Tentu saja berperilaku sesuai yang dididik dalam program SfH ini juga penting diterapkan saat Pramuka sedang melaksanakan tugas sebagai pewarta. Bahkan menjadi penting, karena kegiatan memberitakan sesuatu itu akan dibaca (bila itu tulisan) dan dilihat serta disimak (bila itu foto dan video) oleh banyak orang.
Mengenali Kabar Bohong
Dalam kaitan dengan SfH ini, para Pramuka juga harus tahu, dapat mengenali, dan mengidentifikasi kabar bohong (hoax) tersebut. Tujuannya, agar para Pramuka tidak ikut-ikutan meneruskan kabar bohong itu. Lebih baik lagi, kalau para Pramuka sebagai pewarta, dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa kabar itu adalah bohong dan tidak perlu dipercaya.
Lalu, bagaimana caranya mengenali kabar bohong? Memang kadang-kadang tak mudah untuk langsung dapat mengetahui kabar itu bohong atau tidak, tetapi paling tidak ada beberapa panduan yang perlu dipahami.
Perkembangan internet dan media sosial yang membuat orang dengan mudahnya memberitakan sesuatu, menyebabkan kabar-kabar bohong juga bertambah semakin banyak. Kabar bohong itu kemudian dijadikan berita, sehingga terlihat seolah-olah benar tetapi sebenarnya kabar bohong.
Para pakar komunikasi telah menjelaskan bahwa secara umum, berita palsu terbagi dalam dua kategori. Pertama, kabar atau informasi yang sengaja tidak akurat. Pihak yang menerbitkannya tahu bahwa itu salah tetapi tetap dipublikasikan. Biasanya ini dilakukan untuk memanipulasi opini masyarakat luas.Â
Kedua, bisa jadi juga karena yang membuat atau menulis berita itu belum memeriksa semua fakta, jadi tanpa sengaja meneruskan informasi yang tidak tepat. Dapat pula memang ada kecenderungan melebih-lebihkan aspek tertentu. Kenapa dilebih-lebihkan? Tentu saja agar orang tertarik mengikuti atau membaca berita tersebut.
Karenanya, setiap Pramuka harus berusaha mengenali kabar yang akan diberitakannya. Bila tidak melihat langsung kejadian yang akan diberitakan dan mendapatkan informasi dari orang lain, kita perlu melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang kita dapatkan. Gunakan mesin pencari di internet, misalnya Google, untuk mengetahui apakah informasi yang kita dapatkan itu benar.
Perhatikan pula sumber informasi itu. Bila yang memberikan informasi adalah orang atau lembaga yang dapat dipercaya, maka kita sedikit banyak boleh merasa lega, karena cukup yakin informasi itu benar. Namun, ini pun ada catatannya.Â
Meskipun yang memberikan informasi adalah orang terpercaya, tetapi kalau informasi yang diberikan bukan sesuai dengan kompetensinya, maka kita tak boleh serta merta percaya.Â
Contohnya, seorang ahli ekonomi memberikan informasi mengenai arsitektur sebuah bangunan kuno. Bisa saja informasi yang diberikan benar, namun kurang akurat.Â