Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Itu Sederhana, Mulailah dengan Berbagi, Memberi, dan Menyantuni Sesama

31 Desember 2020   22:47 Diperbarui: 31 Desember 2020   22:54 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JNE (Ilustrasi : JNE via Kompas.com)

Mendengar kata bahagia, tentu berbagai rasa terlintas di pikuran kita. Ada yang menganggap, dengan memiliki rekening gendut di bank, dia akan bahagia. Ada pula yang menganggap, bila bisa memiliki pasangan hidup seganteng artis Korea, Lee MIn Ho, dia akan bahagia. Atau, seseorang menganggap, bila bisa hidup santai tanpa bekerja keras, dia akan bahagia. Persepsi bahagia bisa berbeda-beda pada setiap orang.

Saya sendiri memandang rasa bahagia sebagai ungkapan syukur pada Sang Pencipta. Saya ada, maka saya bahagia. Apapun keadaan dan situasi yang saya alami. Memyenangkan atau tidak menyenangkan. Bahagia timbul dari dasar hati. Bukan karena semuanya indah, maka saya bahagia, tetapi karena saya selalu bahagia, maka semua akan terasa indah.

Kebahagiaan yang kita miliki sebaiknya tidak kita pendam sendiri. Alangkah baiknya bila kita berbagi kebahagiaan dari apa yang kita miliki. Untuk ini, saya punya kisah sendiri.

Kebetulan salah seorang kerabat memiliki kehidupan yang kurang beruntung. Ayah dari anaknya tak bertanggungjawab, meninggalkan dan tak menafkahi, sejak anaknya dalam kandungan.

Untuk meringankan beban mereka, saya dan suami berusaha membantu semampu kami. Seiap bulan, saya dan suami sering berbelanja khusus untuk kebutuhan mereka. Seperti kebutuhan rumah tangga dan berbagau bahan makanan. Tidak lupa saya tambahkan beberapa kotak susu kemasan kesukaan si anak.

Di waktu-waktu lain, terkadang bila kami membeli makanan ringan, seperti martabak, saya sering memesan dua kotak. Satu untuk kami, dan satu untuk mereka. Atau kala kami berburu bahan makanan beku yang sedang diskon, kami akan tambahkan beberapa bungkus untuk mereka.

Senang rasanya bila mendengar teriakan sang anak memanggil mamanya, “Maaa, ada maksu…” kala melihat saya hadir di depan pintu rumahnya. (Maksu adalah panggilan dalam bahasa daerah tempat kelahiran saya. Sebenarnya Umak Bungsu, disingkat jadi Maksu).

Pandangan matanya akan langsung tertuju ke arah barang bawaan saya. Wajahnya pun mulai bersinar gembira bila melihat ada kotak susu atau bungkusan makanan di sana.

Ketika saya menyerahkan kantung plastik itu kepadanya, dia akan menerima dengan malu-malu sambil tersenyum simpul, seraya berkata, “Terimakasih, Maksu...”

Duh, campur aduk rasanya hati ini. Ada senang, terharu, sekaligus terenyuh.

Alangkah sederhananya arti kebahagiaan bagi seorang anak kecil. Hanya dengan sekantung makanan atau sekotak susu, dia akan sangat bergembira. Bagaiamana dengan kita? Apakah kita bisa seperti mereka? Berbahagia atas hal-hal kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun