Mohon tunggu...
Berry Budiman
Berry Budiman Mohon Tunggu... lainnya -

Editor sastra, penulis, pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Blank Paper or Blank Mind

28 Juli 2016   13:11 Diperbarui: 28 Juli 2016   13:18 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Masalah yang cukup mengganggu para penulis adalah ketika mereka gagal menemukan ide bagus untuk ditulis. Mereka berangkat dengan keyakinan penuh bahwa sepanjang dua-tiga jam ke depan mereka akan menuntaskan sebuah tulisan yang dahsyat, dan mereka berakhir dengan merenungi komputer selama lima belas menit kemudian pergi mencari hiburan atas mumet yang tercipta di kepala. Pada suatu pagi, mereka bisa saja sudah meniatkan diri dengan penuh seluruh untuk menulis. Mereka sudah mandi dan menyalakan komputer dan menghiasi sekeliling “area menulis” menjadi tempat yang nyaman. Pewangi ruangan sudah disemprot selayaknya ketiak yang juga perlu wangi. Tetapi yang terjadi kemudian adalah mereka tidak tahu apa yang mesti ditulis.

Kadang-kadang begitu, para penulis adalah orang-orang yang terlalu percaya diri. Mereka pernah menyelesaikan sebuah tulisan bagus di masa lalu dan hal itu membuatnya terlena, bahwa mereka bisa menuliskan hal yang bagus lagi dan lagi di masa depan. Mereka mulai menganggap bahwa ide adalah sesuatu yang bersifat spontan dan ia akan muncul dengan sendirinya seiring dengan tersentuhnya jemari mereka ke tuts keyboard. Dan begitulah bagaimana mereka dipermainkan oleh pikiran sendiri. Padahal, jika kamu bukan penulis, atau mencoba memposisikan diri di luar kotak, kamu akan menyadari bahwa untuk menulis kamu harus paham lebih dulu tentang apa yang ingin kamu sampaikan.

Tulisan-tulisanmu yang sebelumnya juga sudah melalui masa-masa begitu. Memang ada yang bisa kamu tulis dalam waktu singkat dan yang lainnya butuh beberapa jam bahkan beberapa hari bahkan bulan. Kenapa bisa demikian? Karena tingkat pemahamanmu ketika merangkai masing-masing tulisan tersebut berbeda-beda. Sesuatu yang cepat kamu selesaikan biasanya bertemakan hal-hal yang dekat dengan keseharianmu atau yang pernah kamu pahami dari buku, televisi, atau sekedar komentar-komentar di facebook.

Ada momen ketika “percikan api” berlompatan di kepalamu setelah kamu mempelajari sesuatu, atau sekadar terlibat dalam sebuah perbincangan yang menarik. Itu yang dinamakan inspirasi untuk menulis. Saya pernah—dan saya yakin kamu juga demikian—menyelesaikan dua tulisan yang cukup panjang dalam waktu dua jam saja, atau kurang dari itu. Salah satunya terjadi pada masa awal-awal saya belajar menulis dan yang saya tulis adalah sesuatu yang dekat dengan saya dan yang selama ini sering saya renungkan, dan yang lainnya terjadi beberapa bulan yang lalu, yaitu sebuah resensi buku dari seorang penulis yang namanya baru naik di pasaran. Setelah saya renungkan lagi, tulisan tentang resensi itu menjadi begitu cepat saya selesaikan karena tipe menulisnya adalah tipe yang selama ini sering saya kritisi. Jadi, kembali lagi ke awal, saya menulis cepat karena saya tahu betul apa yang menggangu benak saya tentang tema tersebut. Saya pernah mengalaminya langsung atau secara mental tentang hal itu.

Sama seperti bicara, kamu akan lancar ketika menyampaikan hal-hal yang kamu pahami saja, sementara kamu bisa tergagap jika diminta untuk menjelaskan sesuatu yang kamu tidak mengerti. Akhirnya kamu hanya menyampaikan hal-hal normatif yang berada di permukaan saja, dan kamu tahu, mereka yang mendengarkan tidak tertarik dengan jabaranmu selayaknya dirimu sendiri. Itu menjadi sebuah jawaban, kenapa seseorang bisa lebih lancar menuliskan diary ketimbang mengarang cerita. Karena ketika menulis diarymereka hanya perlu menjadi diri sendiri.

Saya pernah memberi instruksi begini kepada teman-teman di kelas menulis: “Silakan tuliskan hal-hal yang baru-baru ini menarik perhatianmu. Bisa itu pengalamanmu, pengalaman orang lain, atau sebuah pemikiran yang kamu dapatkan dari bacaan atau televisi. Apapun itu.” Dan hasilnya sangat efektif, semua peserta bisa menulis dengan cepat, bahkan mereka yang selama ini tidak pernah bisa menulis sedikit pun ketika diberi tugas, kini bisa menyelesaikannya. Kelebihannya yang lain, saya mendapatkan tema-tema yang autentik di sana: ada yang menulis tentang ibu yang membangunkan mereka tadi pagi, ada yang menyampaikan selamat ulang tahun kepada teman peserta menulis yang lain, dan ada yang bercerita tentang kucingnya yang baru beranak.

See, menulis itu menjadi gampang betul ketika kita tidak terbebani untuk menciptakan tulisan-tulisan yang bagus, cukup menuliskan apa yang kita pikirkan saja. Kertas kosong bukanlah masalah, tetapi pikiran yang kosonglah yang menjadi masalahnya. Dan saya yakin, dengan didukung oleh kelima indera, kenangan dan seperangkat otak untuk menganalisa segala sesuatu, kamu punya stok pemikiran yang tidak terbatas. Paham adalah kata kuncinya dan indikatornya adalah ketika muncul sebuah inspirasi di benakmu tentang hal itu, tentang apa yang ingin kamu tulis. Apa-apa sajakah ia? Kamu bisa menulis daftar ide dan pelengkap idemu jika kamu bukan termasuk di antara para penulis yang menghambakan pertuah “menulis sajalah” sebagai pedoman hidup.

Lalu, kalau tidak bagus bagaimana? Itu urusan lain lagi. Jika kamu punya skillmumpuni—yang bisa kamu peroleh dengan tekun belajar ditambah pengalaman, maka kamu bisa melakukan editingsendiri terhadapnya. Kalaupun tidak, hal itu tidak akan menghambatmu jika kamu ingin punya buku, ada orang-orang yang dijuluki sebagai editor yang akan membantumu mengemasnya.

Yang penting sekarang, kamu bisa menyelesaikan tulisanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun