Dan, saat Rindil datang nanti, kalimat itu akan meluncur lancer tanpa ragu-ragu. Aku yakin rencanaku ini berhasil. Selain karena aku punya senjata pamungkas juga karena aku punya pendukung yang sungguh membantu. Rindil pasti tidak akan tega lalu berfikir kembali dan kehidupanku pun akan terus mengalir. Nggak perlu cemas, resah atau gelisah lagi.
Tinggal bilang, Rindil datang dan mengabulkan keinginanku.
Ahhhhhh.
Indahnya hidup ini.
Benar juga kata orang bijak dulu. Cinta dapat mengalahkan segalanya. Termasuk segala yang pernah diberikan Rindil padaku. Hayalku semakin tinggi. Semakin tinggi tentang hidup yang indah ini.
Aku berusaha menenangkan diri serta mengatur jeda suaraku. Supaya bisa lebih dewasa dan bijaksana.
"Aku nggak tau harus mengatakan apa padamu, Ndil. Aku kaget. Bingung. Apa yang menyebabkan kamu sampai tega mengatakan ingin putus padaku. Aku betul-betul tidak mengerti."
"Jangan bertele-tele, Nok. To The poin saja."
Aku memandang Rindil lekat-lekat biar yang dipandang membuang muka. "Aku nggak pengen berpisah denganmu, Ndil. Sungguh. Cintaku padamu mengalahkan segalanya. Kamu sangat berarti dalam hidupku."
"Hhhh.... Percuma kamu merayu, Nok."
"Aku nggak merayu, Ndil. Ini benar benar keluar dari dasar sanubari terdalamku." Kuturunkan nada suaraku. "Aku tak tahu bagaimana hidupku tanpa dirimu. Sepi. Sendiri. Sunyi...."