Mohon tunggu...
Berlian Angga K
Berlian Angga K Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar.

Manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nilai Besar Itu Penting bagi Kehidupan Akademik

5 Maret 2021   06:23 Diperbarui: 5 Maret 2021   06:25 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pendidikan formal di Indonesia (sampai saat ini), ukuran keberhasilan seseorang dalam kehidupan akademiknya itu sangat tergantung pada tinggi rendahnya nilai yang mereka dapatkan, baik itu melalui kegiatan evaluasi nilai yang ditentukan oleh pendidiknya, sekolah maupun oleh pemerintah pusat.

Implikasi paradigma pendidikan yang berorientasi nilai seperti itu mau tak mau membuat orang berfikir untuk mencari cara agar dapat dikatakan berhasil melalui pemenuhan nilai yang seoptimal mungkin, termasuk dengan melakukan praktek kecurangan. Padahal salah satu esensi pendidikan yang ideal ialah menciptakan manusia yang berkualitas dan berintegritas melalui penerapan nilai-nilai agama, kejujuran, dan tanggung jawab.

Dalam dunia pendidikan, istilah kejujuran meluas dengan munculnya istilah baru, yakni kejujuran akademik atau academic honesty. Kejujuran akademik itu sendiri merupakan salah satu aspek dalam integritas akademik (academic integrity). Dr. Tracey Bretag, seorang peneliti dari University of South Australia, menjelaskan integritas akademik sebagai tindakan yang berdasarkan pada nilai kepercayaan, keadilan, menghargai, tanggung jawab, rendah hati, dan kejujuran itu sendiri. Dalam praktiknya, masalah kejujuran dinilai paling banyak mendapatkan sorotan dari para akademisi dunia. Hal ini didasari dengan banyaknya kasus yang mencerminkan rendahnya nilai-nilai kejujuran dalam diri seseorang, tanpa terkecuali pelajar dan pendidik.

Salah satu kasus penyimpangan terhadap kejujuran akademik adalah kecurangan akademik atau academic cheating. Kecurangan akademik itu sendiri, menurut Deighton, merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur. Dengan kata lain, perbuatan seperti menyontek, plagiarisme, mencuri dan/atau memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademik itu dengan tujuan untuk mendapatkan keberhasilan dalam mencapai nilai maksimal dapat dikategorikan sebagai kecurangan akademik, dan/atau bentuk penyimpangan terhadap kejujuran akademik.

Dan inilah yang dapat menjadi masalah yang cukup besar dimasa depan nanti, paradigma/pola berpikir seperti itu secara tidak sadar membentuk sebuah karakter yang tidak jujur terhadap dirinya sendiri. Nilai mata pelajaran yang besar tak berpengaruh pada kehidupan seseorang, itu hanyalah sebuah formalitas semata dan hanya sebuah prestis dan display, tetapi tak dapat dipungkiri juga bahwa nilai memang penting jika kita berpindah pada perspektif dunia pekerjaan dan usaha.

Tetapi, akan lebih baik jika pelajar di Indonesia untuk lebih mengasah kemampuan utama mereka masing-masing yang bisa dilihat dari hobi dan bakat mereka, sistem pendidikan saat ini memperintahkan pelajar untuk memakan berbagai mata pelajaran sekaligus tanpa melihat mana yang disuka dan mana yang tidak, dan mengharuskan pelajar untuk mendapatkan atau melebihi sebuah patokan nilai yang disebut dengan KKM yang juga menentukan apakah siswa naik kelas atau tidak, yang jika dilihat dari pandangan lapangan bukannya membuat pelajar pintar tetapi malah akan membuat pelajar stres karena mereka harus berpikir bagaimana caranya agar mereka bisa "lulus". Karena pikiran itulah yang membuat mereka melakukan kecurangan, baik dalam tugas maupun ulangan.

Seharusnya, pendidikan kita lebih mengarah ke bagaimana cara seseorang untuk bisa sukses pada kakinya sendiri dan mengatur jalan hidupnya sendiri, bukan bagaimana cara seseorang untuk bisa bekerja dengan baik.

Kita dituntut untuk dapat menjadi SDM yang baik bagi negara, baik buruh maupun kantor, dan lainnya. Dan semuanya sama dimana mayoritas memang akan akan menjadi SDM bagi bangsa, tetapi SDM yang bisa mengatur arah hidup mereka sendiri ataukah SDM yang hidupnya diatur oleh orang lain?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun