Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pupuk Baik dari Kaesang

5 Juni 2019   10:23 Diperbarui: 5 Juni 2019   17:06 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dari twitter Kaesang

Pemandangan menarik dari lini masa beberapa hari terakhir ini adalah tentang foto Pak SBY melipat tangan setelah mendengar apa yang diutarakan oleh Pak Prabowo, sekelarnya melayat beberapa hari lalu. Wajah duka Pak SBY tidak bisa menutup rasa hati lain yang tiba-tiba muncul begitu disebut tentang (yang katanya) pilihan pilpres almarhum istrinya oleh tamunya. 

Bisa dimengerti betapa rasa itu bercampur aduk di hatinya. Ditambah dengan kesantunan sebagai tuan rumah, tetap harus dijaga termasuk saat mempersilahkan si tamu bisa berlalu.

Jika membayangkan apa kejadian setelah itu, bisa saja Pak SBY mengeluarkan nafas kesalnya atau geleng-geleng kepala tak percaya lalu duduk lemas sambil melepaskan kekesalannya itu. 

Sementara orang-orang yang menjadi saksi atas kejadian, mungkin hanya bisa berusaha menenangkan. Tapi, dalam hati Pak SBY siapa yang tahu? Bisa jadi diantara ketersinggungannya, ia kembali menjadi sedih. 

Padahal saya yakin, beliau pasti sangat berusaha untuk tidak sering menunjukkan kesedihan terdalamnya kepada orang lain agar mereka tidak turut bersedih juga.

Kalau tentang pernyataan yang dikeluarkan oleh Pak Prabowo itu, saya rada ragu berkomentar. Bisa jadi itu memang ungkapan spontan sebab saking senangnya. Jika benar terjadi spontanitas, berarti memang tidak direncanakan sebelumnya. Keluar begitu saja, tanpa sempat disaring otak apakah  sebaiknya bisa dikeluarkan atau tidak. Penyaringan ini sebenarnya bisa dibiasakan jika yang spontan-spontan itu terbiasa untuk ditahan hingga layak atau tidaknya dikeluarkan.

Pemandangan lain di lini masa adalah foto Kaesang yang berapa hari sebelumnya sempat dibully karena pakaiannya saat melayat. Tulisan saya  di sini dibaca berapa ribu kali. 

Sementara yang ini  sempat dikomentari oleh seorang teman sebelum dibaca sebab baginya kenapa harus urusan baju yang dibahas. Baginya, apa yang dilakukan Kaesang lebih elok daripada sekadar pakaian. Saya sempat ketawa atas komentarnya tersebur. Soalnya memang itu kesimpulan dari tulisan saya yang kedua. Netizen memang maha benar meski ketahuan sebenarnya dia belum membaca apa yang hendak dikomentari.

Santun Modal Masa Depan

Pada masa saya kecil, soal sopan santun kepada yang lebih tua sudah seperti makanan wajib. Nggak di rumah, nggak di sekolah. Kebetulan sekolah saya dikelola oleh-oleh Suster-suster Belanda yang masih feodal. 

Beberapa hal yang menurut mereka harus dilakukan, jika dilanggar, bersiap saja dengan hukuman yang akan diberikan. Hal-hal itu menyangkut disiplin dan sopan santun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun