Berawal dari seorang gelandangan dengan keterbelakangan mental, Yayasan Al-Fajar Berseri, Panti Rehabilitasi Cacat Mental kini menampung ratusan orang pengidap gangguan kejiwaan dan disabilitas mental.
Bekasi (27/10), Ada pemandangan yang tak biasa di pelosok Kampung Pulo, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Sebuah rumah dengan papan nama bertuliskan "Yayasan Al-Fajar Berseri. Panti Rehabilitasi Cacat Mental" dan beberapa bangunan sederhana disekelilingnya tampak ramai akan kerumunan manusia.
Adalah Marsan (51), seorang sederhana berhati mulia yang memiliki yayasan yang menampung orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan di kediaman miliknya. Marsan bukanlah seseorang dengan latar belakang pendidikan psikologis, medis, maupun kejiwaan. Tekadnya membangun panti untuk orang yang memiliki gangguan kejiwaan tersebut murni karena panggilan jiwa.
Kisahnya berawal pada tahun 1992, ketika itu Marsan yang masih berprofesi sebagai penarik andong tak sengaja melihat seorang gelandangan "tak waras" yang sedang mengais makanan di tempat pembuangan sampah. Karena perasaan iba ia pun memutuskan untuk membawa pulang gelandangan tersebut dan mengurusnya. Keajaiban pun terjadi, setelah beberapa bulan merawat dengan penuh kesabaran si gelandangan mulai menunjukkan kemajuan dan sudah bisa berinteraksi seperti manusia normal lainnya. Cerita tentang Marsan pun mulai menyebar, hingga pada tahun 2005 Marsan mendirikan sebuah yayasan secara resmi.
Hingga saat ini, total ada 277 pasien yang ia tangani. Dibantu oleh istri dan beberapa perawat yang sebagian merupakan mantan pasiennya yang memutuskan untuk mengabdi kepada yayasan, Sudah banyak pasien yang Marsan pulihkan. Ada yang pulang ke keluarganya, ada yang mengabdi kepada yayasan, ada pula yang saling ia nikahkan. "Setiap bulan ada yang keluar, tapi lebih banyak yang masuk." ungkap Marsan.
Bangsal perawatan di tempat ini dibagi menjadi dua. Satu bangsal khusus perempuan dan satu bangsal khusus laki-laki. Biasanya untuk pasien baru tidak langsung dicampur dengan pasien lama, akan tetapi dipisahkan terlebih dahulu di bangsal khusus isolasi. Setelah dirasa sudah cukup tenang dan tidak mengancam, barulah mereka dikumpulkan di bangsal pasien lama. Keadaan bangsal disana masih memungkinkan para pasien untuk berkeliaraan dengan bebas, sehingga mereka tidak merasa terkurung.
Operasional yayasan ini pun mendapat dukungan dana yang berasal dari pemerintah sebesar 10%, sedangkan dari donatur tetap 50%. Sisanya berasal dari donatur tidak tetap yang silih berganti datang mengunjungi yayasan ini. Marsan berharap, semoga kedepannya orang-orang dengan disabilitas mental tidak dipandang sebelah mata dan diperlakukan selayaknya manusia normal dan tidak dibeda-bedakan.
Reporter: Zahra| Editor: Hreloita