Dari obrolan kami juga, saya jadi tahu, keluarga ini adalah keluarga yang bahagia dengan pilihan dirinya sendiri.Bukan hanya karena saran orang. Mereka bisa mengkombinasikan atara saran orang lain dan keinginan atau usaha sendiri. Bahkan ada beberapa hal yang ternyata 100% memang pilihan atau usaha mereka sendiri. Apa yang dikatakan orang lain bukan berarti tidak terima. Namun, mereka bisa mengetahui sungguh apa yang mampu dilakukan tanpa harus merasa terpaksa.
Nggak sekali dua kali saya dengar cerita  yang tak menyenangkan di telinga soal keluarga ini. Nyatanya, mereka sama dengan keluarga lain, tetap mengutamakan kebahagian keluarga dan dirinya dengan cara mereka sendiri. Ada kebijakan atau hal lain yang memang dianggap lebih pas buat keluarga mereka hingga bisa seperti sekarang. Bukan sim salabim seperti yang bisa jadi dianggap orang lain.
Kata orang yang begini begitu, tidak mereka ambil pusing.
Toh dalam pergaulan mereka tetap bisa kemana dan dengan siapa saja. Tidak memilih. Termasuk kepada saya yang benar-benar merasa beruntung boleh datang ke rumah mereka.
Sebelum pulang, saya hendak ke WC dulu.
Ada yang tidak bisa ditahan. Si tuan ruamh mengarahkan saya ke WC tamu di depan supaya dekat.
Begitu di dalam kamat mandi, duduk di toilet, kok ada yang anget.
Aduh... Takut ada apa-apa, sempat kepikiran aneh.
Apalagi semua perlengkapan WC itu berbahasa Jepang, yang menandakan barang-barang itu dibeli dimana. Mana saya ngerti tulisan kanji begitu. Alhasil saya nyoba ngira-ngira saja, berharap tidak salah.
Ketika selesai, saya cerita sama yang punya rumah, mereka ketawa. Bukan karena melihat kenorakan saya, tetapi ternyata mereka punya alasan kenapa hal itu ada di dalam kamar mandi tersebut.
"Itu memang dibuat anget. Biar pas nyetor aman dan betah..."
Nah lho...
Betah lama-lama di WC?
Waduh...
Untung saya inget waktu. Selepas malam mulai memberi kode, bersama tuan rumah yang juga hendak keluar rumah, saya meninggalkan rumah dan keluarga yang memberi saya sebuah pelajaran lain di lebaran ketiga itu. (anj19)