Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah Selayaknya Bertutur, Mengalirlah Energi Kebaikan

Berbagi pengalaman, kesempatan dan cerita sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menjaga Ingatan Masa Kanak-kanakmu, Le

10 Mei 2021   05:45 Diperbarui: 10 Mei 2021   16:21 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Minggu siang yang panas, rasanya lebih nyaman berada di rumah saja, tetapi kaki ini harus melangkah keluar, demi menunaikan tugas. Sebenarnya tugasku tidak berat, malah menyenangkan karena menuju toko kue mengambil pesanan.

Beberapa hari ini aku berusaha mencari kesempatan untuk berbicara dengan anakku, si ABG tanggung itu. Anak yang sudah tidak mau didekati mamanya, juga ayahnya. 

Sesekali aku mencoba masuk kamarnya, wajahnya lantas ditekuk, merengut, seolah gak mau ada orang lain masuk area teritorial kekuasaannya. 

Apalagi saat kami ingin berbicara santai dan ikut tiduran di kasurnya, bahasa gaulnya, nguyel-uyel,  langsung pasang ancang-ancang, tak memperbolehkan tubuh kami mendekat.

Aku mengamati sikapnya mulai berubah setahun belakangan ini. Waktu SD dan SMP awal, masih menyenangkan untuk diajak berkegiatan bersama. 

Ya, saat belum pandemi memang pilihan kegiatan lebih menarik, tak berkutat hanya di dalam rumah. Nah, sejak masa pandemi ini, sikapnya makin tertutup karena mulai pagi sampai siang bersekolah daring di kamarnya, ada juga kegiatan les yang menggunakan metode daring, praktis kegiatannya lebih sering di dalam kamar. 

Aku ingat betul, zaman SD, kami selalu bepergian dengan motor, tubuh mungilnya setia bersamaku. Helm berstiker Superman itu jadi teman perjalanan ke sekolah, tempat les, gereja, toko kue, warung, toko benang atau sekedar putar-putar kota yang kecil ini. Dia senang  bepergian, apalagi kalau bisa memilih jajanan tertentu, makin senang dia. 

Nah, ultahnya yang ke-11 waktu lalu malah kami berhujan-hujan menuju tempat makan kesukaannya, walaupun berbasah-basahan, dia enjoy saja karena tahu akan dirayakan hari jadinya. Bagi keluarga kami, ultah memang tak harus mewah, tetapi ada peringatan agar tidak lupa. Bahkan, ultahnya yang ke-10 saat itu, dia rela tidak tidur menungguku sampai rumah setelah perjalanan dari Lampung. 

Dia sudah bersiap dengan piyamanya, menyambutku pulang demi segera tiup lilin dan potong kue. Baginya, ultah itu berarti  kegembiraan bertiga untuk bernyanyi, berdoa, potong kue dan menerima hadiah yang ditunggu.

Ingatan perayaan ulang tahun di tahun-tahun lalu itu tak membuat dia bergeming, dia sudah bilang gak mau kado apa-apa, gak mau dirayakan, gak perlu mengundang saudara atau teman-temannya. Benar-benar tidak mau! Ayahnya sudah beberapa kali bertanya, "mau apa Le?", dia tetap mengatakan, "aku gak kepengen apa-apa."

Akulah yang ngotot beli kue, sebenarnya. Aku hanya ingin dia tak bersedih jika nanti dewasa, ada momen ulang tahun yang tidak istimewa. Maka, dengan mengubah alur cerita, aku pun mengatakan, "ini untuk memperingati perjuangan mama melahirkanmu, berterima kasih pada Tuhan bahwa kau hadir dengan cara yang istimewa, mengingat saat ke RS, ayahmu masih asyik meeting sehingga mama harus diantar Eyang." Jadi kalau saat ini dia tak merasa perlu ulang tahun, akulah yang ingin tetap merayakannya, demi ingatan sepanjang masa, masa kanak-kanaknya bahagia.

Kini aku harus bersiap mendampingi anak remajaku, mengenal ciri-ciri remaja seperti yang diteliti para pengamat tumbuh kembang anak. 

Mencoba mengingat-ingat materi kuliah Psikologi Perkembangan, tentang tahapan perkembangan remaja yang salah satu cirinya "masa bergejolak", masa beradaptasi dengan perubahan fisik yang dialami, mempelajari nilai-nilai yang berlaku dan membangun harapan, minat dan ciri-ciri lain yang penting diamati para orang tua. 

Tampaknya, nilai baik pada mata kuliah itu tak semudah proses mendampingi ABG ini. Mama harus belajar dengan orang tua lainnya yang telah berhasil melampaui tahapan remaja ini sebagai media belajar. 

Kalau bertanya pada buku, jawabannya ya hanya di buku. Tapi, berdiskusi dengan orang tua lain, bisa mendapatkan tip praktis untuk bisa menikmati masa ulang alik ini. 

Badannya yang menjulang tinggi sudah seperti kami orang dewasa, pemikirannya masih labil karena keinginan coba-cobanya.Ya, betul banget, sekarang dia sudah melewatiku, hampir setinggi ayahnya, sepatunya sudah berganti ukuran sehingga saat ini sepatunya bisa kupakai, hehehe. 

Kamilah yang harus belajar cara komunikasi dengan anak remaja, mencoba memahami apa kesukaannya, mengarahkan tanpa menyuruh yang pasti tidak disenangi karena dia sudah mulai tegas menyampaikan keinginannya. Tidak semua yang kami pikirkan sesuai untuknya, diterima olehnya. 

Kini, saatnya dia memilih jalan yang mau ditempuh, mencoba mengembangkan minat dan ketertarikan pada bidang tertentu. 

Rupanya, petuah Ki Hajar Dewantara, sesuai sekali untuk pengasuhan anak-anak. Kamilah yang harus belajar pada anak-anak, mengenali kebutuhannya dan membantu perkembangan jiwanya, raganya, norma-norma harus menjadi teladan bukan sekedar kata-kata....makin teringat aku dengan kata-kata beliau, Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. 

Kamilah pendidik yang harus menjadi teladan, membimbingnya, memotivasinya, karena semua memang bermula dari sekolah, di rumah.

Selamat memasuki masa remajamu, Le. Selamat ulang tahun. Berkah Dalem. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun