Mohon tunggu...
Besse Herdiana
Besse Herdiana Mohon Tunggu... Dosen - Its me

Saya perempuan yang selalu gagal menghibur diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lajang

15 Mei 2021   21:57 Diperbarui: 15 Mei 2021   22:13 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kapan terakhir kali manusia memilih hal-hal yang sesuai dengan keinginanya? 

Bapak saya menganut politik bebas merdeka. Sebagai anak perempuan satu-satunya, saya tidak selalu ditekan dengan sejumlah aturan, maksud saya hampir menjadi anak tunggal ketika tiba-tiba ibu saya mencecoki dengan beberapa pertanyaan. Apakah saya demam ataukah tiba-tiba merasa kepanasan? 

Waktu itu saya berumur 13 tahun, saya tidak terlalu peduli dengan bentuk tubuh ibu yang berubah agak gemukan, ataukah pertanyaan-pertanyaan aneh hanya untuk memastikan mitos seorang anak akan demam atau merasa kepanasan apabila ia akan memiliki seorang adik baru sampai kemudian dia mengaku ke bapak kalau ia tengah hamil adik saya yang kemudian berjenis kelamin laki-laki.

Bapak seorang laki-laki pendiam, tidak banyak bicara. Bersama bapak sebagai individu saya selalu merdeka. Bapak tak pernah memilih dan saya tak pernah dipilihkan. Kadang-kadang bapak hanya suka didongengkan tentang akan jadi apa saya ketika selesai kuliah "akan jadi guru" kataku singkat. 

Kadang-kadang persoalan memilih ibarat lotre kalau tidak beruntung ya berarti kalah atau gagal dalam pilihan, demikian!.
adakah manusia pernah berpikir bagaimana bertanggung jawab pada setiap pilihan?memilih menjadi profesi apapun. Demikian juga ketika memutuskan dan menjatuhkan pilihan akan jadi suaminya siapa. 

Bukan hanya menitipkan daging-daging dalam tubuh perempuan dan kencing dimana-mana kemudian berlalu setelah mengucap ijab-qabul di depan penghulu dengan fasihnya, ataukah pengucapan janji suci untuk sehidup semati di depan pendeta. Relasi-relasi yang kadang membuat orang melupa akan tanggung jawabnya bahkan sengaja melupa.

Hingga saya menjelang dewasa saya selalu penasaran apakah kedua orang tua saya berbahagia dengan pernikahannya? Apakah mereka tidak pernah bosan? 

Pertanyaan-pertanyaan gila yang selalu memenuhi kepala. Tapi bukan alasan itu yang membuat saya memutuskan memeluk diri sendiri. Lembaga pernikahan selalu membuat saya bergidik ngeri. 

Narasi-narasi tentang pernikahan yang berakhir tragedi selalu tersimpan baik dalam memoriku. Kemarin Si A yang pisah ranjang. Kemarin Lalu si B di pengadilan gugat cerai suaminya padahal sudah berumur lima tahun, dan kemarinnya lagi si C terpaksa harus pisah gara-gara mertuanya, hari ini si D meninggal gara-gara traumatic suaminya yang lepas tanggung jawab. 

Saya telah kehilangan percaya akan kesakralan pernikahan. Kadang-kadang saya hanya merasa butuh laki-laki ketika kran air tiba-tiba bocor, ataukah tiba-tiba motor saya ngadat, itupun tidak akan bertahan lama ketika tukang dan mekanik bengkel menyelesaikan perkara itu dengan baik.  

Salah satu teman mengatakan kalau saya telah "mati rasa" hal itu mungkin saja ada benarnya dan mungkin juga tidak sebab berkali-kali pun saya jatuh berkali-kali dan cinta berkali-kali.  

Terakhir kali saya bersama Lim si manusia es yang keturunan tionghoa campuran jawa.  Dia mirip bapak dalam hal menghemat kata-kata. Kadang-kadang saya mendapati diri dalam kebekuan sebab dinginya. 

Lim yang selalu melihat bayangan perempuan lain dalam diriku. Bersama Lim saya paham bahwa yang bejat dan baik tidak betul-betul kelihatan baik. 

Lukanya tetap sama yang berbeda adalah cara memberikan luka. Sebelum dengan Lim saya bersama Si A tapi nyatanya saya tak pernah berhasil membunuh iblis.

Seperti yang lalu-lalu semua akan berakhir di pesta dengan ritual yang berbeda dan beragaim macam adat. Kadang-kadang di gereja kadang-kadang di gedung dan kadang-kadang di mesjid. Memberikan selamat memasang wajah ceria, lalu apalagi?? Dan sekarang saya sedang berada di sebuah perjamuan pesta.

 Pesta dari pemilik sekaleng sprite, sebut saja si P yang merupakan pelayan tuhan. Kami bertemu natal tahun lalu. Kisah yang cukup singkat, berakhir setelah membacakan sajak Aslan Abidin "Kutunggu Kau di Stasiun Kota Sodom".  Sebuah perhelatan sederhana digelar untuk merayakan pernikahannya, mengucap janji suci di depan pendeta. 

Dengan langkah pasti saya meninggalkan gereja menyusuri jalanan sepi nan dingin. Sepanjang jalan bunyi high heelsku berdetak, berirama. Entah kenapa sesuatu kembali mengusik.  

Saya terus berpikir tentang narasi seorang laki-laki yang tak pernah kehilangan imajinasi tentang perempuan dan kenangan, dia yang kini terbaring di keabadian sana. 

Dan mungkin saja sekarang dari atas sana dia melihatku. Melihatku betapa bodohnya saya, ah tidak, dia tidak mungkin mengatakan saya bodoh, dia mungkin saja akan mengatakan saya sudah melakukan hal yang benar. 

Dia yang selalu mengatakan bahwa pernikahan bukan hanya soal penyatuan, ada peristiwa besar yang turut menyertai di dalamnya. Peristiwa penyatuan antara ego laki-laki dan ego perempuan untuk sebuah kebersamaan. 

Maka benar ketika dia menyarankan untuk tidak melukakan perayaan untuk sebuah pesta pernikahan, karena katanya foto-foto yang diambil dengan kamera paling cantik akan menjelma menjadi hantu yang mengerikan manakala tujuan akan penyatuan kebersamaan itu berakhir dengan sempurna. 

Tentunya aku tidak mengharapkan hal ini akan berlaku untuk siapapun. Semua orang akan berbahagia dan saya akan tetap menghadiri perayaan emas pernikahan mereka dan tetap memeluk diri sendiri.

***

        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun