Mohon tunggu...
bernadetta puspita
bernadetta puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Menyukai hal-hal seputar hewan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjadikan Satwa Liar sebagai Peliharaan, Bentuk Rasa Cinta Hewan atau Rasa Egois Manusia?

7 Juli 2022   07:37 Diperbarui: 7 Juli 2022   07:48 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ratusan juta hewan dipelihara sebagai hewan eksotis di dunia. Bahkan, glamorisasi hewan peliharaan eksotis melalui media sosial kini menjadi tren bagi para kaum ‘sultan’. Para pemilik hewan tersebut mengaku sebagai pecinta hewan hingga memelihara hewan tersebut di rumah. Beberapa dari pemilik bahkan mengaku bahwa mereka sedang menyelamatkan satwa liar tersebut dari rusaknya hutan dan meyakini bahwa rumah mereka adalah tempat terbaik bagi hewan tersebut. Namun apakah hal ini dibenarkan?

Tak bisa dipungkiri, hewan merupakan hal yang sangat menggemaskan dan sangat menghibur. Hal ini tentu membuat kita ingin selalu berada di dekatnya hingga akhirnya bertekad untuk memeliharanya. Menurut data, hampir setengah (47%) dari masyarakat Indonesia memiliki hewan peliharaan. Akhirnya, beberapa orang merasa memelihara hewan peliharaan merupakan hal yang biasa dan dapat dilakukan semua orang. Oleh karena itu, mereka yang biasanya berasal dari kaum ‘sultan’ merasa bosan dan mencoba untuk memelihara satwa liar. Memelihara satwa liar pun akhirnya menjadi ajang untuk berlomba-lomba.

Ide untuk memelihara satwa liar biasanya didapat dari media sosial. Banyak sekali influencer masa kini yang tidak segan-segan memposting kisahnya dengan satwa liar yang mereka pelihara. Biasanya konten yang mereka buat merupakan konten positif berupa edukasi tentang hewan tersebut dan bagaimana cara merawatnya. Sayangnya, mereka tidak sadar bahwa video mereka membuat para penonton turut merasakan keseruan di dalam memelihara satwa liar. Mereka bahkan berpikir bahwa semakin langka satwa tersebut, maka hal ini akan semakin menantang dan mengasyikkan. Sayangnya, mereka tidak pernah diedukasi oleh influencer tersebut bahwa ada hukum yang menentang pemeliharaan satwa liar. Mereka juga tidak memberikan edukasi bagaimana sulitnya mendapatkan izin untuk memelihara satwa tersebut. Mereka juga hanya menampilkan bagaimana keseruan memelihara satwa itu tanpa menampilkan bagaimana kesulitan yang mereka hadapi. Akhirnya, para penonton yang tidak pernah tahu akan hal ini akan tergoda untuk memelihara satwa liar secara ilegal. Perdagangan satwa liar secara ilegal pun semakin marak terjadi. Satwa liar yang awalnya berada di hutan, kini banyak yang mati saat proses pengambilan, mati saat di jalan, bahkan mati di tangan pemilik yang mencoba untuk memelihara. Kebanyakan dari mereka hanya menjadikan satwa tersebut sebagai objek yang dapat dipamerkan, namun tidak bisa menjadi orang yang bertanggung jawab akan kesejahteraan hewan tersebut.

Jika kita perhitungkan, konten edukasi tentang satwa liar memiliki dampak negatif yang lebih banyak daripada dampak positif. Sayangnya, banyak infulencer dan content creator yang tidak sadar akan hal ini. Mereka selalu berusaha membenarkan diri. Mereka merasa bahwa mereka melakukan hal tersebut karena mereka mencintai hewan. Mereka ingin memberikan yang terbaik bagi satwa liar tersebut dan mereka yakin bisa memenuhi segala kebutuhan satwa tersebut. Mereka juga merasa bahwa alam bebas bukan tempat yang nyaman bagi hewan tersebut jika dibandingkan dengan rumah mereka. Kasur empuk berbulu, mainan hewan yang mahal, baju lembut dengan kulitas premium, dan lain-lain dianggap sebagai hal yang semestinya didapatkan oleh satwa liar tersebut, bukan kehidupan liar di alam bebas. Tentu hal ini merupakan suatu kesalahan. Tidak benar bahwa kenyamanan itu dapat memenuhi kebutuhan satwa tersebut. Hal yang menjadi kebutuhan satwa liar adalah dapat mengekspresikan dirinya sebagai hewan liar, bukan sebagai peliharaan!

Larangan untuk memelihara satwa liar juga tercantum dalam Undang-undang. Hal ini termuat dalam Pasal 20 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.

Bagi yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap pasal diatas maka bisa dipidana penjara hingga lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sedangkan bagi yang lalai melakukan pelanggaran tersebut dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah.

Lantas mengapa hal ini menjadi suatu hal yang penting sehingga dimuat di dalam Undang-undang? Berikut alasan mengapa kita dilarang untuk memelihara satwa liar.

  • Tempat terbaik bagi satwa liar adalah di alam bebas, bukan di rumah. Memelihari satwa liar di rumah dapat membatasi perilaku alami hewan dan membahayakan kesehatan mental dan fisik mereka. Mereka sering kekurangan tempat berlindung, makanan, ruang untuk berkeliaran, dan kontrol lingkungan yang memadai untuk menjaga suhu tubuh mereka sesuai kebutuhan.   
  • Jika banyak orang yang berbondong-bondong ingin memelihara satwa liar, tanpa pengetahuan yang cukup, dapat menyebabkan orang tersebut tidak bertanggung jawab dalam kesejahteraan satwa tersebut dan menyebabkan kepunahan dari satwa liat tersebut.
  • Satwa liar tidak dapat didomestikasi. Domestikasi berbeda dengan penjinakan. Mungkin ada kalanya Anda berpikir bahwa Anda berhasil menjinakkan satwa liar tersebut. Namun Anda harus mengingat bahwa sifat liar tersebut dapat kembali dan tidak dapat hilang. Proses domestikasilah yang dapat menyebabkan sifat liar tersebut tidak dapat kembali. Namun hal ini terjadi setelah berabad-abad lamanya.
  • Mereka tidak tetap kecil selamanya
  • Satwa liar yang Anda temui saat kecil mungkin merupakan hal yang paling menggemaskan yang pernah Anda lihat. Namun, saat besar, satwa liar itu bisa menunjukkan sifat liarnya kembali, seperti menggigit, mencakar, dll. Kebanyakan dari mereka yang mencoba memelihara biasanya mengembalikan satwa itu ke alam tanpa menyadari bahwa sejak kecil, satwa tersebut tidak dibekali pengetahuan dan pengalaman untuk dapat survive di alam. Satwa tersebut pun akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dan mati.

Alasan di atas cukup menggambarkan mengapa memelihara satwa liar itu dilarang, bukan? Jika Anda masih merasa bahwa alam bukan tempat terbaik bagi satwa karena alam sudah rusak, maka solusi terbaik adalah dengan memperbaiki alam, bukan malah membatasi satwa tersebut dengan memeliharanya di rumah. Selain itu, edukasi mengenai larangan memelihara satwa liar juga perlu diperluas kepada masyarakat secara menyeluruh. Undang-undang yang mengatur hal ini juga perlu diperketat. Jika perlu, sebaiknya konten dan postingan mengenai pemeliharaan maupun perdagangan satwa liar juga dilarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun