Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dilema Kemanusiaan terhadap Napi di Tengah Pandemi Covid-19

4 April 2020   13:29 Diperbarui: 5 April 2020   00:05 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Realitas diatas tentu menggugah rasa kemanusiaan dan keadilan kita semua. Tetapi, sebaliknya harus disadari bahwa keputusan ini tentunya tidak berhenti di sini dan hanya berlaku dalam momen kritis seperti ini karena C-19.

Atau keputusan ini, tidak tanpa pertimbangan matang dari pemerintah atau pihak kemenkumham. Masyarakat tentu juga diharapkan untuk sabar dalam proses dan menunggu giliran keluarganya sendiri untuk mendapatkan remisi yang sama di waktu mendatang.

Pernahkah kita membayangkan air mata haru dan bahagia dari keluarga 30.000 napi yang mendapat remisi dan sudah bertahun-tahun menjalani masa tahanan?

Di beberapa tempat di wilayah kemenkumham di Indonesia yang memberlakukan pembebasan bagi napi, ada keluarga tahanan yang menunggu satu harian dan menangis haru menyambut kembali anggota keluarganya yang sudah terpisah dari mereka selama bertahun-tahun. Napi juga manusia, napi juga saudara kita (boleh jadi kedepannya kita juga bisa menjadi napi karena kelalaian kita sendiri).

Harus disadari juga, bahwa perbedaan pendapat pasti akan terjadi. Dan ini resiko dalam setiap keputusan. Ada yang berpikir bahwa Kemenkumkam memanfaatkan momen ini secara keliru.

Saya tidak memiliki tendensi untuk mendukung siapapun dalam hal ini, baik dari pihak kemenkumham maupun dari pihak ICW dan KPK yang terlepas cuci tangan juga dengan keputusan ini. Sebab, saya sendiri tidak memiliki keluarga yang memang mendapat keuntungan karena remisi asimilasi dan integrasi ini.

Ataupun, saya hidup dari pemerintah yang saat ini mengeluarkan keputusan ini (karena saat ini saya hanya seorang warga biasa yang berusaha bertahan hidup dari hari ke hari dalam situasi kritis yang saat ini dihadapi bangsa kita). Saya juga belum terikat pada lembaga pemerintah dan berafiliasi pada salah satu lembaga yang pro dan kontra pada lembaga yang memiliki wewenang terhadap keputusan ini).

Justru saya melihat bahwa ini salah satu bentuk dari sila kelima Pancasila yang mencoba mengaplikasikan keadilan yang sama bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, harus digaris bawahi, terutama oleh pihak Kemenkumham, bahwa keputusan ini jangan sampai tebang pilih. 

Keputusan ini harus berkesinambungan di masa yang akan datang, sehingga seluruh narapidana mendapat kesempatan yang sama. Terutama mereka yang tersangkut pidana pencurian ayam dan pencurian ubi di kebun tetangga hanya karena alasan untuk tetap bisa menyambung hidup dari himpitan ekonomi yang semakin menghimpit.

Esensi keadilan juga harus bisa menjangkau semua. Hukum kita tidak boleh tumpul ke atas dan tumpul ke bawah. Pihak kemenkumham harus juga jeli dan harus membuat pengawasan yang sangat ketat untuk realisasi keputusan ini. Kita jangan sampai mendengar bahwa ada di antara napi yang jumlahnya 30.000 itu ada yang mendapat remisi diluar syarat yang sudah ditentukan.

Kalau boleh data dari 30.000 napi itu dibuka ke publik untuk meyakinkan, bahwa mereka layak mendapatkan remisi asimilasi dan integrasi sesuai dengan syarat yang berlaku. Hal ini penting untuk meminimalisasi kejahatan baru, yakni bahwa ada saja oknum-oknum internal (petugas hukum di lingkungan kemenkumham) yang memanfaatkan situasi seperti ini tanpa sepengetahuan pusat dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun