Mohon tunggu...
Berti Khajati
Berti Khajati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumni IKIP Muhammadiyah Purworejo (1998) dan SPs UHAMKA Jakarta (2021) menulis puisi, cerpen, pentigraf, cerita anak dan artikel nonfiksi lainnya bersama berbagai komunitas literasi di dalam dan luar negeri, mengabdi sebagai Kepala Sekolah di SDN Samudrajaya 03 Tarumajaya - Kab. Bekasi. Mempunyai quote "Filternya ada di dalam jiwa."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Harta Karun

13 Juli 2022   16:30 Diperbarui: 13 Juli 2022   16:33 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Haydar cemberut. Sudah lebih dari setahun ia belajar di rumah. Kelas tiga tahun lalu Haydar tidak kenal bu guru secara langsung, hanya seminggu sekali bertatap muka melalui zoom. Sekarang, naik ke kelas empat ia masih harus belajar dari rumah. Ibu bilang corona masih ada jadi belum boleh ada kegiatan belajar di sekolah. Akibat terlalu lama di rumah, Haydar menjadi cepat marah. Abanglah yang paling sering kena semprot Haydar yang sudah ngotot ingin jalan-jalan ke luar rumah.


Hari Minggu pagi, Abang tampak asyik membersihkan perlengkapan mendaki gunung. Karena terlalu lama tidak dipakai, tenda kecil berwarna merah dan kuning dengan bulatan biru itu tampak kotor berdebu. Larangan keluar rumah karena corona membuat Abang lebih sering tinggal di rumah. Mata Haydar tak berkedip mengamati Abang mengembangkan tendanya. Bagus sekali tenda Abang, batin Haydar. Abang menengok dan tersenyum. "Haydar bosan di rumah, ya? Mau mencari harta karun?" Mata Haydar membulat mendengar penawaran Abang.  "Wow! Harta karun?" Haydar bersorak, "Asyik!" Seketika wajahnya berubah cerah. Abang nyengir lalu berkata," Kita akan pergi ke hutan. Nanti kamu harus baca dulu petunjuk yang Abang tulis untuk pergi ke suatu tempat. Lalu kamu harus menggali harta karun yang Abang sembunyikan." Tanpa ragu ia menyetujui rencana Abang. Abang tertawa lebar dan melanjutkan pekerjaannya. Haydar kembali membaca buku cerita dengan wajah cerah.


"Bang!" teriak Haydar ketika tiba-tiba listrik padam. Sepi. Tak ada orang. Ibu, Ayah, Abang, semua pergi. Ke mana semua orang, tanya Haydar dalam hati. Baru saja ia merebahkan diri di sofa sambil mendekap buku di dadanya, mengapa tiba-tiba hari sudah malam? Karena tak melihat siapa pun, Haydar bangkit dari sofa. Ia menengok ke kanan ke kiri dalam gelap. Tak tampak HP milik Abang yang biasanya tergeletak di atas meja. Biasanya HP Abang dapat terlihat dalam gelap karena ada garis cemerlang di sekeliling bingkainya. Agak gemetar ia melangkah dan meraba-raba. Semakin mendekati pintu, semakin kencang suara angin yang berhembus. Dan ketika ia berhasil membuka pintu, mata Haydar terbelalak. Tampak jelas di langit deretan bintang bertuliskan "harta karun". Seketika ia teringat ajakan Abang untuk mencari harta karun. Mungkinkah ini petunjuk yang dimaksud Abang, bisik Haydar dalam hati.


Haydar melangkah mengikuti arah deretan bintang itu. Ketika melewati semak yang lebat, tiba-tiba bintang-bintang itu melesat membentuk anak panah ke arah Selatan. Haydar terus melangkah. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitarnya tampak berlumut dan besar-besar sehingga ia harus melangkah perlahan. Cahaya bulan menerangi jalan setapak kecil di tengah hutan itu. Kaki-kaki kecil Haydar lincah melompat-lompat sepanjang jalan. Sesekali ia berhenti untuk menyeka keringat yang menetes di keningnya. Terkadang suara jengkerik nyaring mengerik dari arah samping. Rumput ilalang dengan bunga putihnya yang mirip kapas bergoyang-goyang ditiup angin malam.


Semakin dekat ke Selatan semakin terang warna langit. Haydar terus melangkah menuju ujung anak panah bintang. Keluar dari deretan pohon besar, ia melihat tanah lapang. Di kiri kanannya langit bergelombang. Tampak seperti tirai jendela Ibu yang melambai-lambai tertiup angin. Tirai langit yang indah membuat Haydar betah berlama-lama berada di sana. Haydar ingat gambar langit seperti itu. Namanya apa, ya? Abang bilang itu namanya Aurora. Cantik sekali. Aurora turun mendekati Haydar.
"Hai, aku Aurora. Siapa kamu?"
"Aku Haydar. Aku disuruh Abang ke sini untuk mencari harta karun."
"Harta karun? Emas begitu?"
"Mungkin."
Mereka berjalan menyusuri wilayah selatan. Aurora asyik menyibak tirai yang terkadang menghalangi jalan mereka. Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah bukit. Bukit itu putih sekali, seperti es yang dibekukan Ibu di dalam freezer. Warnanya yang bening memantulkan warna tirai langit yang beraneka ragam.
"Ke mana kita, Haydar?", Aurora sibuk bermain tirai yang melambai di depannya.
"Kata Abang, kita harus mengikuti petunjuk anak panah. Tadi bintang yang membentuk anak panah meluncur ke arah sini. Tapi sekarang aku tak melihatnya.", jawab Haydar sambil menengok ke sana kemari mencari petunjuk.


Tiba-tiba langit mendung. Tirai-tirai itu tak terlihat lagi. Aurora pergi entah ke mana. Haydar menengok ke kanan-kiri mencari Aurora.
"Aurora! Di mana kamu?"
Sepi. Tak ada jawaban. Haydar mulai gelisah. Langit semakin gelap tapi Aurora tak datang-datang.
"Aurora! Jangan sembunyi! Temani aku!"
Haydar semakin celingak-celinguk. Tiba-tiba anak panah bintang melesat di atas kepalanya. Haydar segera berlari mengikuti anak panah bintang itu. Langit semakin gelap sehingga Haydar hanya berlari mengikuti arah bintang panah itu melesat. Haydar tidak melihat ada benda di depannya.
"Bugh!"
"Aduh!"
Haydar jatuh terguling. Dilihatnya sepasang kaki di depan matanya. Haydar berteriak. "Aurora! Ke mana saja kamu?"
Tiba-tiba terdengar suara Abang.
"Hai! Siapa Aurora?"
Haydar terkejut. Ia segera bangkit dan dilihatnya dirinya jatuh dari sofa. Abang berdiri di depannya sambil menggenggam sebatang cokelat.
"Ah. Ternyata aku bermimpi."
Abang tertawa sambil berkata, "Yuk, kita bermain mencari harta karun. Kamu cari arahnya sesuai tanda anak panah yang Abang berikan, ya!"
Haydar tersenyum. Dalam hati ia berkata, "Ah, itu mudah. Kan aku sudah diberi tahu caranya oleh Aurora."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun