Mohon tunggu...
Berti Khajati
Berti Khajati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumni IKIP Muhammadiyah Purworejo (1998) dan SPs UHAMKA Jakarta (2021) menulis puisi, cerpen, pentigraf, cerita anak dan artikel nonfiksi lainnya bersama berbagai komunitas literasi di dalam dan luar negeri, mengabdi sebagai Kepala Sekolah di SDN Samudrajaya 03 Tarumajaya - Kab. Bekasi. Mempunyai quote "Filternya ada di dalam jiwa."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Membuang Hatinya

4 Juli 2022   15:36 Diperbarui: 4 Juli 2022   15:49 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dipandangnya hati merah tua yang sudah tak berguna. Terlalu banyak tusukan yang ada hingga segumpal daging itu nyaris tak berbentuk. Ia lebih mirip binatang berongga yang dikenal dengan nama Coelenterata dalam animal kingdom yang dipelajari dari guru Biologi.


Setelah dua puluh tahun menikah, lelaki itu memutuskan untuk membuang hatinya. Benda itu hanya mengganggu saat ia mendengar keluhan istrinya. Beban hidup yang semakin menggunung membuat perempuan yang dicintainya mengirimkan ribuan tusukan di hatinya. Ketika ia memutuskan bersantai karena ingin membuang beban hidup yang menekan pundaknya, sebuah tusukan bersarang di hatinya. Istrinya bilang, bagaimana mungkin kamu berdiam diri sementara kebutuhan hidup kita semakin tak kenal kompromi.


Istrinya seorang pekerja keras yang selalu mencemaskan masa depan anak-anak. Bagi perempuan itu bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup jauh lebih penting daripada menjaga segumpal hati. Katanya, seharusnya hati lelaki lebih keras dan tak gampang terluka sehingga ia dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan benar.


Lelaki itu kerap terluka karena tuntutan anak dan istrinya untuk bertanggung jawab atas semua kebutuhan hidup. Istrinya ingin agar ia setidaknya ikut berpikir dan berusaha agar dapat memperoleh penghasilan. Anak-anak mulai tumbuh besar dan kebutuhan hidup pun semakin banyak. Mereka perlu dana untuk menyekolahkan anak-anak ke jenjang yang lebih tinggi.


Lelaki itu tak suka istrinya menyebutnya sebagai orang tua yang tak bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak-anaknya. Gampang mempunyai anak namun tak gampang menghidupi mereka, begitu katanya selalu. Lelaki itu bergeming. Tusukan-tusukan yang menyisakan pori-pori raksasa di hatinya membuat ia mempertimbangkan untuk membuang hatinya.


Keluarga orang tua dan saudara-saudaranya tak pernah sekali pun menanamkan rasa tanggung jawab Di sana tak perlu menanam tanggung jawab karena tak ada lahan, lelaki itu tak mempedulikan tangis penderitaan istrinya. Baginya tangisan itu hanya menambah tusukan-tusukan yang meninggalkan lebih banyak lubang di hatinya.


Lelaki itu pergi ke suatu tempat dan kembali lagi ke rumah tanpa membawa serta hatinya. Beban di pundaknya pun tak ada lagi hingga ia dapat meneruskan hidupnya dengan tenang tanpa terancam oleh tusukan -tusukan yang pernah diterimanya. Ia hanya diam ketika seekor anjing menggonggong di depan rumahnya dengan segumpal daging merah tua di mulutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun