Mohon tunggu...
Bertold Gerry
Bertold Gerry Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ellena

4 April 2020   21:28 Diperbarui: 5 April 2020   18:13 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu aku terbangun di apartemen miliknya. Matahari telah terbit, sinarnya masuk meyelip diantara sela-sela korden bernuansa creme, memendarkan warna lembutnya ke seluruh tembok kamar, yang membuat ruang momen ini sungguh tenang dan simple. 

Dia masih di sebelahku, mengalungkan tangan kanannya di atas perutku, merekatkan peluknya ke tubuhku. Wajah femininnya terlihat tenang dan damai, polos tanpa make-up, seakan menceritakan kebahagiaannya yang sederhana dan apa adanya. 

Rambut keningnya sedikit berantakan, tapi itu membuatnya semakin menawan. Napasnya yang sungguh lembut seolah mengatakan semuanya sempurna dan baik-baik saja. 

Selintas, aku menyadari bahwa kami terbangun di hari Sabtu...akhir pekan yang berarti kami bebas menghabiskan sisa minggu ini dengan bersantai, nonton film, membaca buku, maupun melukis.

Aku mulai beranjak dari kasur, belum berpakaian, lalu membereskan sloki dan sisa anggur yang kami nikmati semalam. Kembali ke kasur, kuperhatikan wajahnya lagi dan muncul momen-momen bahagia dalam ingatanku, momen saat kami meluangkan sore hari di taman kota, menikmati sunset pantai dari jok mobil kami ditemani sedikit tembakau dan bir dingin, saat kami bermeditasi berdua di ruang tengah rumahku lalu berlanjut ke tempat tidur, juga momen menyenangkan saat kami menyusuri berbagai pameran seni dan menonton orkestra. Sungguh perempuan ini sangat simple dan sederhana namun sungguh kompleks tiada habis diselami kepribadiannya.

Dia membawaku terbang bebas diantara elang-elang di angkasa dan bercengkrama santai di bawah pohon yang teduh di padang savanna, dengan singa-singa Afrika diantara kami. 

Di balik semua kebahagiaan kami, memang terdapat perjalanan penuh krisis dan friksi yang jika dituangkan dalam lukisan barangkali serupa karya-karya Jackson Pollock. Masing-masing dari kami berdua melalui masa sulit sebelum kami bertemu.  

Terutama aku, tidak percaya pada dunia, kebenaran, ekspektasi, harapan, dan segala pertanyaan abstrak-idealis atas esensi kehidupan yang tak dapat selalu dijawab dengan singkat. 

Dengannya, dengan kami, aku perlahan kembali pada penghargaan kehidupan, aku mulai kembali mencintai, aku mulai dapat menumbuhkan harapan besar pada dunia dalam diriku. Dalam keterpurukan, harapan tiada artinya, namun dalam dunia yang penuh kasih, harapan barangkali satu-satunya yang bisa kupercaya.

Momen ini, dimana aku dapat merasakan tiap hembusan napas lembut dalam lelapnya, merupakan momen tiada tara nilainya, yang datang setelah badai dan perenungan dalam gelap.

Lalu perlahan-lahan kelopak matanya terbuka. Kupandang tiap detail matanya, dari bulu mata, hingga iris matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun