Mohon tunggu...
Travel Story

Banjer, Perkampungan Orang Banjar

27 September 2015   03:26 Diperbarui: 27 September 2015   10:12 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banjer adalah nama salah satu kampung di Manado. Yaitu berbatasan dengan Tikala dan Komo’ serta Paal 4. Nama kampung ini sebetulnya bukan Banjer melainkan Banjar. Dinamakan Banjar karena merupakan tempat domisili Pangeran Perbatasari dari Banjarmasin, Kalimantan, diasingkan Belanda ke Manado pada tahun 1884. Wilayah pengasingan Pangeran Perbatasari tersebut kemudian terbangun menjadi sebuah kampung yang diberi nama Banjer.

Ada banyak versi ikhwal muasal orang Banjar. Namun secara umum Kalimantan dihuni oleh dua kelompok besar dari daratan Asia yang ribuan tahun lalu bermigrasi, yaitu Proto-Melayu dan Deutero-Melayu (Coomans 1987: 2-4; Widjoyo 1998: 3). Ukur seperti dikutip Salim (2001: 5) menggolongkan suku bangsa Maanyan di Kalimantan Tengah dalam kelompok Proto-Melayu, sedangkan suku bangsa Banjar dalam kelompok Deutero-Melayu. Dua kelompok besar itu datang ke Kalimantan dalam waktu yang berbeda. Bagi yang datang di Kalimantan Tengah dan Selatan untuk beberapa waktu sempat singgah di Jawa dan Sumatra. Sedangkan yang kemudian menghuni Kalimantan Timur dan Barat langsung memasuki wilayah tersebut.

Sebutan ‘Banjar’ pada mulanya dimaksudkan untuk memisahkan orang Jawa dan orang Melayu yang berjasa pada Sultan Suriansyah (Pangeran Samudra), segera setelah Sultan ini memeluk Islam sebagai konsesi kemenangannya melawan pamannya, Pangeran Tumenggung, atas bantuan Raja Demak. Sultan memerintahkan untuk membangun perkampungan kelompok Jawa di hilir tepi sungai Martapura, sedangkan kelompok Melayu di tepi hulunya. Kampung-kampung inilah yang semula di sebut Banjar. Sehingga orang Banjar adalah mereka yang tinggal di kampung-kampung tersebut di wilayah Kesultanan Banjar (Basri, 1988: 43).

Namun konsep di atas mengalami perubahan. Banjar kemudian digunakan sebagai konsep untuk menyebut penghuni Kalimantan yang beragama Islam dan berbahasa Banjar. Tim penelitian dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1977/78:15-17;bdk, Riwut 1958:180-181; Daud 1997:25-26), menguraikan bahwa suku bangsa Banjar adalah bentukan dari suku Dayak Maanyan, Lawangan, Bukit Meratus, dan Dayak Ngaju. Melalui proses pembauran yang memakan waktu, suku-suku ini berubah dengan cara meninggalkan bahasa mereka dan menggunakan bahasa Melayu dan kata-kata Jawa serta masuk agama Islam. Sedangkan mereka yang tidak memeluk agama Islam dan tidak berbahasa Banjar tetap menyebut diri sebagai suku Dayak. 

Sejumlah pihak menyimpulkan bahwa Banjar merupakan pecahan dari kelompok-kelompok Dayak yang besar. Karena itulah orang Dayak yang masuk dalam wilayah ini disebut “jadi orang Banjar” (Daud, 1997: 34; Tsing, 1998: 72). Faktor pemisahan ini terutama adalah perbedaan pandangan spritual dan keagamaan. Di sini konsep Banjar lebih merujuk pada istilah sosio-religius. Banjar menjadi identitas agama sekaligus suku. Identitas baru ini membawa Dayak dan Banjar terlibat dalam kontestasi di berbagai bidang kehidupan.

Banyak orang Banjar terkejut dengan adanya warga Manado keturunan Banjar yang menetap di Kampung Banjer yang penduduknya mayoritas non-muslim itu. Tokoh Banjar Manado yang menjadi Ketua MUI Sulawesi Utara adalah KH Fauzi Nurani al Banjari, alumni Ponpes Pamangkih tahun 1967. Ia hijrah ke Manado tahun 1970 sebagai PNS Depag dan menyunting gadis Manado.

Keturunan orang Banjar di Manado sudah kawin-mawin dan membaur dengan penduduk setempat. Sebagian tetap tinggal di Kampung Banjer, namun ada beberapa di kampung lain termasuk di Kinilow, Kota Tomohon. Meski tidak ada data tentang berepa banyak warga keturunan Banjar di Manado, namun komunitas tersebut hingga sekarang telah membentuk bubuhan Banjar yang dinamakan Hambuku Amuntai Banjar Sidin. Ada beberapa tokoh Banjar diantaranya mantan Wakil Walikota Manado Abdi Buchary, KH Rizali M Noor (Pengasuh Ponpes/Ma’had PKP Depag), Makruf, dan KH Hasyim Hasan serta KH Muhammad Thoha Ma’aruf yang dikenal sebagai tokoh besar Nadhatul Ulama.

Ikhwal diasingkannya Pangeran Perbatasari ke Manado yang kemudian berlanjut menetap begitu lama di Kampung Jawa Tondano (Jaton), Minahasa, karena telah memberontak pada Belanda. Dianggap berbahaya, akhirnya Pangeran Perbatasari ditangkap Belanda di daerah Kutai saat dalam perjalanan kembali setelah membeli senjata. Di Kampung jawa Tondano Pangeran Perbatasari menikah dengan dengan wanita Jaton, disusul oleh seorang saudara laki-lakinya, Gusti Amir, dan menikah dengan wanita keturunan Jaton.

Orang Banjar Pahuluan dan Banjar Batang Bayu semula dikenal sebagai petani yang rajin. Namun kemudian mereka mengembangkan usaha usaha kerajinan. Pekerjaan sebagai pengrajin batu cicin masih ditekuni oleh beberapa warga kturunan Banjar di Banjer, Kota Manado hingga saat ini. Kerajaan Banjar pertama-tama diperintah oleh Sultan Adam al-Watsiq Billah (1785-1857 M). Sultan Adam adalah putra dari Sultan Sulaiman al-Mu’tamidillah bin Sultan Tahmidillah bin Sultan Tamjidillah, ibunya bernama Nyai Intan Sari. Ia dilahirkan di Karang Intan pada tahun 1785, di mana pada waktu itu yang memerintah kerajaan Banjar adalah kakeknya, Sultan Tahmidillah bin Sultan Tamjidillah bergelar Susuhunan Nata Alam (1761-1801 M).

Sultan Adam punya lima saudara kandung, yakni Pangeran Mangkubumi Nata, Ratu Haji Musa, Pangeran Perbatasari, Pangeran Hasir, dan Pangeran Sungging Anum. Berkat didikan dari Syekh Muhammad Arsyad, Sultan Adam dikenal sebagai Sultan Banjar yang alim, dekat dengan ulama, dan memperjuangkan kejayaan Islam untuk kehidupan masyarakatnya. 

Tokoh besar Nadhatul Ulama (NU) KH. Muhammad Thoha Ma’ruf, seorang ulama Nahdliyyin kharismatis dari negeri kaum paderi, adalah keturunan ke-7 dari ulama Besar Nusantara asal Banjar Kalimantan, yakni Syeikh Arsyad al-Banjari. Ayahnya, KH Mansur, seorang guru agama yang membangun keluarga di Kampung Banjer Manado. KH Muhammad Thoha Ma’ruf lahir tanggal 25 Desember 1920 di Banjer, Manado. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun