Mohon tunggu...
Beta Firmansyah
Beta Firmansyah Mohon Tunggu... Guru - Hidup dengan menebar manfaat dan kebahagiaan

Seorang guru di sekolah swasta. Katanya sih jurusan Ilmu al-Qur'an & Tafsir (IAT) dan Akidah dan Filsafat Islam (AFI), soalnya tidak terlalu mencerminkan hhee.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pelajaran dari Kotak Suara "Kardus"

18 Desember 2018   10:03 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:54 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image : republika.co.id)


Ketika saya membuka Facebook saya, saya menemukan di berandanya banyak orang memposting tentang kotak suara 'kardus'. Saya penasaran terkait hal tersebut, lalu saya cari apa yang dimaksud dengan kotak suara 'kardus'  tersebut.

Ketemulah saya dengan berita yang dirilis oleh detik.com. Dalam berita tersebut, dituliskan bahwa kardus yang digunakan oleh KPU untuk kotak suara pemilu 2019 bukan sembarang kardus, begitu kira-kira bahasa saya. Kardus yang digunakan berbahan dari duplex atau karton kedap air. 

Pikiran saya langsung tertuju pada status-status tentang kardus tersebut. Hemat saya, kesalahan mereka, kalau bisa disebut kesalahan, ketika disebutkan konsep 'kardus', misdaq (dalam bahasa logika) dari konsep kardus yang mereka rujuk adalah kardus (karena tidak boleh nyebut produk) dari mie instan atau air kemasan. Tidak salah sih, karena konsep ini muncul dari pengalaman mereka atau karena kedekatan mereka dengan misdaq dari konsep tersebut. 

Akan tetapi, yang sangat saya sayangkan adalah hal ini menambah daftar ketidakmau ribetan orang Indonesia (ingin instan, mungkin karena konsumsi mereka banyak yang instan) dalam hal menelaah informasi yang mereka dapatkan. Dengan kata lain, daya kritis masyarakat Indonesia (walau tidak maksud men-generalisasi) masih dibawah standar (lemah). Hal kedua yang saya sayangkan, karena "kebencian"  pada satu kelompok akhirnya menutup daya kritis mereka. Hal ini dibuktikan dengan, satu kelompok pendukung paslon tertentu menggunakan isu ini sebagai alat untuk menghujat paslon yang lain. Tanpa membuktikan kebenarannya terlebih dahulu. 

Statmen saya bisa terbukti dengan kita menelaah bagaimana duduk persoalan kotak suara 'kardus'  tersebut. Pertama, Kotak suara tersebut berbahan duplex. Bahan ini cukup kuat untuk menahan beban cukup besar, dan bahan inipun kedap air, artinya tidak akan rusak ketika terkena air. 

Kecuali mungkin kalau terbawa banjir. Kedua, kotak suara 'kardus'  ini sudah disepakati oleh KPU dan semua praktsi yang ada di DPR. Sehingga sebenarnya kalau mempersoalkan kotak suara ini jangan hanya kepada KPU, tetapi anda harus mempertanyakannya kepada praksi partai yang mendukung anda juga, kenapa menyetujuinya. Bukankah suara mereka suara anda juga? 

Salah anda kenapa memilih mereka, kalau anda tidak puas dengan pilihan mereka. Selanjutnya hal ini pun telah ditetapkan dalam  PKPU Nomor 15/2018 pada 24 April 2018 yang pada Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa kotak suara menggunakan bahan karton kedap air yang transparan satu sisi, yang disahkan oleh Kemenkumham. 

Pesan dari viralnya kotak suara 'kardus' adalah, petama, tidak boleh menjustifikasi sesuatu tanpa menyelidiki terlebih dahulu terkait kebenaran sesuatu tersebut, bukankah Alquran berfirman, wa la taqfu ma laisa laka bihi 'ilm (jangan berbicara terkait sesuatu yang tidak kita mempunyai ilmu tentangnya atau dengan kata lain kebenarannya). 

Dan ayat lain menganjurkan kita untuk melakukan penyelidikan terkait berita yang dibawa seseorang, yaa ayyuhaladzina amanu idza ja'a al-munafiquna binabain fatabayyanu, wahai orang-orang yang beriman jikalau orang munafik datang dengan membawa sebuah berita maka betabayunlah (klarifikasi dulu). Begitupun Alquran mengajarkan kita agar adil dalam menyikapi sesuatu, jangan sampai kebencian kepada suatu kaum (seseorang) membuat kita menzaliminya (tidak berbuat adil). 

Kita boleh berbeda dalam hal pilihan paslon, atau terkait kotak suara 'kardus' tapi jangan sampai hal tersebut menjadikan logika kita tumpul, logika kita tidak digunakan dan bahkan logika kita mati. [] 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun