Mohon tunggu...
Berric Dondarrion
Berric Dondarrion Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

House Baratheon of Storm's End

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kala Tionghoa Indonesia Bicara Prabowo

18 Juni 2014   23:06 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:13 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini adalah sambungan artikel sebelumnya di: http://m.kompasiana.com/post/read/666902/1/pilih-jokowi-kesalahan-terbesar-tionghoa-indonesia.html sehingga anda mungkin tidak memahami tulisan ini tanpa terlebih dahulu membaca artikel tersebut.

Sebagai Tionghoa Indonesia saya merasa bahwa mempelajari sejarah, filosofi dan kebijaksanaan China dan Indonesia adalah sangat penting dan merupakan kewajiban karena saya memperhatikan orang-orang dari zaman sekarang sering kali dan biasa membuat kesalahan yang sama dengan yang pernah dibuat orang-orang yang hidup sebelum kita.

Dalam hal ini sudah lama saya sangat yakin bahwa alasan orang-orang Tionghoa-Indonesia yang hari ini bermaksud memilih Joko Widodo karena terpengaruh isu buruk tentang Letjend (Purn) Prabowo Subianto pasti tidak atau kurang mempelajari sejarah dan kebijaksanaan China maupun Indonesia. Mereka lupa tentang Yue Fei, seorang pahlawan besar dari Dinasti Song yang hampir mengalahkan penyerbu dari Jin tapi malah menemui ajal karena difitnah Qin Hui sebagai penghianat yang hendak memberontak terhadap Kaisar Gao Zong dari Song. Sebelum minum racun, Yue Fei menulis: "tian ri zhao zhao, tian ri zhao zhao" (Surga/Langit/Tuhan mengetahui kebenaran, Surga/Langit/Tuhan mengetahui kebenaran.) 80 tahun setelah kematian Yue Fei, Kaisar Xiao Zong naik tahta dan membersihkan nama Yue Fei, kemudian membuat dua patung besi Qin Hui dan istri bersujud menghadap makam Yue Fei.

Tragedi Yue Fei terulang kembali pada masa Dinasti Ming ketika Jenderal Yuan Chonghuan yang terkenal dengan teriakan perang kontroversialnya itu (diu ni ma, baojuhua) berkali-kali mengagalkan serangan Manchu termasuk mengalahkan Nurhaci dan Huang Taiji dengan telak malah ditangkap Kaisar Chongzen dari Ming atas tuduhan dan bukti palsu bahwa dia telah bersekongkol dengan Manchu untuk menjatuhkan Ming, dan kemudian berdasarkan tuduhan tersebut Yuan Chonghuan dihukum mati dengan cara dipotong bagian tubuhnya secara pelahan ketika masih hidup, dan sosoknya menjadi sasaran kebencian masyarakat waktu itu.

Nama Yuan Chonghuan baru dipulihkan pada masa Kaisar Qianlong dari Dinasti Ching, keturunan Manchu yang menaklukan Dinasti Ming setelah ditemukan dokumen lama di istana Manchu yang menegaskan bahwa fitnahan dan bukti berhianat yang digunakan untuk menghukum Yuan Chonghuan sebenarnya hasil rekayasa Raja Huang Taiji dari Manchu yang memahami bahwa selama Yuan Chonghuan masih hidup dan bernapas, dia tidak akan pernah bisa merebut Dinasti Ming.

Di manapun sejarah selalu berulang, dan di Indonesia kita ada tujuh jenderal yang dituduh akan makar oleh PKI berdasarkan Dokumen Gilchrist dan isu Dewan Jenderal yang ditiupkan Soebandrio dan BPI dalam peristiwa G30S/PKI yang mengakibatkan tragedi terbesar negeri ini, dan pidato AH Nasution dalam permakaman para pahlawan revolusi dapat menggambarkan perasaannya atas pembantaian terhadap teman-temannya dan tuduhan berhianat kepada negara:

"...Saya tahu kamu semua manusia [Jenderal Yani, Suprapto, Haryono, Parman, Panjaitan, Sutoyo, Letnan Tendean] tentu ada kekurangan, ada kesalahan. Kita pun semua demikian. Tapi saya tahu kamu semua telah duapuluh tahun penuh memberikan semua dharma itu, dan karena itu biarpun kamu hendak dicemarkan, hendak difitnah, bahwa kamu penghianat, justru di sini kami semua menjadi saksi yang hidup, bahwa kamu telah berjuang sesuai kewajiban kita semua, menegakan keadilan, kebenaran, kemerdekaan,..tidak ada yang ragu-ragu. Kami semua bersedia pula mengikuti jalanmu, jika memang fitnah mereka itu benar....kami akan buktikan..."

(Peristiwa 1 Oktober 1965, Kesaksian Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution, Apa yang sesungguhnya terjadi?, halaman 130)

Melihat dalam sejarah begitu banyak pahlawan besar yang difitnah oleh orang-orang licik di sekitar mereka, maka adalah sungguh bodoh dan naif bila kita percaya begitu saja citra buruk yang disebarkan orang tentang Prabowo Subianto tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu, dan saya jadi ingat pada kisah Perdana Menteri Yan Ying dari Kerajaan Qi ketika di bawah pemerintahan Bangsawan Jing. Secara singkat kisah Yan Ying adalah begini:

"Sebelum menjadi Perdana Menteri, Yan Ying adalah Gubernur Propinsi Dong'e dan selama tiga tahun pemerintahannya, protes terhadapnya begitu gencar hingga sampai ke telinga Bangsawan Jing dan dia bermaksud mencopot Yan Ying, tapi Yan Ying meminta kesempatan untuk memimpin Dong'e tiga tahun lagi.

Tiga tahun kemudian, pengakuan atas jasa dan prestasi Yan Ying mengalir deras dan sang bangsawan senang hingga mau memberikan hadiah pada Yan Ying, tapi Yan Yang Menolak dengan alasan: Tiga tahun pertama di Dong'e dia membangun jalan, membasmi korupsi, mendorong hidup hemat, menghukum kriminal tanpa pandang kedudukan, akibatnya para pejabat memusuhi dia dan tidak senang yang mengakibatkan semua orang berkumpul menjatuhkan dia. Tiga tahun kedua, Yan Ying tidak mengontrol korupsi, tidak mendorong hidup hemat, tidak menghukum pelanggar hukum, mengabulkan permintaan semua orang, sehingga mereka mulai berkata-kata yang baik tentang dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun