Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ke Jepang, ke Jepang

17 April 2015   16:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429264430904511509

[caption id="attachment_361302" align="aligncenter" width="510" caption="Beragam setangan leher Pandu/Pramuka. Setangan leher seperti ini merupakan salah satu ciri pada baju seragam Pramuka. (Foto: koleksi pribadi)"][/caption]

Siapa sih yang nggak ingin ke Jepang? Sebelum Korea (Selatan) “mengimpor” seni budayanya lewat K-Pop, Jepang telah lebih dulu terkenal dengan musik J-Pop. Bukan itu saja, cerita bergambar atau komik dan film-film Jepang juga telah merasuki banyak orang di dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan para produser film di Hollywood, Amerika Serikat (AS), tak segan-segan mengadopsi beberapa komik dan film Jepang, seperti Godzilla, untuk diceritakan ulang dalam produk film AS.

Itulah sebabnya, kalau ada kesempatan ke Jepang, pasti banyak yang ingin pergi ke negeri Sakura itu. Seperti saat ini, para Pandu/Pramuka dari seluruh dunia, khususnya mereka yang berusia antara 14 sampai 17 tahun, sedang bersiap-siap untuk mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia ke-23 yang akan diadakan di Jepang, akhir Juli sampai awal Agustus 2015. Memang tidak semua bisa ikut, karena biaya perjalanan dan iuran peserta tak terlalu ringan, apalagi dari negara-negara yang jauh dari Jepang, seperti Indonesia.

Untuk tiket pesawat saja, pergi dan pulang dari Indonesia ke Jepang dapat menghabiskan biaya sekitar US$ 800 sampai US$ 1000 (sekitar Rp 10 juta – Rp 12,5 juta) perorang. Belum lagi iuran peserta yang untuk negara-negara dalam kategori B seperti Indonesia, dihitung dari pendapatan perkapita negara itu dengan kategori A yang paling rendah pendapatan perkapitanya sampai kategori D yang paling tinggi, iuran tiap peserta (camp fee) mencapai 6.000 Yen (sekitar Rp 6 juta).

Itu masih ditambah lagi dengan biaya pembayaran Visa ke Jepang, perlengkapan berkemah dan lain-lain, sehingga hitung-hitung diperlukan sedikitnya Rp 25 juta tiap Pramuka Indonesia yang mau mengikuti jambore di Jepang itu. Bila tidak ada yang mendukung, misalnya dukungan dari pihak Pemerintah daerah, perusahaan-perusahaan, orangtua, dan sebagainya, memang cukup memberatkan untuk mengeluarkan tabungan sebesar Rp 25 juta dan ikut dalam jambore tersebut.

Walau pun kalau dinilai, pengalaman mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia adalah pengalaman berharga yang tidak dapat dihitung dengan uang. Pengalaman bertemu dengan sahabat-sahabat Pandu/Pramuka dari 162 negara dan teritori di dunia anggota World Organization of the Scout Movement (WOSM), bakal jadi pengalaman indah yang tak bakal dilupakan seumur hidup.

Tak heran bila orang dewasa dalam kepanduan/kepramukaan, misalnya para Pembina Pramuka, Pelatih Pembina Pramuka, dan pengurus Kwartir, juga tertarik mengikutiJambore Kepanduan Sedunia, sebagai tim kontingen atau relawan yang membantu panitia, maupun sekadar sebagai tamu yang berkunjung ke sana. Tak sedikit orang dewasa yang memang sengaja menabung pendapatan mereka, untuk dapat berkunjung ke jambore itu.

Jambore Kepanduan Sedunia memang merupakan event yang paling dinanti di kalangan Pandu/Pramuka sedunia. Acara yang diadakan setiap empat tahun sekali itu, pertama kali diadakan di London, Inggris, pada 1920. Sejak saat itu, selalu diadakan rutin tiap empat tahun sekali. Kecuali sesudah Jambore Kepanduan Sedunia ke-5 di Vogelenzang, Belanda, pada 1937, sampai sebelum Jambore Kepanduan Sedunia ke-6 di Moission, Prancis, pada 1947.

Seharusnya, pada 1941 diadakan Jambore Kepanduan Sedunia lagi. Tetapi perang antarbangsa di Eropa yang melebar menjadi Perang Dunia II, menyebabkan jambore ditunda. Baru setelah Perang Dunia II berakhir, diadakan lagi Jambore Kepanduan Sedunia pada 1947. Hampir tak putus, kecuali sekali lagi pada 1979. Seharusnya saat itu diadakan Jambore Kepanduan Sedunia di Nishapur, Iran. Tetapi pergolakan politik di dalam negeri Iran, menyebabkan acara yang paling dinanti-nanti para Pandu/Pramuka dari seluruh dunia itu dibatalkan.

Sebelum di Jepang, Jambore Kepanduan Sedunia ke-20 diadakan di Sattahip, Thailand (akhir 2002-awal 2003), lalu yang ke-21 sekaligus menyambut 100 Tahun Gerakan Kepanduan Sedunia di Chelmsford, Inggris (2007), dan yang ke-22 di Rinkaby, Swedia, pada 2011. Kini, seluruh “dunia” kepanduan, siap-siap mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia ke-23 di Kirara-hama, Yamaguchi, Jepang, pada 28 Juli sampai 8 Agustus 2015. Ungkapan “ke Jepang, ke Jepang”, kini sering disuarakan para Pandu/Pramuka dari seluruh dunia.

Dari Indonesia, Gerakan Pramuka bermaksud mengirimkan kontingen berkekuatan sekitar 300 Pramuka yang berusia 14 sampai 17 tahun (golongan Penggalang dan Penegak), ditambah sekitar 25-30 orang Pembina Pendamping dan staf Kontingen. Aka nada pula sejumlah orang dewasa dalam Gerakan Pramuka yang akan berangkat sebagai tamu (visitor) dalam jambore itu.

Di luar berbagai kemeriahan dan beragamnya kegiatan menarik di dalam jambore semacam itu, yang pasti dan selalu menarik adalah saling berkenalan dan menambah sahabat baru dari berbagai negara. Termasuk saling tukar-menukar atribut atau pernak-pernik kepramukaan. Paling sering adalah tukar-menukar badge dan pin kepramukaan, serta setangan leher.

Benda yang disebut setangan leher, kacu, atau hasduk yang dalam Bahasa Inggris sering disebut pula dengan Scout neckerchief dan Scout scarf itu, memang merupakan salah satu ciri yang paling mudah dikenali dari seorang Pandu/Pramuka. Mereka memang selalu mengenakan setangan leher dalam berkegiatan, baik ketika mengenakan baju seragam maupun kadang-kadang tanpa baju seragam pun, setangan leher tetap dikenakan.

Banyak kolektor memorabilia kepanduan yang khusus mengoleksi setangan leher dari berbagai negara. Warna-warni yang beragam dengan tambahan beragam tulisan atau gambar yang sebagian dibordir atau dicetak di atas setangan leher, memang menjadi menarik bila dikumpulkan. Kemeriahan yang sekaligus lambang persaudaraan, berbeda-beda warna dan gambar setangan leher para Pandu/Pramuka dari berbagai negara, tetapi tetap bersaudara dan saling membantu. Bersama-sama mencoba mewujudkan slogan WOSM “Scouts, creating a better world”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun