Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Kapten Haddock di Balai Kota

17 September 2016   17:42 Diperbarui: 20 September 2016   10:37 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ada Kapten Haddock,” cetus seorang ibu yang datang dengan anaknya ke acara peringatan Hari Anak Jakarta Membaca (Hanjaba) di Balai Kota DKI Jakarta, Sabtu, 17 September 2016, pagi hari.

Ibu tersebut melihat seseorang berpenampilan seperti Kapten Haddock lengkap dengan kostumnya, topi pelaut, dan pipa di mulut. Walaupun pipa itu tidak digunakan, hanya sekadar ditempelkan di mulut “sang Kapten”. Dalam istilah masa kini, orang berpenampilan seperti Kapten Haddock itu disebut cosplayer atau orang yang senang melakukan cosplaying, gabungan dua kata “costume” dan “playing”. Bermain-main dengan kostum, demikian terjemahan bebasnya.

Tak pelak, kehadiran orang berpenampilan Kapten Haddock itu menarik minat banyak pengunjung Balai Kota DKI Jakarta  untuk berfoto bersama. Tapi aslinya, siapakah Kapten Haddock itu? Dia adalah salah satu karakter penting dari kisah “Petualangan Tintin” (The Adventures of Tintin). Kisah dalam bentuk cerita bergambar karya Herge, komikus asal Belgia, yang sudah terkenal  dan diterjemahkan lebih dari 50 bahasa di dunia, termasuk ke dalam Bahasa Indonesia.

Kapten Haddock berfoto bersama sahabat-sahabatnya di Balai Kota DKI Jakarta. (Foto: Dhewy Trisna)
Kapten Haddock berfoto bersama sahabat-sahabatnya di Balai Kota DKI Jakarta. (Foto: Dhewy Trisna)
Kisah “Petualangan Tintin” pertama kali dirils dalam bentuk komik serial bersambung dalam “Le Petit Vingtieme”, suplemen anak-anak dari surat kabar “Le Vingtieme Siecle” yang terbit di Belgia pada 10 Januari 1929. Inti sari kisahnya menceritakan seorang reporter muda bernama Tintin dengan anjing kesayangannya, Snowy (dalam terjemahan lain disebut Milo), yang melakukan tugas peliputan keliling dunia. Sambil meliput, Tintin juga berhasil mengatasi sejumlah tindakan kejahatan.

Tentu saja, Tintin tidak hanya berdua Snowy. Ada sahabat-sahabat lainnya dalam kisah itu. Misalnya, Kapten Haddock, seorang pelaut tua yang kelihatannya galak dan pemarah, namun sebenarnya sangat setia kawan dan selalu membela kebenaran. Tokoh lain adalah Profesor Calculus (dalam terjemahan lain disebut Profesor Turnesol), yang terkadang linglung dan mempunyai masalah dengan pendengarannya, namun terampil menciptakan berbagai peralatan untuk menunjang ekspedisi yang dilakukan Tintin dan kawan-kawan.

Ada lagi detektif kembar, Thompson dan Thomson (dalam terjemahan lain disebut Dupont dan Dupond). Meski kadangkala ceroboh, namun keberadaan duo detektif ini memperkaya kisah “Petualangan Tintin”, karena mereka pun berhasil juga membongkar kejahatan yang ada. Masih banyak tokoh lainnya, seperti Nestor, si pelayan setia, lalu Bianca Castafiore, penyanyi dengan suara amat tinggi, dan lainnya.

Kapten Haddock (kanan) dan sahabatnya, dengan latar belakang koleksi berjudul
Kapten Haddock (kanan) dan sahabatnya, dengan latar belakang koleksi berjudul
Tokoh-tokoh ini menjadi menarik, karena Herge mengisahkan “Petualangan Tintin” seolah mengajak pembaca berkeliling dunia, mengenal benua dan negara-negara yang disinggahi, adat istiadat, seni budaya, dan banyak lagi. Mungkin itu jugalah yang membuat cerita bergambar atau komik ini menjadi terkenal ke seluruh dunia.

Edisi terjemahan Bahasa Indonesia dulu sempat diterbitkan oleh PT Indira, namun kini diterbitkan kembali oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Setiap orang mempunyai serial favorit dari 24 buku komik kisah “Petualangan Tintin” yang pernah terbit itu. Namun bagi orang Indonesia, kisah berjudul “Penerbangan 714 ke Sydney” mungkin yang paling menarik.

Judulnya memang ada nama kota Sydney, namun kisahnya keseluruhan terjadi di Indonesia. Diawali dengan Tintin dan kawan-kawan mendarat di Bandar Udara (Bandara) Kemayoran, untuk transit ke Sydney, Australia. Namun saat mereka berpindah pesawat ke pesawat pribadi milik seorang miliuner, pesawat itu dibajak melewati Makassar, dan berakhir di Pulau Bompa-bompa. Nama pulau ini memang fiktif, namun di situ ada binatang prasejarah yang bernama Komodo.

Secara tak langsung, kisah “Penerbangan 714 ke Sydney” ikut mempopulerkan nama Indonesia di seluruh dunia. Termasuk mempopulerkan keberadaan Bandara Kemayoran, yang bisa dikatakan bandara komersial internasional pertama di Indonesia. Bandara itu mulai menerima pesawat-pesawat udara dari luar Indonesia sejak akhir 1930-an dan awal 1940-an. Operasi bandara itu baru dihentikan pada 1985, setelah sempat aktivitas penerbangan internasional ke dan dari Jakarta dipindahkan ke Bandara Halim Perdanakusumah, dan kemudian ke bandara baru, yaitu Bandara Soekarno-Hatta.

Setelah tak lagi digunakan, kawasan Bandara Kemayoran dijadikan kawasan pemukiman, pusat bisnis, dan jalan raya. Bangunan-bangunan bekas Bandara Kemayoran satu-persatu “lenyap”. Kini, yang masih tersisa antara lain adalah bekas Menara Pengendali Lalu-lintas Udara (Air Traffic Control/ATC) Bandara Kemayoran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun