KARMA
Penulis: Damay Ar-Rahman
Aku menemukan Arini terbaring di rumah sakit dengan tiga selang yang berada di tubuhnya. Selang pertama, berada di tangan kanannya, selang kedua berada di lubang hidungnya, dan ketiga nyaris membuatku tidak berdaya, yaitu di lehernya hingga menembus ke rongga dada. Banyak yang tidak menyangka, jika Arini coba mengakhiri hidupnya dengan berada di ruang gas beracun. Ruang itu biasa digunakan oleh mahasiswa semester lima kedokteran untuk melakukan uji coba terhadap gejala pernafasan. Apakah ada sesuatu yang membuat gadis malang itu hingga ingin bunuh diri. Baru saja seminggu lalu, aku menemuinya di gedung olah raga kampus, memang kulihat gadis itu tampak pucat dan matanya cekung. Kutanya, ia hanya diam dan terus menghindar. Aku ingin mengejarnya, tetapi teman-teman dari belakang memanggilku secara tiba-tiba.
"Woi Adi, kamu menang sayembara menulis puisi."
Karena begitu penasaran dengan Arini, aku sampai tidak merasakan apapun atas kemenangan yang aku nanti-nantikan. Padahal, mati-matian aku menulisnya. Kata demi kata aku rangkai dengan gejolak hati yang penuh rindu. Penuh dengan duka, dan penuh kehampaan. Tepatnya, dengan menangnya sayembara ini, aku bisa mengalihkan rasa kecewaku pada Arini. Ia lebih memilih pria beristri itu, dibandingkan aku sahabat masa kecilnya. Tidak masalah bagiku ia menjauh, tetapi tidak juga menjadi perusak rumah tangga kakakku. Bagaimana bisa ia, jatuh cinta dengan abang iparku, dan betapa bejatnya lelaki itu. Sudah dugaanku, jika kakakku akan menyesal menikah dengannya. Akulah satu-satunya orang yang tidak setuju dengan pernikahan kakak. Tetapi mau bagaimana, katanya sudah cinta.Â
Arini mahasiswa yang telah ikut terbujuk rayuan, ia juga sebagai gadis tak punya harga diri, mau saja menjalani hubungan terlarang sampai dihamili. Tentu saja, bajingan itu takkan mau bertanggungjawab. Ia malah menuduh balik jika Arini berhubungan dengan lelaki lain, bahkan mungkin denganku. Dasar tak berperasaan!!!
Frustasi, jelas....
Arini hilang arah, ayahnya yang begitu penyayang dan memanjakannya tiba-tiba diam seribu bahasa. Ibunya, sudah tak bisa bicara sejak ia SMP, karena lumpuh, hanya bisa menangis dan tak bisa berbuat apa-apa. Melompat dari atas gedung kampus, mungkin karena ia sembuh dari gas beracun, tidak mau hidup lagi dan ingin menghilangkan kegundahannya memilih terjun. Ternyata, Arini masih hidup, namun ia kehilangan akal dan berada di rumah sakit jiwa milik kakakku.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI