Mohon tunggu...
Bey Sapta
Bey Sapta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

sharing is believing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilihan Walikota Bandung: Demokrat Gemuk, Golkar Galau

18 Maret 2013   09:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:34 2294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Eki Akhwan (http://www.bandungdailyphoto.com)

Masih belum dingin suasana pilgub Jabar, kini Bandung bersiap menggelar pemilihan walikota untuk periode 2013-2018. Sampai akhir masa pendaftaran calon, 8 pasangan secara resmi menyatakan maju untuk menjadi orang nomor satu di kota berpenduduk 2,5 juta jiwa itu. Empat pasangan maju dari jalur independen, sementara parpol-parpol terpolarisasi kepada empat pasang bakal calon. Berikut gambaran 4 pasang calon dari parpol serta konstelasi koalisinya.

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: Eki Akhwan (http://www.bandungdailyphoto.com)"][/caption]

Edi-Erwan, koalisi Gemuk Demokrat dkk

DPP Partai Demokrat secara mengejutkan hanya menempatkan Ketua DPRD Bandung yang juga ketua DPC Demokrat kota Bandung, Erwan Setiawan sebagai calon wakil walikota, mendampingi Edi Siswadi. Edi saat ini menjabat Sekda Kota Bandung, yang sebelumnya dikabarkan didukung oleh Golkar dan partai-partai kecil non-parlemen. Keputusan DPP PD ini mengingatkan kita pada fenomena Nachrowi Ramli dalam Pilgub DKI lalu, kader dan ketua DPD Demokrat DKI Jakarta yang ditempatkan di posisi ban serep untuk Fauzi Bowo, serta Iwan Sulanjana ketua DPD Jawa Barat yang digusur Dede Yusuf dalam pilgub Jabar. Lucunya, dalam kesepakatan dengan Demokrat itu, Edi tidak membawa gerbong partai yang semula mendukungnya. Golkar ia tinggalkan. Edi memilih berlabuh di partai penguasa, serta menggandeng PPP, Hanura, PKB, PKPI dan PPRN. Dibanding pasangan lain, Edi-Erwan berhasil menggondol suara dukungan parpol paling besar, mencapai hampir 50%.

Dukungan parpol yang gemuk ini dan keberhasilan menggeser Erwan ke posisi calon wakil membuktikan kepiawaian Edsis menggalang dukungan politik, sekaligus juga kekuatan sumber daya dan jaringan yang dimilikinya di elit politik partai. Untuk Demokrat, sudah pasti lobinya sampai ke tingkat pusat, karena akhir Februari silam DPC Demorat bulat menyokong Erwan ke kursi Bandung 1.

Edi meniti karir di birokrasi dari bawah sejak lulus dari APDN (sekarang IPDN). Ia menjabat Sekda Kota Bandung sejak 2006, mendampingi walikota Dada Rosada. Posisinya yang strategis di pemkot membuat sosok kelahiran 50 tahun silam itu banyak dikenal kalangan birokrat dan tokoh masyarakat. Selain sebagai birokrat tulen, ia juga dipersepsikan sebagai akademisi karena berhasil meraih gelar S3 dari Universitas Pajajaran. Dalam beberapa survei menjelang pilwalkot Bandung, nama Edi selalu bertengger di urutan pertama, mengalahkan wakil walikota Ayi Vivananda. Namun Edi sempat terganjal kasus korupsi Bantuan Sosial Pemkot Bandung yang telah membuat ajudannya divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan yang berlangsung lebih satu setengah tahun dan menyita banyak perhatian warga.  Bersama walikota Dada Rosada, Edi sempat berkali-kali diminta Jaksa untuk dihadirkan sebagai saksi di persidangan. Saat itu ia mengakui Dalam kesaksian tadi Edi mengakui telah menandatangani surat perintah membayar (SPM) dana Bansos untuk Luthfan Barkah, ajudannya yang kini menjadi salah seorang terdakwa kasus ini (http://www.merdeka.com/peristiwa/wali-kota-bandung-jadi-saksi-korupsi-bansos.html). Edi juga mengaku tidak mengecek apakah uang Bansos yang diterima Luthfan itu sampai ke masyarakat yang berhak atau tidak.

Erwan, seperti juga Nara di Jakarta, adalah sosok yang paling berjasa memenangkan Demokrat di Bandung dalam Pemilu 2009 silam. Dalam kiprahnya sebagai ketua DPRD, kritik pedas mengarah kepadanya saat memaksakan nama Gelora Rosada sebagai salah satu alternatif untuk stadion sepakbola Gedebage kebanggaan warga Bandung, meskipun hasil kajian tim ahli dari UNPAD yang resmi ditunjuk DPRD tidak memasukkan nama itu dalam pilihan nama yang  dilemparkan kepada masyarakat untuk dipilih. Bagaimanapun anjing menggonggong kafilah tetap berlalu: nama gelora Rosada tetap masuk dalam polling.

Edi Khianat, Golkar Galau

Selain Erwan, yang juga gigit jari adalah Ketua DPC Golkar, Asep Dedi Riyadi. Ia pun tak didukung pengurus pusat partainya yang malah menunjuk MQ Iswara, sekretaris DPD, untuk jadi balon Bandung 1.  Sekjen DPP Golkar Idrus Marham membenarkan hal ini kepada inilah.com (14 Maret 2013). Mungkin Asep dieliminasi karena pernah blunder ikut mendeklarasikan Edi Siswadi sebagai cawalkot di lapangan Gasibu 3 Maret silam. Berharap berduet mesra, Edi – yang juga kader Golkar - justru balik badan berlabuh ke perahu Demokrat. Kepada inilah.com, Asep mengaku sudah menjalin komunikasi dan akan berpasangan dengan Edi Siswadi sejak dua tahun lalu. Bahkan rela menjadi pendamping Edi Siswadi demi memajukan Kota Bandung.

"Saya sebagai Ketua DPC yang punya partai dan punya kursi, tetapi secara sukarela diserahkan kepada Edi Siswadi. Tetapi setelah berkorban dan berjuang ke DPP, Edi malah mengundurkan diri," ujar Asep. Dalam kesempatan itu, Asep memperlihatkan beberapa berkas, diantaranya surat kesepakatan sampai surat pengunduran diri Edi Siswadi. Salah satunya Surat Keputusan DPP Partai Golkar mengusung Edi Siswadi pada 4 Maret 2013.

EdSis sendiri mengakui manuvernya itu semata-mata berdasar kalkulasi politik demi memenangi kursi walikota. “Saya hanya ingin diusung Golkar dengan target menang, jika tidak sesuai dengan kondisi real saat ini atau justru akan berbahaya bagi kemenangan Golkar maka saya mengambil sikap ini,” kata Edi melalui pesan singkat, Kamis (14/3), kepada fokusjabar.com.

Golkar yang hanya memiliki 6 kursi di DPRD membutuhkan koalisi dengan partai lain untuk memenuhi persyaratan minimum 15% suara. Iswara segera bergerak cepat menggalang koalisi dan mencari figur pendampingnya. Hampir terancam tak memenuhi syarat untuk memajukan calon, akhirnya di detik-detik terakhir Golkar berhasil menggandeng partai-partai kecil non parlemen yang semula ingin mengusung Ridwan Kamil. Golkar dan koalisinya meraih dukungan 15,8% suara parpol. Selain repot menggalang koalisi, kerepotan Golkar setelah ditinggal EdSis juga tampak dari pasangan yang akhirnya dimajukan, yakni Iswara-Asep Dedi; keduanya kader Golkar.

"Saya dan Pak Asep bukan orang baru, sudah bersama-sama selama 30 tahun dan kenal satu sama lain," kata Iswara kemarin kepada pers.  Insinyur pertanian jebolan Unpad ini dipandang telah matang sebagai aktivis dan politisi sehingga DPP Golkar tak ragu mengusungnya jadi Bandung 1. Iswara saat ini menjabat Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Barat. Pengalaman organisasinya matang di KNPI. Tahun 1999 menjadi anggota DPRD termuda di Jabar; ia pun aktif membina cabang olah raga voli sebagai ketua pengurus daerah PBVSI Jabar.

Ayi Vivananda – Ibu Walikota : Dinasti Petahana

PDIP dipastikan akan mengusung wakil walikota petahana, Ayi Vivananda untuk bertarung.  Ayi akan bersanding dengan istri walikota Bandung sekarang, Nani Dada Rosada. Agaknya Ayi merasa cocok dengan dinasti Rosada ini sehingga setelah 5 tahun mendampingi sang Bapak, kini ia memilih berpasangan dengan Ibu Walikota. Untuk pasangan ini, PDIP akan berkoalisi dengan PAN.  Ketua DPD PAN Bandung Juniarso mengatakan, ditetapkannya pasangan Ayi Vivananda-Nani Rosada sebagai calon yang diusung PAN merupakan bentuk apresiasi PAN terhadap keinginan warga kota Bandung untuk melanjutkan pembangunan di kota Bandung.

"Ayi punya pengalaman sebagai wakil selama 5 tahun, sedangkan Nani Rosada sudah mempunyai modal selama menjadi istri Walikota Bandung," papar Juniarso.

Sebelum jadi wakil walikota, Ayi adalah ketua fraksi PDIP di DPRD Jawa Barat. Pria kelahiran tahun 1967 ini menuntaskan studi di Fakultas Hukum Unpad tahun 1992, kemudian berkiprah sebagai pengacara di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, sebelum membangun kantor pengacara sendiri tahun 1998. Ia juga aktif di bidang lingkungan dan pernah menjabat sebagai eksekutif di Walhi. Meski demikian, selama menjadi wakil walikota, Ayi belum berhasil menanggulangi masalah sampah dan minimnya ruang terbuka hijau di Bandung.

Nani Rosada lebih dikenal masyarakat karena posisinya sebagai istri walikota petahana. Sulit memisahkan prestasi pribadinya dari sepak terjang suaminya. Motivasi untuk melanjutkan kebijakan suaminya sangat jelas; barangkali diilhami oleh keberhasilan kota tetangga, Cimahi, yang kini dipimpin istri walikota lama yang tidak bisa maju lagi karena sudah memimpin 2 periode. Namun Nani Rosada terbukti punya keberanian ekstra. Di saat Kementrian Dalam Negeri dan DPR sedang berpikir keras membatasi politik dinasti di daerah, Nani dan PAN justru maju menentang arus!

Ridwan Kamil – Oded MD : Kawinnya Ketokohan dengan Militansi Partai

Tokoh muda Bandung, Ridwan Kamil akhirnya mendeklarasikan kesiapannya menjadi calon Walikota Bandung 2013-2018.  Beberapa bulan terakhir ini arsitek dan aktivis penggerak  kreativitas kota ini banyak didekati partai politik untuk dipinang. Pria yang baru saja meraih penghargaan internasional di bidang Urban Leadership ini oleh Gerindra dan PKS. Sebetulnya PKS memiliki cukup kursi untuk memajukan calon sendiri, namun bagaimanapun dalam politik semakin luas dukungan tentu semakin baik. PKS akan menyandingkan Ridwan Kamil dengan Ketua DPD PKS Bandung Oded M Danial.

Munculnya Kang Emil yang telah memiliki track-record yang diakui di dunia internasional memunculkan kembali harapan untuk Bandung yang lebih baik. Bandung perlu pemimpin yang mau bekerja, beberes  (berbenah), karena Bandung kini penuh dengan masalah. Bandung tidak ingin pemimpin yang ingin dilayani, tapi ingin yang mau bersama-sama seluruh warga membangun Bandung menjadi kota harapan yang memberikan kesejahteraan dan kenyamanan hidup.  Di saat tokoh-tokoh lain yang sudah lama memegang berbagai posisi strategis di Pemerintahan tidak mampu membawa perbaikan dalam kehidupan warga kotanya, Kang Emil hadir dengan karya nyatanya sudah dirasakan sebagian masyarakat Bandung.  Melalui Bandung Creative City Forum ia berhasil menyulap kampung preman di Blok Tempe, Babakan Asih, menjadi kampung asri dengan sentuhan seni, dan menjadi salah satu ikon wisata jalan-jalan di Bandung. Ia juga menggagas gerakan pemanfaatan lahan kosong di perkotaan untuk berkebun; memenuhi kebutuhan sayur-sayuran warga secara mandiri sekaligus menghijaukan kota. Gerakan yang diawali di Bandung ini telah menyebar ke seluruh Indonesia, menjadi trend yang melibatkan masyarakat dari segala kalangan dan usia. Kang Emil meraih keahlian dalam perencanaan dan desain kota dari universitas terkemuka di Amerika Serikat, karya-karyanya menghiasi puluhan kota besar di dunia. Namun ia lebih suka jika rakyat kecil yang menikmati ide dan kreativitasnya dengan keringat mereka sendiri lewat semangat  kebersamaan dan gotong-royong dengan berbagai pihak.

Dalam deklarasinya, Emil bertekad mengembalikan kejayaan kota Bandung melalui kekompakan dan kepedulian warganya. “Bandung diciptakan sebagai kota percontohan. Kota ini dihormati sejak sejarahnya ada, sehingga konferensi Asia Afrika diselenggarakan di sini!” serunya.

Kemarin, saat menerima Urban Leadership Award di Amerika Serikat, bersanding dengan berbagai tokoh pemimpin perkotaan dari seluruh dunia, ia menyempatkan diri mengirim pesan ke dalam negeri: “Dari Bandung untuk dunia, insya Allah bisa!”

Pasangannya, Mang Oded, tokoh yang berjasa membesarkan PKS di Bandung. Sayangnya Oded bukanlah figur yang dikenal luas di Bandung. Meski mirip Golkar dan Demokrat, di mana orang nomor satu partai di daerah hanya menduduki kursi calon wa-wali, sikap Mang Oded jauh berbeda. Ia mempunyai sikap lebih mementingkan kerja daripada jabatan.   “Prinsip saya sebagai kader PKS, disuruh maju akan lari dengan siapapun. Tetapi kalau disuruh diam, saya siap mengamankan dan memenangkan. Pokoknya Bandung harus menang!” ujarnya kepada detikBandung, 13/03/2013. Apalagi Kang Emil bukanlah tokoh yang baru dikenal oleh kalangan PKS; selain rekam jejaknya terpateri di mana-mana, juga PKS memang sejak awal sudah meliriknya untuk dipinang. Apalagi belakangan hasil survei mengindikasikan Emil memiliki elektabilitas lebih tinggi.

Kita harus angkat topi kepada PKS dan Gerindra, pemilik kursi yang tidak memaksakan memajukan tokohnya sendiri, justru membuka diri untuk munculnya tokoh di luar partai yang dianggap terbaik untuk warga Bandung. Pada pasangan ini kita bisa melihat kawinnya kapabilitas seorang tokoh dengan militansi mesin partai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun