus foto-foto masing-masing.

Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Alya dan ibunya saling berpandangan. Tak lama, terdengar suara pintu mobil ditutup dan ketukan di pintu pagar.

“Eh, udah dateng tuh Bu orangnya,” kata Alya senang.

Ibunya malah panik, “Eh, Ibu masih kayak gini. Suruh masuk dulu deh. Ibu rapi-rapi dulu.”

“Nggak usah juga nggak papa Bu…,” ujar Alya.

“Eh, nggak boleh. Ketemu tamu itu harus rapi, nggak boleh pake baju rumah. Kita harus menghargai tamu. Sudah, suruh masuk dulu, buatkan minum. Ibu ganti baju dulu…,” ibunya pun beranjak ke kamar. Di keluarga Alya, menemui tamu yang datang berkunjung harus dengan penuh penghormatan. Bukan sekedar asal bertemu. Minimal harus berganti pakaian yang rapi, karena tamu pun pergi berkunjung ke rumah pasti mempersiapkan diri. Ajaran ini Alya terapkan sekali sehingga ia pun selalu berusaha rapi saat ada temannya yang datang berkunjung. Kali ini, meski belum berganti pakaian yang akan dikenakannya untuk pergi nanti, tetapi ia sudah cukup rapi karena baru pulang dari salon.

“Assalamu’alaikuuum….,” suara Basuki terdengar dari luar sambil mengetuk pintu pagar. Ia mencoba memencet bel, tetapi itu cuma tinggal tombol. Karena speaker bel-nya sudah lama rusak dan tak ada yang memperbaiki. Lagipula, rumah ibunda Alya memang jarang didatangi tamu.

“Wa’alaikumsalaaaam… Bentar Maaas…,” Alya menjawab dengan suara dikeraskan agar terdengar dari depan. Begitu mendengar jawaban itu, Basuki berhenti mengetuk dan memberikan salam. Ia menunggu dengan sabar.

Alya pun melangkah dari ruang tengah ke ruang tamu, lalu membuka pintu depan ke teras dan menuju ke pintu pagar. Ia sunggingkan senyum termanis bagi Basuki yang juga tampak sedang tersenyum.

“Ayo, masuk Mas… Gak nyasar kan cari rumahnya?” tanya Alya basa-basi.

“Nggak dong…. Kan waktu itu sudah pernah nganterin kamu?” jawab Basuki.

“Yaaa.. tapi kan malem-malem. Siapa tahu lupa ato gimana?” tukas Alya.

“Ah, nggak. Kalo tentang kamu sih, semua aku inget…,” gurau Basuki setengah merayu. Alya tertawa kecil mendengarnya.

“Eh, ini, ada sedikit buat Ibu,” Basuki mengangsurkan kantong plastik yang dibawanya.

Alya menerimanya sambil melihat ke dalam plastik yang berisi kotak kardus kecil. “Lho, kok repot-repot? Nggak usah kali Mas… tapi makasih ya…”

“Ya iya lah… Aku harus bawain… buat nyogok, kan aku mau nyulik anak perawannya?” ujar Basuki sambil melangkah masuk.

“Aduh, anak perawan, berarti kamu penyamunnya dong?” ujar Alya tergelak mendengar gurauan Basuki yang jadul. Untung ia suka sastra, sehingga pernah membaca buku “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya

Mereka berdua melangkah ke teras. Basuki dipersilahkan duduk dan Alya melangkah masuk hendak meletakkan pemberian Basuki di atas meja makan. Ia lalu ke dapur dan membuatkan minum bagi Basuki, seraya mencarikan piring untuk penganan yang dibawanya. Ketika ia selesai, ibunya pun keluar kamar. Sudah berganti pakaian yang lebih layak dan sedikit memulas riasan di wajahnya. Terlihat segar dan cantik. Kecantikan alamiah yang menurun kepada putri tunggalnya.

“Sudah dibuatkan minum?” tanya sang ibunda.

“Ini… lagi mau dianterin,” jawab Alya.

“Ya sudah… ayo, bareng ke depan…,” ajak ibunya.

Alya pun mengikuti ibunya yang melangkah lebih dulu. Sesampai di ruang tamu, ternyata tidak ada orang sehingga ibunya pun menegur, “Lho, kok nggak disuruh masuk?”

“Di teras Bu…,” jawab Alya.

“Ya jangan dong. Di sini, ayo, suruh masuk temanmu,” ujar ibunya seraya menyalakan lampu.

Alya meletakkan baki berisi gelas minuman dan piring berisi makanan kecil di atas meja, dan melangkah ke ambang pintu teras seraya mengajak, “Mas Basuki, masuk yuk…”

Dengan sigap, Basuki pun berdiri dan melangkah ke pintu. Begitu ia melewati pintu, Alya mundur, membuat Basuki langsung berhadapan dengan ibu Alya yang sudah berdiri menunggu.

“Mas Basuki, kenalin ini ibuku…Bu, ini Mas Basuki yang tadi Alya ceritain…,” ujar Alya memperkenalkan keduanya. Basuki pun maju tiga langkah dan menunduk, mencium tangan ibu Alya dengan takzim.

“Nepangaken Bu, piyantun dalem Basuki Bu, nyuwun duko menawi dalem nggangu puniko,” ujar Basuki.

Ibu Alya takjub karena Basuki menyapa dengan bahasa Jawa halus alias kromo inggil, “Lho, nak Basuki saget ngendiko coro Jawi toh?”

“Injih Bu…, lha wong dalem meniko nggih tiyang Jawi…,” jawab Basuki memberikan informasi bahwa dirinya memang orang Jawa.

“Saking pundi aslinipun Nak?” tanya ibu Basuki menanyakan asalnya.

“Dalem meniko tiyang Solo, Bu…,” jawab Basuki, menyebutkan asalnya yang asal Solo.

“Lho, lha piyantun Solo, saking kraton inggil… pantes alus…,” ujar Ibu Alya tampak senang.

“Nggih mboten ndalem kraton Bu… namung Bapak meniko kagungan dalem wonten mriko…,” ujar Basuki menjelaskan.

“Oooh… Bapak-Ibu tasih sugeng Nak Basuki?” tanya Ibu Basuki menanyakan kondisi orangtuanya.

“Tasih wonten sedoyo, alhamdulillah…,” jawab Basuki.

“Lah niki Alya bapakipun sampun seda, mung sak niki kulo wonten garwo sambungan…,” terang Ibu Alya.

“Nggih… menawi kados meniko, bapak wonten?” tanya Basuki.

“Oh, mboten wonten. Mbo’bile enjis kados mrikinipun,” terang ibu Basuki.

Alya bingung. Ia meski tentu saja juga orang Jawa, tapi tidak bisa berbahasa Jawa halus atau kromo inggil. Ia hanya mampu berbicara bahasa Jawa pasaran atau biasa disebut ngoko.

Maka ia pun menukas, “Eh, udah-udah… Ini kok malah wayangan sih?”

“Lah kamu… disuruh belajar bahasa Jawa malah ndak bisa-bisa sampe udah gede gini…,” tegur ibunya.

“Aaah… Ibu. Aku kan bisa bahasa Jawa, cuma ya nggak gitu…,” ujarnya merajuk.

“Iya. Ngoko. Bosone bakul,” ujar ibunya.

“Ih, udah ah. Dicela melulu, ayo Mas, duduk…,” ajak Alya mempersilahkan Basuki duduk.

Basuki pun tertawa melihat Alya yang seperti dimarahi ibunya. Ia tahu dari pertemuan sebelumnya bahwa ibu Alya adalah orang Jawa, sementara ayahnya orang Minang. Perpaduan itu menghasilkan Alya yang cantik, bermata agak sipit dan berkulit putih seperti orang Minang, tetapi berperilaku halus seperti orang Jawa.

(Bersambung besok)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada AsaDalamCinta (Sinopsis&TautanKisahLengkap)

———————————————————————

Foto: AntonoPurnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun