Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penyuka seni dan olah raga tetapi belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, Selandia Baru.

Penikmat tulisan, foto, dan video

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Natal di New Zealand Begitu Istimewa

27 Desember 2019   01:12 Diperbarui: 27 Desember 2019   01:47 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Instagram @tantowiyahyaofficial

Natal 2019 adalah Natal pertama saya di luar negeri, bertepatan di Kota Wellington, New Zealand. Tetapi bukan lokasi itu yang membuat Natal ini menjadi istimewa, melainkan perasaan sukacita yang dipancarkan oleh orang-orang di sekitar. Orang-orang di dunia nyata maupun orang-orang di dunia maya.

Sesungguhnya Natal di Wellington tidak begitu semarak. Selain toko-toko yang dihias pernak-pernik Natal, which is sudah lumrah, tak banyak dekorasi yang terlihat di taman kota, gedung atau di rumah-rumah. Jauh dari bayangan saya akan gemerlapnya lampu-lampu hias dan pohon natal raksasa yang terlihat di televisi, khas Amerika dan Eropa itu. Jauh juga dari kemacetan dan keramaian acara-acara ibadah di gereja-gereja atau gedung-gedung pertemuan yang kerap saya alami di Medan.

Wellington dan sekitarnya relatif sunyi senyap, mungkin ingin mendekati suasana sebenarnya saat peristiwa Natal terjadi di Betlehem lebih dari dua ribu tahun lampau. Toko-toko yang tutup dan jalanan yang lengang menyempurnakan kondisi untuk merenungkan arti Natal sebenarnya. Ada baiknya, bukan?

Saya tidak membahas sebab-musabab keadaan tersebut melainkan kemeriahan yang justru hadir langsung di depan mata. Christmas eve, Selasa malam tanggal 24 Desember 2019, ucapan selamat Natal mulai berdatangan di media sosial. Sukacita menjadi lebih mekar ketika ucapan datang dari orang-orang yang berlainan keyakinan. Satu, dua, tiga, empat, lima, dan banyak lagi.

Bukan hanya dari sesama perantau tetapi juga dari tanah air. Kelap-kelip cahaya di hati saya menutupi keremangan kota. Suasana Natal menjadi lebih indah tanpa ornamen berlebihan. Christmas in the city. Barangkali lebih tepatnya christmas in the heart. Ya, di hati.

Pada hari H, 25 Desember 2019, Duta Besar Indonesia untuk New Zealand, Samoa dan Tonga, Tantowi Yahya membuka rumah dinasnya untuk acara makan siang bersama. Masyarakat Indonesia di Wellington pun berdatangan. Kurang sedikit dari keramaian open house pada lebaran sebelumnya, tetapi mayoritas yang datang juga bukan yang merayakan Natal.

Dalam sambutannya, Duta Besar menyampaikan ucapan selamat Natal dan doa untuk kedamaian dan kemajuan Indonesia. Ah, sudah merupakan kewajiban beliau sebagai pejabat publik, pikirku. Tetapi apa yang terjadi kemudian cukup mengesankan. Duta Besar mengajak seluruh yang hadir ke halaman belakang untuk bersama-sama mengucapkan "Merry Christmas" yang direkam video dan disebarkan melalui akun instagramnya @tantowiyahyaofficial. Nyaris semua hadirin berseru nyaring.

Setelah saling bersalam-salaman dan bersilaturahmi di kediaman Duta Besar, malamnya saya berkumpul lagi bersama teman-teman dekat dari Indonesia yang kuliah di Victoria University of Wellington. Kami makan bersama, bertukar kado dan karaoke ala kadarnya sampai larut malam. Padahal yang memperingati Natal diantara kami saat itu hanya dua orang.

Sebenarnya ini bukan tentang Natal itu sendiri. Teringat pernyataan seorang teman bahwa kedamaian Natalnya tidak berkurang dengan ketiadaan ucapan dan saya mengamininya. Ini bukan tentangku, pikirku pula, karena Natal bukan tentang tanggal 25 Desember dengan segala kontroversinya itu. Ini tentang kita. 

Kita sesama umat manusia. Sesama bangsa Indonesia. Ketulusan turut bersukacita saat saudara kita bersukacita adalah "sesuatu" banget. Sama "sesuatu"nya dengan empati saat saudara berduka.

Terlepas dari perdebatan di ranah yang lain, kalimat yang diucapkan seperti air sejuk di tenggorokan. Senyuman, salam dan kehadiran saja pun sudah terlihat bagai bingkisan Natal yang indah. Hadiah kemanusiaan dan harapan masa depan yang lebih baik untuk tanah air tercinta, Indonesia.

Pikir-pikir, kenapa hal ini jadi istimewa, ya? Bukankah sudah biasa dilakukan bangsa Indonesia sejak dahulu kala? Benar juga... Mungkin saya sedang lelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun