Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Maria Walanda-Maramis

23 Oktober 2015   14:35 Diperbarui: 23 Oktober 2015   22:10 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto Maria Walanda-Maramis. (Foto: id.wikipedia.org)"][/caption] Museum Kebangkitan Nasional yang terletak di Jalan Abdul Rachman Saleh, Jakarta Pusat, merupakan salah satu museum di Jakarta yang cukup sering mengadakan seminar membahas tokoh-tokoh dan peristiwa yang bersejarah yang pernah terjadi di Indonesia. Seperti yang berlangsung Kamis (22/10) saat museum yang dipimpin R. Tjahjopurnomo itu mengadakan Seminar Tokoh: Maria Walanda Maramis.

Meski ditulis “Maria Walanda Maramis” dan para pembicara dalam seminar itu juga menulis serupa pada makalah dan presentasi mereka, saya memilih menulis nama tokoh perempuan asal Sulawesi Utara itu dengan “Maria Walanda-Maramis”. Perhatikan, ada tanda – (garis penghubung) antara kata “Walanda’ dan kata “Maramis”.

Mengapa demikian? Ini untuk tidak membingungkan publik. Bila ditulis tanpa garis penghubung, karena Maria sudah bersuami, maka bisa disangka bahwa Maramis adalah nama suaminya. Apalagi mengingat kebiasaan umum, meletakkan nama suami di belakang nama istri. Padahal, sesungguhnya nama suami Maria, yang bernama lengkap Maria Josephine Catherine (ada juga yang menyebutnya Catherina), adalah Joseph Frederick Caselung Walanda.

Joseph yang mempunyai nama keluarga Walanda. Sementara nama keluarga Maria adalah Maramis. Maramis adalah ayah dari Maria, walaupun dari sumber-sumber sejarah yang ada, masih belum diketahui jelas apakah memang nama ayah Maria hanya satu kata atau ada nama depannya. Kebiasaan umum di kalangan masyarakat Minahasa dan Sulawesi Utara umumnya, nama seseorang terdiri dari nama depan, sering juga ada nama tengah yang bisa terdiri dari dua kata, dan nama belakang yang merupakan nama keluarga.

Sebenarnya, menjadi kebiasaan bagi orang-orang yang berasal dari Sulawesi Utara, khususnya para perempuan yang sudah bersuami untuk meletakkan nama keluarga mereka di belakang nama suami. Namun agar orang mudah mengetahui bahwa dia adalah suami dari X, maka nama keluarga perempuan itu ditambahkan dengan garis penghubung. Jadi misalnya nama keluarga perempuan itu Y, cara penulisannya adalah, nama perempuan itu lalu disambung dengan X-Y. Artinya, perempuan itu bersuami yang mempunyai nama keluarga X dan si perempuan itu sendiri mempunyai nama keluarga Y. Nama keluarga ini juga sering disebut Fam (Family) oleh mereka yang berasal dari Sulawesi Utara.

Hal lain yang menarik perhatian saya, ketika salah seorang pembicara menyebutkan soal nama Maria itu. Menurut pembicara tersebut, “Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Minahasa, pada 1 Desember 1872 dengan nama Maria Josephine Catherine Maramis. Nama itu adalah nama pembaptisan dari gereja”.

Memang, bagi mereka yang beragama Katolik, saat pembaptisan sering ditambahkan nama-nama Santo/Santa atau orang suci pada nama mereka. Sehingga mungkin disangka bahwa Maria adalah nama baptis bagi seorang Josephine Catherine. Padahal dari data sejarah yang ada, Maria Walanda-Maramis adalah seorang Kristen (Protestan). Bagi orang Kristen, saat dilakukan pembaptisan tidak ada tambahan nama apa pun. Jadi nama Maria Josephine Catherine memang namanya sejak lahir.

Sebagai informasi secara singkat, kata “baptis” atau “pembaptisan” sebenarnya berasal dari kata “ba’pti-sma” dalam bahasa Yunani. Berasal dari kata kerja “ba’pto” yang menerangkan proses pembenaman ke dalam air, memasukkan seorang dan mengangkatnya kembali dari dalam air. Suatu ritual dalam agama Kristen (Protestan) dan Katolik untuk menyatakan seseorang secara resmi telah dibenamkan, dibersihkan dari dosa-dosanya, dan diangkat kembali menjadi pengikut Kristus, baik dalam agama Kristen (Protestan) maupun Katolik.

Walaupun kemudian dalam perkembangannya, baptis atau pembaptisan tidak selalu dilakukan dengan membenamkan dan mengangkat seseorang ke dalam air. Ada yang cukup dengan memercikkan air ke wajah orang tersebut. Di banyak gereja saat ini, pembaptisan dilakukan pada masa seseorang masih bayi atau di bawah lima tahun, walaupun ada juga yang melakukan pembaptisan untuk orang-orang dewasa.

Tulisan ini memang tidak membahas tentang baptis dan pembaptisan, hanya memberikan gambaran umum saja kepada pembaca non-Kristen/Katolik, agar dapat lebih mudah dimengerti. Pastinya, tulisan ini juga tidak bermaksud untuk mempertangkan antara Kristen (Prostestan) dan Katolik. Saya hanya ingin mengingatkan mereka yang mendalami sejarah, agar sebaiknya lebih teliti – kalau perlu cek dan ricek – dan tidak semata-mata mengambil bahan dari satu sumber begitu saja.

Tetapi bisa saja justru saya yang salah. Bisa saja ternyata Maria Walanda-Maramis adalah seorang Katolik, dan memang nama Maria merupakan nama baptisnya. Untuk itu, tulisan ini sengaja saya muat di Kompasiana, agar mendapat tanggapan dan koreksi dari para pembaca. Begitu pula dengan cara saya yang menulis nama tokoh perempuan tersebut dengan Maria Walanda-Maramis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun