Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

H Mutahar, Bapak Paskibraka yang Dititipi Merah Putih oleh Bung Karno

20 Januari 2017   00:49 Diperbarui: 20 Januari 2017   12:01 6864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kak H Mutahar. (Foto: pramukainhil.blogspot.com)

Mutahar kemudian menyatukan kembali kedua lembar kain berwarna yang telah dipisahkan, dengan meminjam mesin jahit milik istri seorang dokter. Akhirnya Bendera Pusaka siap kembali, lalu dibungkus dalam kertas koran dan diberikan kepada Sudjono, yang lalu menyerahkannya kepada Bung Karno.

Pada 6 Juli 1949, Bung Karno dan Bung Hatta kembali dari Bangka ke Yogyakarta. Pada 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka itu kembali dikibarkan pada peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Setahun kemudian, setelah ibu kota RI kembali ke Jakarta, Bendera Pusaka itu pun dikibarkan lagi pada peringatan Hari Proklamasi RI 17 Agustus 1950. Atas jasanya sebagai penyelamat Bendera Pusaka, kelak Mutahar dianugerahkan Bintang Mahaputera.

Paskibraka
Keterkaitan Mutahar dengan bendera Merah Putih tidak sampai di situ. Beliau jugalah yang 'membidani' lahirnya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), yaitu gabungan putera dan puteri terbaik Indonesia, untuk mengibarkan Bendera Pusaka -dan kemudian duplikatnya– saat upacara peringatan Hari Proklamasi di Istana Negara.

Bahkan karena jasanya, beliau dikenal juga dengan sebutan “Bapak Paskibraka Indonesia”. Dan itu diawali suatu ketika menjelang peringatan pertama Hari Proklamasi Kemerdekaan RI. Saat itu, ibu kota RI sudah dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta, dan Bung Karno yang ada di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta, memanggil ajudannya, Mayor Mutahar.

Barisan Paskibraka. (Foto: kidnesia.com)
Barisan Paskibraka. (Foto: kidnesia.com)
Dia diberi tugas untuk menyusun dan melaksanakan acara peringatan tersebut. Dia lalu memilih lima orang putera dan puteri, yang berasal dari daerah yang berbeda dan sedang berada di Yogyakarta. Angka lima yang dipilihnya adalah untuk mengingatkan pada Pancasila. Mereka itulah yang diberi tugas mengibarkan Bendera Pusaka. Inilah cikal bakal lahirnya Paskibraka di kemudian hari.

Saat 5 Agustus 1966, Mutahar ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) di Departemen Pendidikan & Kebudayaan (P&K), dia teringat pada gagasannya membentuk tim untuk mengibarkan Bendera Pusaka yang dilakukannya pada 1946. Kantor Direktorat Jenderal Udaka berada di Jalan Medan Merdeka Timur No.14, Jakarta, di depan Stasiun Kereta Api Gambir. Dan alamat itu tak jauh, bahkan bisa dibilang sangat dekat, dengan gedung Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka di Jalan Medan Merdeka Timur No. 6, Jakarta, yang telah digunakan oleh Kwarnas sejak masa awal berdirinya gerakan pendidikan itu pada 1960-an.

Mutahar lalu mewujudkan cikal bakal latihan kepemudaan yang kemudian diberi nama 'Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila'. Latihan itu sempat diuji coba dua kali, 1966 dan 1967. Kurikulum uji coba Pasukan Penggerek Bendera Pusaka dimasukkan dalam latihan itu pada 1967 dengan peserta dari Pramuka Penegak (16-20 tahun) dari beberapa gugus depan yang ada di DKI Jakarta.

Pada tahun itu juga, Mutahar dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dari situlah, berkembang lagi gagasannya membentuk pasukan pengibar Bendera Pusaka yang terdiri dari putera dan puteri dari seluruh Indonesia. Bahkan Mutahar juga ikut terlibat dalam pembuatan duplikat Bendera Pusaka. Duplikat tersebut bukan hanya untuk dikibarkan di Istana Negara di Jakarta, tetapi juga dikirimkan ke semua ibu kota provinsi di Tanah Air.

Nasionalis Tulen
Begitulah, entah kebetulan atau tidak, ketika baru saja selesai membuat kumpulan foto dari teman-teman Indonesia Scout Journalist (komunitas yang terdiri dari Pramuka yang senang jurnalistik dan jurnalis atau pewarta yang senang kegiatan kepramukaan) menjadi video dengan iringan lagu Alam Bebas ciptaan H Mutahar atau Kak Mut, tersiar kasus penghinaan terhadap bendera Merah Putih.

Peristiwa tersebut membuat saya membuka-buka kembali sejarah Bendera Pusaka sejak dikibarkan pertama kali di tiang bambu di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945, dan menemukan kembali nama Kak Mut sebagai penyelamat Bendera Pusaka, lalu kemudian juga menjadi “Bapak Paskibraka Indonesia”, dan ikut serta mengurus pembuatan duplikat Bendera Pusaka.

Bahkan, ketika membuka-buka kembali sejarah Bendera Pusaka dan meng-googling-nya, ternyata Kak Mut juga seorang Sayyid atau Habib, seorang yang sangat dihormati (lengkapnya baca di sini). Selain religius, sejak muda Kak Mut juga seorang nasionalis tulen dan anti komunis. Jiwa patriotisme telah terbukti dalam banyak kesempatan. Bukan hanya itu. Kak Mut juga seorang yang sangat menghargai perbedaan, sikap toleransinya terlihat jelas, seperti pada setiap kegiatan kepramukaan. Kepada siapa pun, apa pun latar belakangnya, beliau tetap ramah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun