Mohon tunggu...
Bernorth M
Bernorth M Mohon Tunggu... Administrasi - Volunter, Penulis, Pengembang Aplikasi

WWW.BONUSDEMOGRAFI-INSTITUTE.ORG Kopiholic # Untuk Kolaborasi, ide & saran email : bonusdemografi2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Radio Never Die"

13 September 2018   21:36 Diperbarui: 13 September 2018   21:40 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gmb : rri.co.id

Apa yang menarik dari radio ? Mengapa teknologi konvensional "suara" ini masih memiliki peminat/ pendengar ? Tentu saja usia radio yang sudah cukup tua ini tidak bisa di katakan uzur jika di komparasi dengan dunia komunikasi visual seperti televisi, media siber dan masih banyak lagi salurannya. Kemampuan Radio untuk menjadi terdepan di udara dalam menyampaikan informasi lengkap dengan berbagai kontennya patut kita acungi jempol, karena memberikan nuansa pengalaman berbeda ketika kita memilih televisi atau live streaming daring. Istilah kerennya, radio lebih mampu memberikan kesan mendalam dan akrab di telinga pemirsanya.

Pertanyaannya, apa yang membuat radio sekarang mampu bertahan sekalipun kita sangat tahu, mata kita jelas tidak akan puas jika hanya mendengar berita mengenai keindahan wisata alam atau makanan, misalnya. Jawabannya tentu saja, para penikmat radio yang cukup hanya menggunakan indera pendengar relatif memiliki kemampuan psikologi lebih tenang, stabil, dan menyusun kerangka visual dalam imajinasinya lebih tajam. Luar biasanya, ini juga mempengaruhi karakter pribadi yang berimbas kepada kehidupan sosial.

Mengapa ? Cukup banyak riset mengenai psikologi memaparkan, seseorang pendengar yang baik sangat di senangi menjadi seorang sahabat dekat bahkan terkadang menjadi pemecah sebuah masalah yang pelik. Anda bisa berselancar di laman-laman terkait psikologi, karena akan semakin panjang jika di paparkan dalam tulisan ini. Seorang pendengar yang baik juga lebih sering menjadi penengah ketika masalah membuncah. Saya berani bertaruh kepada anda, jika anda mempunyai masalah, anda akan sering curhat atau mendamaikan perasaan anda kepada seseorang yang anda kenal sebagai tipe pendengar, bukan ?.

Hebatnya lagi, tingkat informasi yang di sampaikan media komunikasi radio, entah mengapa sering membuat para pendengarnya lebih awas dan kritis dalam memahami suatu berita apalagi informasi yang di sampaikan sensitif, misalnya isu SARA.

Kesimpulannya, para pendengar radio lebih tidak mudah terprovokasi. Kok bisa, sih ? Lagi-lagi para pendengar radio akan secara hati-hati meyakini apa yang di dengarnya dengan terlebih dahulu berpikir cukup dalam serta lebih jernih agar tidak salah tafsir karena telinga terkadang juga bisa salah dengar.

Radio menjadi alternatif informasi terverikasi yang menjangkau hingga kampung perbatasan negara, pelosok desa bahkan hutan belantara

Coba anda perhatikan dengan seksama, bukankah provokasi dan polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat sehingga menyebabkan membakar sumbu kemarahan karena ketiadaan berhenti sejenak untuk mengoreksi kembali sebuah informasi ? Konyolnya, informasi yang tidak terverikasipun di telan bulat-bulat tanpa terlihat mencari perbandingannnya atau mengoreksi sumber info kebenarannya . Dan, di manakah orang-orang jenis ini mudah di kalungkan rantai kebodohan ? Sangat terang dan kita dapat identifikasi mereka adalah orang-orang mengonsumsi konten informasi visual seperti berita televisi yang tidak utuh, membaca info dari media sosial dan segala tetek bengek kanalnya dari youtube, blog hingga media siber abal-abal sehingga menciptakan khalayak obesitas informasi dan celakanya, dengan cepat tanpa rasa bersalah menularkan kepada orang lain.

Apa yang terjadi kemudian, energi positif yang seharusnya bisa membangun bangsa di telan keributan, perpecahan, sekaligus banyak waktu terbuang sia-sia belaka. Mengalihkan asupan nutrisi informasi agar lebih bergizi cukup pantas kita rekomendasikan agar lebih banyak lagi masyarakat beralih khususnya kaum muda yang tengah membludak di Indonesia karena bonus demografi,memilih mendengarkan dan menikmati radio. Siapapun pasti pernah tahu, bahwa mengapa kita di berikan yang Maha Esa dua telinga, agar manusia lebih sering mendengar daripada berbicara.

Pada akhirnya, kita harus mengucapkan terimakasih banyak kepada Radio Republik Indonesia (RRI) yang telah berusia 73 tahun dan segenap insan radio di Indonesia, karena jangkauannya lebih luas hingga ke pelosok kampung, pulau, hingga hutan belantara, sekali mengudara tetap di udara menyampaikan informasi dan konten-konten menariknya. 

Pastinya lebih "menusuk" di hati dan pikiran sehingga menciptakan rasa adil sejak dari telinga. Kebetulan saya menyukai program RRI Pro 2 yang identik kaum muda, komunitas dan isu terupdate. Sempat pula di beri kesempatan mengangkat 28 topik seputaran isu tantangan bonus demografi. Saya sangat meyakini, hanya telinga yang jernih mendengar akan melahirkan "anak-anak" berkarakter, progresif dan inovatif di masa depan. Radio Never Die, Teruslah Ada !

Tulisan pertama dengan verikasi centang hijau dari Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun