Mohon tunggu...
Bernadyta Anggyta
Bernadyta Anggyta Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Pemula

Beruna desu

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menikmati Musik di Tengah Keseruan Film Drama Musikal "Tiga Dara" dan "Rumah Tanpa Jendela"

15 September 2022   16:13 Diperbarui: 15 September 2022   17:03 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest/Creative Market 

Film merupakan salah satu hal yang diciptakan untuk menjadi sebuah media hiburan. Bentuk film sendiri yaitu suatu gambar bergerak yang di dalamnya membawakan sebuah cerita bertujuan untuk menyampaikan pesan untuk berkomunikasi pada khalayak (Astuti, 2022, h.5). 

Awal mula terciptanya film hingga sekarang, terlihat jika sudah banyak film yang diproduksi dengan berbagai macam alur dan bentuk yang semakin berkembang hingga saat ini. Film memiliki beberapa komponen penting yang bisa dilihat yaitu paradigma dalam film, genre, dan subgenre. 

Dalam tulisan ini akan membahas tentang dua film drama musikal yaitu Tiga Dara dan Rumah Tanpa Jendela serta dijabarkan perbedaannya sesuai dengan tiga komponen diatas.


1. Paradigma.

Sumber: trentu.ca
Sumber: trentu.ca

Paradigma adalah sebuah cara untuk berpikir dan menilai yang berkaitan dengan suatu yang khusus tentang realitas.  Fungsi paradigma sendiri menjadi sebuah dasar bagi seseorang untuk berinteraksi dan bertujuan untuk memahami keadaan sekitar. 

Paradigma dalam film berfungsi untuk khalayak supaya mampu melihat pesan yang akan disampaikan dalam film lalu memfokuskan analisis serta mengetahui aturan apa dalam menginterprestasikan sebuah film (Astuti, 2022, h.20).

4 Paradigma dalam film:

1. Paradigma Fungsionalisme

Memandang masyarakat adalah sebuah sistem yang berkaitan dari mulai bidang agama, pendidikan, struktur politik, sampai keluarga.

2. Paradigma Empirisme

Semua pengetahuan yang berasal dari pengalaman manusia.

3. Paradigma Fenomenologi

Mempelajari manusia sebagai fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran.

4. Paradigma Kritis

Ilmu sosial sebagai proses yang berkembag diangkat dalam film dengan memposisikan nilai-nilai seperti moral, etika dan lain sebagainya.


2. Genre

Sumber: bangka.tribunnews.com
Sumber: bangka.tribunnews.com

Genre dimulai oleh produk teater atau sastra dan berbentuk sebuah narasi cerita yang sekarang akhirnya masuk kedalam film. Genre merupakan pembagian jenis film yang dibuat, film mempunyai sebuah pola yang khas. Genre bukan tercipta dari budaya, tetapi bisa juga terbentuk akibat situasi yang disepakati secara konstan berubah. Pada umumnya genre film berfungsi untuk mempermudah membagi film-film yang dicari sesuai dengan spesifikasi.

Fungsi genre untuk 4 pihak :

1. Produser

Genre digunakan sebagai model untuk film yang akan mereka buat.

2. Awak film

Supaya produksi bisa lebih mudah dan percaya diri karena mempermudah dengan adanya format yang sudah ada.

3. Distributor

Genre mampu melihat dan memasarkan dengan mudah untuk mendapat target penontonnya.

4. Penonton

Mempermudah penonton untuk memilih film jenis apa dan mengurang rasa kecewa jika alur film tersebut tidak sesuai dengan keinginan.

Genre memiliki tiga kategori besar yang sering digunakan adalah drama, laga, dan horor. Cara lain untuk mengklasifikasi genre dengan melihat isi ceritanya seperti adegan perang, komedi, melodrama, musikal, tarian, dan masih banyak lagi (Astuti, 2022, h.26). 


3. SubGenre

Tiga genre utama tadi dikembagkan menjadi bayak sub-genre, sub-genre sendiri adalah suatu genre utama yang juga dipengaruhi atau mengandung unsur genre lain didalam satu film tersebut tetapi tidak menutup genre utama. 

Salah satu contoh dari SubGenre sendiri adalah Film Musikal yang mengangkat tema utamaya adalah musik. tokoh utama yang menunjukan bermain musik dengan menyanyi sekalipun di setiap partnya. Adanya gerakan dan lagu yang mengiringi menambah nuansa musikal yang diberikan (Astuti, 2022, h.30)

Kualitas dari film musikal hampir mirip dengan drama musikal karena penilaiannya tida hanya dialog tetapi komponen lagu dan penampilan musikalnya juga menjadi sebuah hal yang sangat penting.


Analisis Film "Tiga Dara"

Sumber: indonesiadesign.co
Sumber: indonesiadesign.co

Film Tiga Dara mulai tayang pada tahun 1956, megisahkan tentang tiga saudara kandung yang tinggal bersama neneknya akibat ibu mereka yang telah meninggal dan ayahnya yang terlihat tidak peduli dengan mereka. 

Diceritakan tiga saudara kandung dengan sifat yang berbeda yaitu Si sulung Nunung (Chitra Dewi) seorang gadis pendiam yang suka membereskan rumah. Anak tengah, Nana (Mieke Wijaya) penyuka keramaian dan pesta. Terakhir si bungsu Nenny (Indriati Iskak) anak yang bandel lincah dan suka ikut campur urusan orang lain. 

Cerita berlanjut degan keinginan neneknya ingin melihat Nunung menikah dan berusaha mencarikan sosok lelaki untuk Nunung dengan segala macam cara karena memang Nunung tidak pandai akan hal itu. Dua saudara kandung Nunung juga membantu neneknya untuk mecarikan Nunung seorang kekasih.

Sumber: themoviedb.org
Sumber: themoviedb.org
Film "Tiga Dara" memiliki sebuah paradigma dalam film yaitu paradigma kritis karena dari setelah mengupas lebih lanjut pada film ini, film ini mengangkat tema tentang perilaku dan kehidupan setiap manusia didalam lingkungannya. hal ini melihatkan bahwa cocok dengan paradigma kritis yang berfokus kepada nilai moral dan etika.

Dalam film ini saya menemukan nilai moral serta etika yang digambarkan dari sifat ketiga saudara kandung ini dengan berbagai macam sifat. Dipandangnya Nunung yang tidak segera mendapatkan kekasih dikarenakan hidupnya yang kurang berbaur dengan dunia luar. 

Terlihat etikanya juga dimana seharusnya masalah kehidupan pribadi tidak baik untuk dicampuri tetapi Nenek dari ketiga saudara ini tetap memaksakan untuk mencarikan atau menjodohkan Nunung dengan seorang lelaki. 

Film ini masuk kedalam genre drama yaitu menceritakan tentang kehidupan suatu keluarga dan kisah percintaan didalamnya dengan masalah yang ditampilkan mirip dengan kejadian asli di luar film yang mungkin orang banyak mengalami.

Sumber: themoviedb.org
Sumber: themoviedb.org
Film ini juga termasuk kedalam sub-genre karena masuk dalam film musikal. Film yang dikemas tidak hanya menampilkan sebuah dialog dan monolog tetapi juga mengubahnya dengan nyanyian lagu serta gerakan tarian di setiap partnya membuat film ini menjadi film drama musikal. 

Film berdurasi hampir 2 jam ini masih menggunakan gambar hitam putih tapi mampu mengemas cerita dengan baik dan para tokohnya bermain dengan lugas dan santai. Iringan lagu menggunakan alat musik sederhana dan setiap nada bernada sedikit mirip pada setiap part bernyanyi yang membuat hal ini sedikit membosankan. iringan lagu yang masih belum terdengar jelas dan suara yang juga masih seadanya kurang sedikit susah didengar.

Analisis Film "Rumah Tanpa Jendela"

Sumber: imdb.com
Sumber: imdb.com

Film Rumah Tanpa Jendela tayang pada tahun 2011, mengisahkan tentang anak kecil berumur 8 tahun bernama Rara (Dwi Tasya) yang memiliki mimpi memiliki rumah dengan sebuah jendela. Dia adalah salah satu kelarga yang tinggal di desa pemulung Menteng Pulo, Jakarta yang memang keadaan keluarganya sangat kurang dan tidak berkecukupan. Saking tidak memiliki uang bahkan nenek Rara juga sering sakit-sakitan dan tidak bisa berobat.

Rara bersekolah disekolah pemulung dengan 1 relawan guru yaitu Bu Alya (Varissa Camelia). Bu Alya mengajarkan banyak hal baik untuk anak-anak disana salah satunya menjadi ojek payung untuk medapatkan uang didekat sekolah lukis. 

Rara bertemu dengan Aldo (Emir Mehira) anak berusia 11 tahun yang sedikit keterbelakangan tetapi dari keluarga yang mampu. Akhirnya mereka dekat satu sama lain dan saling menolong serta menguatkan.

Sumber: imdb.com
Sumber: imdb.com
Film "Rumah Tanpa Jendela" memiliki paradigma yang sama dengan film "Tiga Dara" yaitu paradigma kritis karena film ini mengangkat tema tentang perilaku dan kehidupan setiap manusia didalam lingkungannya yang berfokus dengan moral dan etika. 

Nilai moral yang ada di film ini adanya sebuah kesenjangan tapi tidak saling membedakan dan masing-masing kelebihan memiliki sebuah kekurangan didalamnya.  Fokus film ini lebih mengarah kepersahabatan antara 2 orang film ini mengajarkan tentang bagaimana menghargai sebuah kehidupan dengan latar belakang yang berbeda. 

Film ini juga masuk kedalam genre drama karena menceritakan tentang kehidupan yang mengarah lebih kepersahabatan antara 2 orang anak kecil didalamnya dengan masalah kesenjangan ekonomi dan gangguan mental atau keterbelakangan yang ditampilkan sesuai isu dikejadian nyata. 

Sumber: kibrispdr.org
Sumber: kibrispdr.org
Film ini juga termasuk kedalam sub-genre karena masuk dalam film musikal. Film ini dikemas juga melalui nyanyian dan lagu dan tarian didalamnya. penapilan yang lebih asik dilihat dengan tarian yang mulai beranekaragam mengguakan alat pendukung, suara yang juga lebih jelas dan inovasi lagu serta nada yang banyak sehingga tidak membosankan.

Film dengan mengambil gambar nyata dilapangan sudah bewarna membuat durasi 2 jam menonton lebih enak dilihat. Menggunakan alat musik yang diaransemen menjadi sebuah lagu yang membuat lebih enak didengarkan.



Kesimpulan

Perbandingan dari kedua film tersebut memang besar dikarenakan juga perbedaan tahun yang cukup lama. Tetapi menurut saya pada masing-masing film memiliki kelebihan dan kekurangan. dari ketiga komponen juga dapat dilihat bedanya.

Dari sudut pandang paradigma kritis pada film "Tiga Dara" lebih menyorot kepada masalah keluarga dan percintaan, sedangkan "Rumah Tanpa Jendela" lebih mengarah kepersahabatan dan impian seorag anak.

Genre yaitu drama dengan alur kisah yang juga berbeda, film pertama menceritakan tentang masalah keluarga dan percintaan sebagai tema utama. Film kedua menceritakan tetang arti persahabatan dengan perbedaan latar belakang ekonomi dan beberappa faktor lain yang diangkat yaitu tentang keterbelakangan mental terhadap anak.

SubGenre yang terlihat dari film musikal tampilan dari film pertama masih hitam putih dan kurang jelasnya dibagian musik dan saat menyanyi, musik tidak diaransemen atau bisa dibilang seadanya tetapi konsep pembawaannya sudah cukup memandai dan terbantu oleh beberapa pita suara yang baik. 

SubGenre Film kedua lebih berani berinovasi untuk lagu dan gerakannya lebih banyak menggunakan properti yang membuat lebih mendukung drama musikalnya. 

Kedua film ini masih sangat direkomendasikan untuk dinikmati karena memiliki keunggulan yang juga sama-sama menarik dalam kurun waktu yang berbeda.


Daftar Pustaka

Astuti, R. A. V. N. P. (2022). Buku Ajar Filmologi: Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun