Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah Selayaknya Bertutur, Mengalirlah Energi Kebaikan

Berbagi pengalaman, kesempatan dan cerita sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yuum, Zoom dan Iyuk (Edisi BdR)

6 Mei 2021   08:25 Diperbarui: 7 Mei 2021   18:35 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Digital painting created by MamajekisRecording

"Yu, aku mau ke sekolah ngantar Tole foto untuk ijazah." "Ya mba, ini tadi Nanang juga yuum di rumah." Yuum...dalam hati aku lagi mikir, ini kegiatan apa ya. Iyuk meneruskan menjemur baju di halaman belakang, sementara aku masih melepas sepatu setelah jalan pagi.

Hari ini jadi hari yang dirindukan, tepatnya dijadwalkan untuk ke luar rumah. Selama pandemi, hanya 3 kali kami ke sekolah, itu pun tak berjumpa para guru, hanya pak satpam di gerbang sekolah karena harus mengirim berkas-berkas untuk ujian akhir. Ya, tahun ini menjadi babak akhir sekolah di tingkat SMP bagi Tole. Sejak kelas dua lalu sudah menjadi Belajar dari Rumah (BdR) karena Covid-19.   

Kondisi anak-anak di tingkat akhir baik SD/SMP/SMA semua mengalami dampak karena pandemi. Sekolah tidak efektif karena BdR hanya memungkinkan pengajaran dari video atau materi bacaan dari PPT, tidak ada pendampingan secara individual atau memantau secara langsung seperti waktu tatap muka. Guru memang menyiapkan bahan ajar dengan baik, memanfaatkan teknologi untuk bisa berinteraksi dengan anak, tetapi cara ini tidak mudah untuk memberi penjelasan saat anak mengalami kendala tidak tahu pada bagian-bagian tertentu.

Sekali waktu aku mengamati proses belajar yang menggunakan Google Meet, suasana sepi, tak nampak keceriaan anak-anak seperti belajar di kelas. Anak-anak hanya tampil di layar kotak yang kecil, senyum tak kelihatan, malah beberapa layar tak menampilkan wajah anak. Nah, salah satunya layar anakku, dia paling tidak suka menghidupkan layar, sampai-sampai sering kena teguran di wa grup. Padahal aku tahu, dia cukup siap belajar, sudah mengenakan seragam sesuai jadwal biasanya dan berada di meja yang disiapkan untuk mengikuti proses BdR.

Ada hal yang hilang saat belajar dengan teknologi ini. Sapaan guru yang berusaha tetap tegar dan bersemangat belajar, rupanya sering tidak direspon anak-anak. Entahlah, apa anak-anak sengaja tidak meng-unmute mic di laptop atau memang tak antusias belajar dengan pola ini. Aku tahu banget, para guru juga jungkir balik mempersiapkan materi, berusaha sebaik mungkin merekam video agar bisa memberikan materi pada muridnya. Materi disajikan dengan PPT yang menarik agar dimengerti dan dipahami, tapi apakah semudah itu mentransfer ilmu dengan teknologi?

Situasi yang aku alami itu juga dirasakan oleh Iyuk, PRTku. Nanang, anak laki-lakinya yang sudah masuk di akhir masa SMA juga mengalami pembelajaran dengan teknologi. Aha, kini aku tahu arti yuum diucapkan Yuk tadi, Zoom, metode belajar daring dengan perangkat Zoom, seperti yang biasa aku gunakan kalau meeting. Oala..,rupanya Iyuk mengucapkan tidak pas, aku pikir itu aplikasi baru atau materi pelajaran.  

Suasana belajar ini jelas timpang. Aku yang bekerja dengan sistem WFH bisa sesekali mengamati dan mengikuti proses belajar daring anakku. Walau begitu, tidak semua mata pelajaran bisa aku bantu menjelaskan kalau dia kesulitan. Tugas-tugas yang harus dikerjakan sering kali meminta bantuan mbah Google untuk menjawab. Itu kondisi riil anak-anak kita saat ini. Orang tua yang cukup mampu menemani anak belajar bisa memberikan suasana belajar yang mendukung. 

Lantas bagaimana dengan anak-anak seperti Nanang yang orang tuanya tidak paham teknologi, tidak mengerti materi sekolah dan tidak punya waktu untuk mendampingi proses belajar anak? Semua jadi kerumitan tersendiri. Dulu sekolah menjadi harapan untuk "menitipkan" anak memperoleh pengajaran dan keilmuan. Kini dengan belajar dari rumah, peran guru tak bisa digantikan oleh orang tua karena gap pengetahuan dan keterampilan. Aku saja, tak mampu mengajari basa Jawa yang jadi materi lokal. Terus, bagaimana dengan orang tua seperti Iyuk yang tak memiliki kemampuan mendampingi anaknya belajar. Kondisi Iyuk lebih sulit lagi, dia buta huruf, jadi benar-benar tak mampu mengerti bahan ajar anaknya.

Pandemi ini jelas berdampak pada semua orang, semua aspek, dan pendidikan menjadi bagian penting yang harus segera beradaptasi. Kejenuhan anak-anak membuat tugas dan mengirimkan dengan berbagai aplikasi mengurangi interaksi dan komunikasi yang hangat.  Jenuh, sudah dalam tahapan itu. Maka, jadwal ke sekolah yang telah dibuat guru akan kumanfaatkan untuk Tole menghirup dunia yang nyata, tidak hanya di balik layar laptop atau hp berjumpa sosok guru atau temannya. 

Mau kemana arah pendidikan kita selama pandemi masih berlangsung? Jadi PR besar untuk kita semua, ya guru, orang tua, dan pemerintah agar tidak terjadi learning loss pada anak-anak. Ikut yuum yuk, eh Zoom untuk belajar saat ini, menanti pola belajar yang lebih tepat dan mampu mengembalikan pembelajaran yang efektif.

Beti.MC

Ilustrasi didesain dengan Canva oleh penulis.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun