Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Memilih Pemimpin Pramuka, Mencontoh Teladan Sri Sultan Hamengku Buwono IX

12 April 2018   08:43 Diperbarui: 12 April 2018   08:52 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang kertas Rp 10.000 emisi 1992 bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan aktivitas para Pramuka di alam terbuka. (Foto: BDHS)

Pada 1992, otoritas penerbit mata uang Indonesia menerbitkan uang kertas pecahan Rp 10.000 bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Desainnya diambil dari foto resmi Sri Sultan ketika menjabat sebagai Wakil Presiden RI masa bakti 1973-1978. Menariknya, di samping gambar Sri Sultan, pada mata uang kertas tersebut terdapat pula gambar sekelompok Pramuka sedang berkemah dan berkegiatan di alam terbuka.

Ini tentu bukan kebetulan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memang sangat erat namanya dengan Pramuka, karena sejak muda dia telah aktif dalam kepanduan. Bahkan dia juga disebut Pandu Agung oleh Presiden Soekarno dan menjadi orang pertama yang memegang jabatan sebagai pimpinan Gerakan Pramuka, ketika organisasi pendidikan itu dibentuk pada 1961.

Gerakan Pramuka adalah penyatuan dari berbagai organisasi kepanduan yang telah ada sebelumnya. Untuk menandai pembentukan Gerakan Pramuka, maka pada 14 Agustus 1961 diadakan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang sekaligus diangkat sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka.

Dalam sejarahnya, Sri Sultan bahkan menjadi Ketua Kwarnas terlama yang menjabat selama masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970, dan 1970-1974. Selain Sri Sultan, Ketua Kwarnas terlama lainnya adalah Mashudi, yang menjabat selama masa bakti 1978-1983, 1983-1988, dan 1988-1993.

Bukan hanya di dalam negeri, di mancanegara pun nama Sri Sultan dikenal sebagai salah satu tokoh kepanduan sedunia. Pada 1971 beliau memberikan sambutan kunci ketika berlangsungnya Konferensi Kepanduan Sedunia di Tokyo tentang perlunya gerakan pendidikan kepanduan melakukan perubahan dan pembaruan agar kegiatannya semakin diminati masyarakat luas.

Atas jasa-jasa beliau itulah, World Organization of the Scout Movement (WOSM) yang merupakan organisasi gerakan kepanduan sedunia menganugerahkan penghargaan tertinggi dalam dunia kepanduan, Bronze Wolf Award, pada 1973. Sampai saat ini, baru empat orang Indonesia yang memperoleh Bronze Wolf Award. Selain Sri Sultan Hamengku Buwono IX, juga dapat disebu nama Azis Saleh, Liem Beng Kiat, dan Mashudi.

Sementara atas jasa-jasa beliau dalam Gerakan Pramuka, selain memperoleh penghargaan tertinggi Gerakan Pramuka berupa lencana Tunas Kencana, nama beliau juga dikukuhkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia pada Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka di Dili, Timor Timur, pada 1988. Belakangan, tanggal lahir beliau pada 12 April juga diperingati sebagai Hari Bapak Pramuka Indonesia.

Jadi di Indonesia kini ada dua peringatan penting terkait hari lahir seseorang. Pertama, memperingati Hari Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, setiap 22 Februari. Kedua, memperingati Hari Bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, setiap 12 April.

Menjelang berlangsungnya Munas Gerakan Pramuka yang menurut rencana akan diadakan di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada akhir 2018 ini, agaknya patut diteladani kembali sosok dan perilaku seorang Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam aktivitasnya di dunia kepramukaan. Apalagi Munas nanti juga akan memilih Ketua Kwarnas yang baru untuk masa bakti 2018-2022.

Bisakah kita memilih Ketua Kwarnas yang setidaknya mencontoh perilaku Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang meskipun ketua dan dari golongan ningrat, tidak merasa lebih hebat, tetap rendah hati, bahkan mau berbaur dan belajar dari yang jabatannya lebih rendah? Masih teringat di kalangan para Pramuka, betapa Sri Sultan mau ikut kursus pembina Pramuka, dan bahkan dalam permainan di alam terbuka, dijadikan kuda, dengan dinaiki oleh pembina Pramuka lain yang sempat gemetaran karena harus naik di punggung seorang tokoh terkemuka.

Masih teringat pula bahwa dalam sejumlah perkemahan Pramuka, Sri Sultan tidak segan tidur bersama dalam tenda bersama Pramuka lainnya. Bahkan kemudian setelah tidak menjadi Wakil Presiden RI pun, beliau masih sering mengikuti kegiatan Pramuka dengan tidak ingin terlalu dihormati sebagai pejabat. Dia rela duduk agak di belakang, bahkan saat meninjau suatu kegiatan pun tak ingin menonjol, berjalan saja di belakang.

Saatnya memilih pemimpin dalam Gerakan Pramuka dengan mencontoh teladan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Selamat Hari Bapak Pramuka Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun