Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lockdown atau Chaos?

31 Maret 2020   17:45 Diperbarui: 31 Maret 2020   18:22 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlepas dari kecanggihan teknologi China dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia, tentu kita boleh bertanya, koq bisa ya? Amerika saja yang juga memiliki kekuatan dan kecanggihan yang sama, bahkan lebih tidak berdaya saat dituntut untuk melakukan lockdown. 

Tentu ada benang merah yang tidak terlihat oleh mata tetapi mampu mengendalikan kekuatan besar hingga wilayah china bisa menerapkan prinsip satu komando. Tentu harus disadari bahwa hal ini didukung oleh kesadaran personal masyarakatnya yang taat dan setiap pada SOP yang dianjurkan. 

Bila kita membaca media-media mainstream China, hampir semuanya memberitakan tentang bagaimana fokus mengendalikan penyebaran C-19 dibanding dengan narasi yang menakutkan dan melemahkan tulang yang berujung pada penggerusan imun tubuh.

China tidak tidak sulit dalam mensosialisasikan garis komando yang berlaku untuk semua, dan kebetulan masyarakatnya manut dengan itu. Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang secara ideologi menganut paham demokrasi, yang membuka peluang semua bisa (walau tidak semua boleh) oleh semua dalam mengawal arah kebijakan. 

Harus diakui bahwa Negara kita secara de jure menganut sistem presidensial, tetapi dalam praktiknya sistem presidensial dan parlementer bercampur aduk kayak nano-nano dengan rasa asam-manis (maaf kalau saya salah) hehehehe...

Hal tersebut memang terbukti memberi ruang untuk mengakomodir setiap aspirasi warganya, tetapi disisi lain menjadi bumerang karena ada 270 an juta ide yang berbeda dari setiap isi kepala penduduknya hehehe... Ini tentu menyulitkan pemerintah pusat dalam memberi sebuah konklusi yang tepat terhadap tindakan yang akan diambil... serba salah yah... hehehe

Dalam situasi 'genting' seperti saat ini, apakah kita mesti merubah (mengadopsi) pola kepemimpinan yang ada dengan pola yang dilakukan oleh negara yang sudah terbukti berhasil melakukan pengendalian dengan sistem yang mereka anut? Waduh, parah, bisa kena lempar botol muka ini (sudah jelek dilempar lagi).

Hm... kembali ke lockdown dan chaos. Berbicara tentang lockdown berarti membahas sebuah situasi yang membatasi pergerakan warga dari satu tempat ke tempat yang lain untuk meminimalisir resiko terpapar dan memaparkan penyakit ke yang lain. 

Bukan hanya itu saja, nadi transportasi dan harus berhenti total dengan pengawasan ketat dari pihak pengamanan yang bertugas. Jika ini diberlakukan dengan penuh, maka ada pengandaian bahwa setiap warga negara mampu menyediakan sumber daya sendiri untuk menghidupi dirinya (dirumah) sampai batas akhir situasi higeinis yang ditentukan oleh pemerintah.

Mengingat konsep yang dimaksud, bulu kudukku berdiri, antara merinding karena takut dan sedih melihat kenyataan bahwa akan ada 25 an juta orang (ingat, ini masih data diatas kertas sesuai LPJ pemerintah) yang akan puasa total karena kemiskinan dan keterbatasan sumber daya yang ada. 

Hal ini akan menjadi dilema tentunya. Belum lagi yang digolongkan tidak dibawah garis kemiskinan (ada penghasilan tetap) tetapi mereka adalah perantau yang tersebar di beberapa kota dan pastinya akan kesulitan juga mengakses sumber daya sandang karena lonjakan harga yang sudah mulai mencekik (pemerintah pusat sudah tahu gak klo gula sudah naik dari 16 ribu/kg menjadi 24 ribu/kg di tempatku? Itu masih terletak disudut pusat Kota Jakarta lho... bagaimana dengan daerah lain nantinya?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun