Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagu Pengamen dan Tukang Parkir, Butuh atau Tidak Butuh

1 November 2021   19:26 Diperbarui: 1 November 2021   19:34 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tukang parkir (Kompas.com/Hamzah)

Lagu pengamen jalanan terkadang sangat menghibur. Keberadaan tukang parkir seringkali juga membantu para pengendara. Kehadiran mereka bisa jadi dibutuhkan atau malah dihindari.

Pekerja informal

Kita tentunya akan sangat menghargai seseorang dengan jenis pekerjaan apapun. Baik pekerja formal maupun pekerja informal. Selama orang tersebut menghargai pekerjaanya dan melakukannya dengan sungguh-sungguh. 

Hanya saja, stigma buruk telanjur seringkali dilekatkan pada beberapa jenis pekerjaan informal. Ambil contoh pengamen dan tukang parkir.

Di Jakarta dan sekitarnya, kota dimana saya tinggal, pengamen dan juru parkir itu buanyaaak sekali. Bisa kita temui hampir di setiap sudut kota. 

Pengamen

Pengamen, contohnya. Kalau pengamen yang benar-benar jual suara dan bermain alat musik dengan baik, tentu kita tidak akan ragu berbagi uang receh. Bahkan bila benar-benar bagus, orang tidak segan-segan memberi pecahan uang kertas dengan nilai yang lebih besar.

Cuma masalahnya, tidak setiap saat kita bisa berjumpa pengamen yang benar-benar berniat ngamen. Kebanyakan pengamen yang ditemui justru yang asal keluar suara dan asal bermain alat musik, yang penting dapat uang.

Di pertengahan tahun 2000-an, dimana metromini, kopaja, dan bus kota masih berseliweran di ibukota, pengamen menjadi ikon menakutkan bagi sebagian penumpang angkutan umum tersebut, termasuk saya.

Walaupun banyak pengamen yang benar-benar menghibur penumpang dengan suaranya dan suara alat musik yang enak didengar. Namun, pengamen yang "menebarkan ketakutan" jumlahnya juga tidak sedikit. Hal ini yang sering membuat saya dan sebagian penumpang perempuan khususnya was-was bila mereka muncul.

Dengan badan penuh tato, anting-anting di hidung dan bibir, celana sobek-sobek dan lusuh, ngomong-nya juga mirang-miring khas orang mabuk dan teler, siapa penumpang yang tidak ketar ketir? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun