Ryundara mendatangi sebuah sudut ruang gelap. Penuh rasa yakin, Ia mendatangi sisi itu, bukan di sudut-sudut lainnya yang sebenarnya lebih banyak menerima cahaya. Ryundara menarik nafasnya dalam-dalam, menahan rasa yang terasa akan meledak di dadanya. "aku harus selalu menemui lelaki gagal itu!".
Lelaki itu duduk termenung, menundukkan kepalanya, terlihat lesu dengan tatapan mata yang sayu. Ryundara memandang lelaki itu tanpa rasa simpati, tak juga merasa perlu menjaga hati. Ryundara terlalu membenci lelaki itu.
Tanpa ragu, Ryundara berteriak,"Hei manusia gagal, bersembunyipun dirimu di ruang gelap ini, bau busukmu akan selalu membuat setiap orang menyadari keberadaanmu!". Lelaki itu tak mengindahkan sumpah serapah Ryundara.
Ryundara tak mampu menahan dirinya, dan Ia pun tak merasa perlu menjaga amarahnya. Hari ini, aku tidak akan membiarkan ini terus berlarut menjadi beban, ujarnya dalam hati. Lelaki lesu itu bergerak pelan, mengangkat dagunya, memincingkan matanya, menatap Ryundara. "Jika aku adalah kegagalan, terangilah aku atau akhiri saja perjalananku!", teriak lelaki itu berupaya sekuat tenaga, namun hanya terdengar lirih.
"Untuk apa aku membantumu?" tanya Ryundara.
"Untuk apa? Bertahun-tahun kamu mengutarakan kebencianmu padaku, menyiarkan seluruh kegagalanku! Untuk apa?" teriak lelaki lesu itu lirih menahan perih.
"Kamu tanya untuk apa? Tentu untuk menegaskan kepadamu, bodoh! Bahwa kamu adalah kegagalan!" murka Ryundara, "Tapi kamu tak perlu risau, kita telah sampai di titik akhirnya."
Ryundara mengeluarkan sebuah pisau tajam dari dalam tasnya. Ia tancapkan ujung pisau tajam itu tepat di dada kanannya tanpa keraguan. Ryundara menghembuskan nafas terakhirnya. Namun anehnya, Ia masih melihat lelaki lesu itu, bukan dipikirannya tapi di hatinya. Lelaki lesu itu bertanya," kenapa?"
"Aku ingin menjadi bukti penghujung perjalanan mendungmu, kematianku akan menjadi puncak segala kegagalanmu! Aku menghukummu!"