Mohon tunggu...
Guruh burhanto
Guruh burhanto Mohon Tunggu... Bismilah

Berusaha menjadi baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melihat kasus johnye deep dari sudut pandang matt walsh penulis what a women (2022)

18 April 2025   10:13 Diperbarui: 18 April 2025   10:13 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Matt Walsh: Maskulinitas, Perlawanan terhadap Feminisme, dan "Zaman Woke yang Bobrok"

Di tengah gelombang kebangkitan ideologi progresif yang kini merasuki hampir semua lini kehidupan sosial, budaya, dan politik, ada suara yang keras dan penuh tantangan. Suara itu datang dari seorang pria bernama Matt Walsh, seorang jurnalis konservatif dan penulis yang dikenal karena pandangannya yang keras terhadap feminisme, ideologi woke, dan apa yang ia sebut sebagai dekadensi moral. Lewat media konservatif Daily Wire, Walsh menjadi tokoh yang tak bisa diabaikan. Ia menulis dan berbicara dengan penuh semangat mengenai maskulinitas yang menurutnya terancam oleh pergeseran nilai sosial saat ini.

Bagi Walsh, maskulinitas bukan sekadar identitas atau perilaku---ia adalah nilai luhur yang harus dipertahankan dari serangan-serangan yang datang dalam berbagai bentuk. Dalam analisisnya terhadap budaya saat ini, khususnya dalam kaitannya dengan feminisme, cancel culture, dan peran laki-laki dalam masyarakat, Walsh menyajikan pandangan yang mengusung tema besar tentang perlawanan. Perlawanan terhadap feminisme radikal yang ia sebut sebagai "gerakan kebencian terhadap laki-laki," perlawanan terhadap budaya yang ia anggap berusaha menghancurkan nilai-nilai maskulin yang sejati.

Feminisme Sebagai Gerakan Pembenci Laki-laki

Di banyak tayangan dan tulisan Walsh, satu pesan yang selalu terulang adalah bahwa feminisme modern telah bertransformasi menjadi sesuatu yang jauh berbeda dari gerakan awal yang bertujuan untuk kesetaraan gender. Bagi Walsh, feminisme tidak lagi menjadi perjuangan untuk hak perempuan, melainkan telah menjadi gerakan dendam yang mengarah pada penghancuran nilai-nilai maskulinitas. Feminisme, menurutnya, tidak hanya menuntut kesetaraan, tetapi menuntut dominasi perempuan dan demonisasi laki-laki.

Dalam dunia yang diperjuangkan oleh feminisme radikal, maskulinitas yang sehat dilihat sebagai ancaman. Laki-laki, di mata banyak feminis, bukan lagi individu yang mampu memberikan kontribusi positif pada keluarga atau masyarakat. Sebaliknya, mereka dipandang sebagai predator yang selalu mengintai kesempatan untuk menyakiti perempuan. Narasi ini, menurut Walsh, telah menciptakan ketakutan yang mengakar dalam masyarakat, di mana laki-laki dihantui oleh tuduhan tanpa bukti dan dipaksa untuk menahan diri, bahkan dalam situasi yang memerlukan pembelaan diri.

Walsh menggambarkan dunia ini sebagai tempat di mana laki-laki diajarkan untuk takut untuk tampil sebagai diri mereka sendiri. Mereka hidup di bawah bayang-bayang stigma misoginis, di mana segala upaya untuk membela hak atau martabat mereka dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap perempuan. Dalam pandangan Walsh, inilah yang terjadi ketika ideologi feminis yang terlalu radikal menguasai diskursus publik.

Johnny Depp: Martir Maskulin

Kasus hukum antara Johnny Depp dan Amber Heard memberikan Walsh bahan bakar untuk salah satu serangannya yang paling tajam terhadap feminisme dan sistem hukum yang ia anggap bias. Bagi Walsh, Johnny Depp bukan hanya seorang pria yang terlibat dalam konflik pribadi, tetapi ia adalah simbol dari pria yang terperangkap dalam sistem yang tidak adil. Dalam konteks ini, Depp bukan hanya aktor yang terlibat dalam pertempuran hukum dengan mantan istrinya---ia adalah martir yang berjuang untuk martabat laki-laki di tengah dunia yang lebih sering berpihak pada perempuan dalam kasus kekerasan domestik.

Dalam pandangan Walsh, kasus ini menunjukkan bagaimana sistem hukum telah terdistorsi oleh opini publik yang didorong oleh feminisme. Bagi Walsh, ketika seorang perempuan mengajukan tuduhan, bahkan tanpa bukti yang jelas, opini publik langsung berpihak kepadanya. Sebaliknya, ketika pria menjadi korban, ia sering kali dipandang sebagai pelaku dan dicemooh, terutama jika mereka berusaha membela diri. "Jika Johnny Depp tidak kaya dan terkenal," katanya, "hidupnya akan hancur sepenuhnya." Ini bukan hanya tentang Depp, tetapi tentang pria biasa yang tidak punya cukup kekuatan atau suara untuk menghadapi ketidakadilan yang sama.

Walsh melihat ini sebagai contoh bagaimana budaya yang kini mengarah pada cancel culture memaksa laki-laki untuk diam dan tunduk, menghindari perlawanan agar tidak dihancurkan secara sosial dan reputasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun