Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah Selayaknya Bertutur, Mengalirlah Energi Kebaikan

Berbagi pengalaman, kesempatan dan cerita sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasa Syukur dalam Sebungkus Bothok dan Pepes

13 April 2021   08:54 Diperbarui: 13 April 2021   09:05 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang ini, kami makan bertiga. Biasanya, kami makan sendiri-sendiri. Anak makan di sekolah, suami makan di kantor, dan aku makan di mana saja. Kadang di rumah, kadang di mobil sambil menunggu jam pulang sekolah. Namun, karena kebijakan work form home (WFH) dan belajar dari rumah (BDR), semua kegiatan dilakukan dari rumah. Apa saja dikerjakan bersama keluarga.

Saat jogging tadi pagi, aku bertemu penjual bothok dan pepes dan membeli dagangannya masing-masing sebungkus untuk dibawa pulang. Jadilah kami makan siang dengan menu sayur bayam dan ayam kecap, masakan Chef Iyuk yang istimewa, plus bothok dan pepes. Bothok dan pepes adalah makanan tradisional yang sangat nikmat disantap dengan nasi hangat.  Tidak semua anak muda menyukai menu ini, termasuk anakku, Tole. Aku memperkenalkan makanan ini supaya dia tahu ada variasi makanan tradisional yang juga lezat, bukan hanya fast food yang mudah ditemui dan rasanya gurih. 

Aku memancing pembicaraan dengan menanyakan harga penganan ini kepadanya.  Dia tidak bisa menjawab, entah karena memang tidak tahu atau tidak tertarik dengan pertanyaanku. Kuceritakan bahwa harga bothok dan pepes itu 1.500 rupiah per bungkus. Ukurannya pas untuk dinikmati sekali makan. Tidak terlalu banyak, tetapi juga tidak sedikit. Mungkin inilah porsi yang pas menurut penjualnya, supaya yang membeli bisa menghabiskan dalam sekali sajian. Dan, betul juga, pas dengan ukuran makanku.

Sambil menikmati hidangan masing-masing, aku bercerita bahwa mengolah makanan ini tidaklah mudah. Makanan yang dibungkus dengan daun pisang ini makin terasa enak dengan bahan dan bumbu khas Jawa. Makanan yang dibuat dengan cara dikukus ini bisa menjadi menu pilihan bagi kami yang bukan penikmat sajian kekinian. Butuh waktu yang cukup lama untuk menyiapkan dan memasak bothok maupun pepes. Tentu lebih praktis dan ekonomis jika kita membeli yang sudah jadi sesuai kebutuhan. Rasa kangen untuk menikmati masakan rumahan pun terpuaskan.

Bukan tanpa alasan aku mengajak anakku membicarakan menu kali ini. Sebagai pembeli, mengeluarkan 1500 rupiah untuk bisa menikmati sajian yang nikmat tentu bukan hal yang berat. Kita tidak perlu memasak dan membereskan perlengkapan masak dan dapur. Tinggal menikmati, langsung makan, dan kenyang. Bandingkan jika kita harus berbelanja bahan, membuat bumbu, dan memasak sendiri. Tentu tidak bisa cepat selesai dan langsung jadi. Inilah titik perbedaannya dengan makanan siap saji. 

Aku membuka pemahaman Tole, bahwa setiap sajian yang dia nikmati dibuat dengan rasa sayang dan pengorbanan. Hal itu tidak hanya membuat lesu orang yang memasak karena sajiannya tidak laku, tetapi juga memunculkan rasa sedih karena anak terlihat kurang bersyukur atas hidangan yang tersedia. Diskusi kecil siang ini menjadi komunikasi yang kami bangun untuk memberi pemahaman pada anak tentang pentingnya rasa syukur, mengerti proses pembuatan makanan, mengenal ragam makanan tradisional, dan rasa cinta orang tua kepada anaknya.

Bothok dan pepes dibuat dengan harapan bisa memenuhi keinginan pembeli, memuaskan rasa rindu makanan emak dan mengurangi keribetan memasak, terutama bagi ibu-ibu yang tidak suka masak. Penjualnya juga berharap bisa memperoleh keuntungan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi, bothok dan pepes yang tersaji siang ini menghadirkan segudang kebaikan, kenikmatan, dan rasa syukur atas kehidupan ini.

Semoga Tole mendapatkan pencerahan dari bothok dan pepes siang ini.

Beti.MC

(Ed.Saheeda)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun