Mohon tunggu...
winingsih
winingsih Mohon Tunggu... Freelancer - amateur writer

menulis adalah upaya mengingat dan mengenang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Antologi Cerpen "PANDEMI": Dunia Kesusastraan Tak Ikut Terjangkit Virus Corona

11 September 2022   22:01 Diperbarui: 11 September 2022   22:03 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cover antologi "PANDEMI" https://fliphtml5.com/hxqwc/gwwk/basic

"Fiksi adalah suara hati yang terkubur di dasar peristiwa" kata Putu Pajar Arcana seorang editor dan salah satu penggagas antologi Cerpen Pilihan #prosaDiRumahAja yang berjudul "Pandemi". 

Pendapat Putu Pajar Arcana bukanlah tanpa dasar, karena memang karya sastra dapat menjadi sebuah kontrol sosial dan pemberi penyadaran ketika konsumsi informasi yang disuguhkan berbagai media massa hanya berisi fakta-fakta keras yang berasal dari realitas formal. 

Selain itu, sebaran informasi yang begitu masif dari media sosial terus membombardir masyarakat dengan informasi-informasi bias, bahkan tak jarang informasi yang disuguhkan berupa berita bohong (hoaks). 

Hasil dari kebiasaan itu membuat realitas sosial yang lebih dekat dengan masyarakat menjadi terkubur dan luput dari perhatian, sedangkan berita-berita picisan yang hanya berisi hiburan menjadi konsumsi harian masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, sastra   menjadi salah satu media paling ampuh untuk memotret gambaran yang jujur tentang sebuah realitas.

Arcana Foundation dan Galeri Indonesia Kaya membuat kegiatan kepenulisan yang dimaksudkan untuk mewadahi gejolak penulis pemula dalam mengembangkan ide tulisannya dengan cara melihat realitas yang lebih luas, khususnya realitas yang berkaitan dengan keadaan pandemi yang saat ini tengah mencekik berbagai sektor kehidupan.

Kegiatan ini diadakan pada 18-19 April 2020, peserta yang terpilih dapat mengikuti kelas prosa dari rumah masing-masing secara daring. Selain memperoleh teori-teori membangun sebuah dunia lewat kekuatan imajinasi, para peserta juga diberi kesempatan untuk mengikuti author speed dating, sebuah forum konsultasi secara perorangan.

Ada sekitar 172 penulis yang mengirimkan karya tulisnya, namun hanya 50 penulis terpilih yang dapat mengikuti kelas tersebut. Kelas ini dibuat untuk membuktikan bahwa kreativitas bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja, tidak terkecuali selama menjalani masa karantina di rumah masing-masing. 

Pada bagian akhir, karya dari 50 peserta dikurasi hingga terpilihlah 20 karya dalam bentuk cerita pendek. Ke-20 cerpen tersebut mengambil tema "Rumah Sebagai Ruang Bersama Melawan Pandemi"

Saat membaca 20 cerpen yang terdapat dalam buku antologi Cerpen Pilihan #prosaDiRumahAja yang berjudul "Pandemi", saya seperti terbawa dalam arus keharuan. 

Pandemi yang sekarang semakin berlarut-larut hingga kalut digambarkan dengan apik dalam balutan kisah dengan berbagai sudut pandang, berbagai warna, berbagai rasa, dan berbagai gaya penceritaan. 

Tampaknya, buku antologi Cerpen Pilihan #prosaDiRumahAja dengan judul "Pandemi" telah berhasil mencapai tujuannya untuk membuat tulisan fiksi dengan cara menggabungkan teori-teori jurnalisme dan teori sastra. 

Cerpen-cerpen yang disuguhkan memperkaya khazanah "peliputan" terhadap dampak pandemi yang terus bergulir dan entah sampai kapan akan berakhir. Cerpen-cerpen ini menjelma menjadi dokumentasi sosial yang berharga, lantaran tak hanya merekam peristiwa fisik, tetapi juga mencatat peristiwa batin yang menyebabkan pergolakan di tengah situasi pandemi.

Beberapa cerpen yang dimuat dalam antologi Cerpen Pilihan #prosaDiRumahAja hadir laksana cermin yang memantulkan refleksi keadaan masyarakat di tengah pandemi. 

Contohnya cerpen berjudul "Dingin Loyang Terang Bulan" karya Dwi Alfian Bahri menyuguhkan refleksi rakyat kecil yang berdampak pandemi, bagaimana sosok Sam seorang pedagang martabak yang setiap harinya harus larut dalam kelaparan, merintih dalam diam melihat anak- anaknya hanya minum larutan gula untuk mengelabui rasa lapar. 

Begitu pula pada cerpen berjudul "Pada Suatu Siang" karya Asih Prihartini, "Pesta Ulang Tahun" karya Nafri Dwi Boy dan "Menuju Rumah Bapak" karya Ni Nyoman Ayu Suciartini yang mengajak pembaca untuk memasuki bagian terdalam dari kenyataan dan perasaan warga di tengah pandemi yang mengalami berbagai kesulitan, mulai dari PHK, lilitan hutang, hingga sulitnya memberikan anak akses pendidikan yang layak.

Semua cerpen yang ada saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain. Meskipun antologi ini ditulis oleh banyak penulis dengan banyak sudut pandang yang berbeda, tidak membuat nyawa pada antologi cerpen ini buyar. Semua tulisan sama menariknya, tidak ada yang lebih terang tidak ada yang lebih redup.

Ada satu hal yang disayangkan dari buku antologi cerpen Pilihan #prosaDiRumahAja, yaitu terletak pada ulasan yang dibuat oleh editor. Ulasan yang ada dalam antologi ini menjadi gerbang pembuka bagi pembaca untuk membaca rentetan kisah yang disuguhkan. 

Sayangnya, ulasan dibuat terlalu rinci hingga terkesan seperti membuat sinopsis lengkap pada tiap cerita, kerincian ini semakin mengurangi minat pembaca tatkala ulasan dibuat hingga memberi tahu gambaran ending pada setiap kisah. 

Terlebih, dalam ulasan tersebut, editor sudah "mengotak-ngotakkan" tema dan nilai yang membangun cerita. Padahal, akan lebih baik jika nilai dan tema yang berhubungan dengan realitas diselami langsung oleh pembaca agar interpretasi pembaca tidak dinodai dengan skema yang dibuat oleh orang lain.

Begitulah, geliat sastra tidak ikut mati dan terkubur bersama virus yang terus mencekik merenggut siapa saja tanpa terkecuali. Kreativitas sastrawan terus berkembang bersama dengan keprihatinan atas apa yang tengah terjadi. Bukannya mati, sastra justru terus mengakar dalam hujan, tumbuh dalam kekeringan, riuh dalam keheningan, dan menyebar laksana dandelion yang ditiupkan angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun