Mohon tunggu...
Bernorth M
Bernorth M Mohon Tunggu... Administrasi - Volunter, Penulis, Pengembang Aplikasi

WWW.BONUSDEMOGRAFI-INSTITUTE.ORG Kopiholic # Untuk Kolaborasi, ide & saran email : bonusdemografi2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bonus Demografi dan Kaitannya dengan BLK

24 Februari 2018   01:35 Diperbarui: 24 Februari 2018   01:57 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gbr : Youthmanual.com

Jika melihat angkatan kerja negara Indonesia pada bulan Februari 2017 sebesar 131, 55 juta yang di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS ), tenaga kerja di Indonesia masih di dominasi pendidikan yang hanya Sekolah Dasar ( SD ) 47, 37 %,  Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) 18,57 %, 25,09 Sekolah Menengah Tingkat Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMTA/SMK), serta 8,96% ( D1, DII, DIII dan Universitas ). Ini membuktikan, lapangan kerja belum begitu efektif dan besar dalam menyerap tenaga kerja dari pendidikan politeknik maupun pendidikan vokasional lainnya. Ini menjadi tantangan berat pemerintah.

Baru-baru ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( Bappenas) Prof.Dr. Bambang Brodjonegoro, telah menyepakati kerjasama bersama negara Jerman dalam pendidikan teknis dan vokasional atau Technical and Vocational and Education Training ( TVET ). 

Dari pemaparan yang di sampaikan oleh kepala Bappenas, pendidikan vokasi Jerman terbukti telah berhasil mengurangi pengangguran, karena juga didukung oleh pendidikan vokasi yang bersinergi dengan industri. Kesuksesan Jerman dalam mengurangi pengangguran di negaranya dengan pendidikan vokasi, di dukung dengan beberapa prinsip yaitu kerjasama pemerintah dan industri, penerapan standar nasional, kualifikasi tenaga pendidikan kejuruan, dan ketersediaan institusi penelitian. Tantangan terbesar bagi Indonesia dalam memaksimalkan penyerapan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan riset dan penelitian.

Bercermin dari anggaran Riset dan Teknologi ( Ristek )  beberapa negara, anggaran tersebut minimal berkisaran sekitar 2,5% - 3% dari Produk Domestik Bruto ( PDB) . Berdasarkan data yang di tampilkan Bank Dunia pada tahun 2015, Amerika yang tentu saja di jadikan tolak ukur dalam hal Ristek, mengucurkan 2,81 % ( PDB USD 17,9 Triliun ) , Jerman 2,85 % ( PDB USD 3,3 Triliun ), dan tertinggi negara Korea Selatan dengan 4,15 %. ( PDB USD 1,3 Triliun ). Kita bisa bayangkan berapa ratus triliun yang di kucurkan oleh negara tersebut dalam anggaran riset.

Celakanya , negara kita hanya mengeluarkan anggaran riset dan penelitian sekitar 0,2% tahun 2016  dari total Produk Domestik Bruto ( PDB ) sekitar 12.406,8 Triliun. Rancangan Anggaran  Pendapatan Dan Belanja Negara ( RAPBN ) 2018, Kementerian Riset Teknologi Dan Perguruan Tinggi ( Kemenristekdikti ) mendapatkan anggaran sekitar 41,2 triliun. 

Sudah bisa kita tebak, Riset Dan Pengembangan( Risbang ) mendapatkan anggaran kecil, hanya berkisar 1,7 triliun. Negara tetangga kita Malaysia saja mengucurkan  dana riset lebih dari 150 triliun ( 2,8% ) dari PDB tahun 2017. Karena itu, intervensi  dan keseriusan pemerintah harus mengejawantahkan anggaran yang lebih besar pada penelitian agar kerjasama pendidikan vokasi lebih bisa implementatif dan sesuai kebutuhan industri.

Salah satu solusi efektif dalam menjaring tenaga kerja agar lebih produktif dan bisa langsung di terapkan oleh pemerintah adalah dengan memamfaatkan jaringan Balai Latihan Kerja ( BLK ). Sinergi program pendidikan vokasi bersama BLK ini sangat tepat, hanya saja perlu di tambahkan pendidikan mental kewirausahaan. BLK sekarang dapat menjadi ruang pelatihan yang ideal untuk pengembangan tenaga kerja bagi siapa saja. 

Menjadi peserta BLK tidak perlu persyaratan yang  rumit dan syarat standar ijasah. Ada 301 BLK di seluruh Indonesia. Program Revitalisasi, Re-Branding, dan Re-orientasi yang di canangkan oleh Kementerian Tenaga Kerja ( Kemnaker) sebaiknya juga di sikronkan dengan kebutuhan daerah agar tidak terjadi benturan program jurusan yang tidak banyak di minati atau berdampak signifikan dalam dunia kerja sekarang atau di masa depan, sesuai dengan misi dari BLK, memberikan bekal dan meningkatkan produktifitas tenaga kerja. 

Kelebihan lain, ketika mengikuti pelatihan di BLK juga mampu meningkatkan kepercayaan diri tenaga kerja karena ada standar sertifikasi yang berlaku di perusahaan jika dibutuhkan. Dengan menambahkan kurikulum kewirausahaan, BLK tidak saja menciptakan tenaga terampil tetapi juga bermental mandiri dengan berwirausaha.

Salah satu konsep yang bisa di kembangkan adalah dengan gagasan inkubator. Adaptasi konsep ini bisa bersinergi dengan program inkubasi yang telah berdiri di beberapa kampus di bawah pengawasan Kemenristekdikti . Dengan berbasis Inkubasi di BLK, otamatis akan lebih banyak menyedot peminat dari kaum muda untuk mengikuti pelatihan karena identik dengan inovasi terkini seperti pemrograman aplikasi.

 Inilah saatnya, pemerintah memutar jarum pandangan publik. Citra pelatihan BLK yang selama ini di sematkan oleh orang tua atau masyarakat umum seperti tidak produktif dan terkesan kelas kalangan bawah, lambat laun akan perlahan berubah, karena BLK mampu menciptakan pengusaha muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun