Mohon tunggu...
BENTAR SAPUTRO
BENTAR SAPUTRO Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar di semestaNya

ketik huruf, angka dan tanda baca.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Senang atau Susah, Terserah!

30 Juli 2015   08:27 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:10 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dunia ini memang penuh dengan kejutan-kejutan yang membuat setiap penghuninya bereaksi. Reaksi yang bermunculanpun beragam, ada yang menerima setiap kejutan itu sebagai sebuah berkah, ada yang menganggap sebagai peringatan dan ada pula yang menganggap sebuah bencana yang tak berkesudahan. Entah ini sebagai bentuk ekspresi manusia atau sentuhan Tuhan yang sedang menyapa para hambaNya. Disadari atau tidak, segala apa yang terjadi di dunia sudah disetting dengan rapi lengkap dengan solusi-solusi yang ditawarkan oleh Tuhan. Beberapa kejutan-kejutan yang terjadi biasanya berkaitan dengan ruang lingkup kehidupan manusia itu sendiri mulai dari teguran, sapaan dari Tuhan baik itu bencana atau bahkan datangnya rejeki yang tak disangka-sangka. Kejutan yang dimaksud adalah senang dan susah.

Lagi-lagi Tuhan menunjukkan kasih sayang dengan caraNya sendiri, yang acapkali manusia justru tidak bisa langsung ‘membaca’ dengan baik. Dikala dalam keadaan senang dan berkecukupan secara materi, manusia justru terlena dan jauh dari namanya ‘bersyukur’. Mereka dengan mudahnya tergiur dan hanyut dalam kondisi yang membawa mereka pada kesenangan sesaat. Membuat keputusan-keputusan yang jauh di luar jangkauannya, berinteraksi dengan kalangan sosial yang memiliki prestigious pada level tinggi dan seterusnya. Jika memang hal tersebut dilakukan secara sadar dan diputuskan dengan akal sehat, semuanya pasti akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hanya saja, setiap apa yang diputuskan dalam posisi di awang-awang terkadang melahirkan keputusan-keputusan yang serampangan dan asal-asalan. Bukti nyata bahwa apa yang diputuskan secara serampangan adalah melakukan apa yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, memikirkan apa yang tidak pelu dipikirkan, menerima apa yang tidak perlu diterima hingga pada tataran mengurusi apa yang seharusnya tidak perlu diurusi. Ini semua yang akan menjerumuskan kita pada jurang keterhanyutan situasi dimana bukan pada situasi yang sesungguhnya, yang semestinya dan yang seharusnya terjadi.

Kebanyakan dari manusia sekarang ini hanya mementingkan dirinya sendiri demi kepentingan yang sesungguhnya tidak perlu dikerjakan. Hanya menuruti ego, nafsu dan keinginan sesaat saja tanpa melakukan penyortiran terlebih dahulu. Mana penting, mana baik, mana tepat, mana butuh, mana perlu, mana ingin dan lain sebagainya yang manusia itu sangat sering terjebak dalam keadaan yang cukup sulit untuk membedakannya. Ada yang hanya mengikuti rasa ‘ingin’-nya saja, padahal sesungguhnya mereka tidak ‘butuh’. Ada pula yang membuat keputusan yang dirasa sudah baik menurut kaca matanya sendiri namun belum tentu baik menurut kaca mata yang lainnya. Ada yang sudah merasa baik, namun belum tepat. Semuanya itu memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam, pemikiran-pemikiran yang cerdas dan tajam bahkan pada tingkat kontemplasi yang kuat. Tidak saja untuk kepentingan dirinya sendiri melainkan juga untuk kepentingan orang-orang yang ada di sekeliling kita. Karena sejatinya kita tidak hidup sendirian, justru kita berdampingan untuk membangun semacam interaksi sosial yang menumbuhkan hormonisasi kehidupan yang luwes.

Setelah melakukan pemikiran yang mendalam dan analisis yang kuat, nantinya akan melahirkan sebuah kesadaran-kesadaran baru yang mengarahkan kita untuk menentukan setiap keputusan yang akan kita ambil. Tuhan sengaja menghadiahkan sesuatu yang menyenangkan kepada manusia untuk mewujudkan tanda-tanda kebesaranNya dan kasih sayang kepada setiap hambaNya. Namun, bisa jadi setiap sesuatu yang menyenangkan justru membawa manusia menjadi lalai dan lupa diri. Hal ini disebabkan karena manusia menganggap bahwa kesenangan yang dirasakan saat itu adalah kesenangan yang dilahirkan oleh dirinya sendiri, mereka lupa bahwa sekecil apapun kejadian pasti ada campur tangan Tuhan yang menyelimutinya. Jangan dikira bahwa kesenangan juga merupakan ujian dari Tuhan. Ujian yang diberikan kepada manusia, sejauh mana mereka menyikapi setiap ujian-ujian yang datang. Kesenangan duniawi sesungguhnya juga ujian berat yang menghinggapi manusia, mengapa demikian? Karena Tuhan sengaja menguji sejauh mana manusia dapat bersyukur atas apa yang dihadiahkan kepada manusia. Semakin banyak bersyukur maka Tuhan tidak akan segan-segan memberikan lebih dari apa yang sudah dihadiahkan kepada hambaNya, karena Tuhan sudah berjanji “siapa yang bersyukur kepadaKu maka Aku akan menambahkannya”. Namun sebaliknya apabila mereka lalai dan tidak pandai bersyukur maka Tuhan akan mengambil apa yang sudah dihadiahkan tadi.

Kekuatan-kekuatan Baru

Nah, ketika Tuhan sudah benar-benar mengambil apa yang sudah diberikan kepada hambaNya manusia tidak benar-benar siap untuk menerimanya dan menyadari bahwa semua itu datangnya dari sang Pencipta. Akan beda perkara pada saat manusia berada pada posisi yang serba sulit dan susah. Mereka yang berada posisi yang demikian, biasanya akan melahirkan sikap yang tangguh tidak mudah menyerah dan tidak cengeng hanya karena pada posisi yang serba kekurangan. Sekalipun memang tidak semua manusia dapat menjadi tangguh akibat hidup susah. Banyak dari mereka yang mengambil jalan pintas hanya untuk mengejar kesenangan sesaat, apalagi di dunia. Akan tetapi bagi mereka yang tetap bersyukur meski dalam keadaan sesulit apapun cenderung menjadi manusia yang benar-benar siap menerima keadaan apapun. Dalam kesehariannya yang sederhana mereka tetap menjalani kehidupannya secara normal. Membangun interaksi-interaksi yang menciptakan kedamaian, kerukunan dan kesejahteraan menurut mereka sendiri. Kondisi susah dan sesulit apapun tidak menjadikan semua berakhir begitu saja. Mereka akan terus menghimpun kekuatan-kekuatan baru untuk mencapai pada tingkat yang mereka kerjakan, kekuatan tersebut bukan bertujuan untuk melawan keadaan yang serba susah. Mereka meyakini bahwa apa yang mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras, maka Tuhanpun tidak akan tinggal diam begitu saja membiarkan hambaNya yang bersungguh-sungguh. Mereka tidak marah, tidak merasa ‘ini tidak adil’ justru ini yang akan memupuk rasa kedekatannya dengan sang Pencipta. Dengan begitu akan muncul kekuatan baru yang mereka dapatkan dari apa yang sudah mereka kerjakan selama ini.

Kekuatan tersebut bisa saja melahirkan sebuah perubahan yang menjanjikan, baik ke arah lebih baik ataupun lebih buruk. Bukan berarti Tuhan tidak sayang kepada hambaNya, namun masih dalam tahap ujian. Bukankah seseorang tidak dikatakan beriman, apabila keimanannya belum diuji.

Dari semuanya itu dapat ditarik kesimpulan bahwa senang maupun susah merupakan sama-sama ujian yang dihadirkan Tuhan untuk hambaNya. Terserah akan diterjemahkan sebagai bentuk peringatan, cobaan, anugerah maupun yang lainnya itu dikembalikan lagi ke setiap manusia. Kita dituntut untuk senantiasa berpikir dan terus iqra’ dari setiap apa saja yang terjadi pada diri kita. Jangan sampai terjebak ketika hidup senang kita lupa bersyukur dan pada saat hidup susah jangan sampai mudah putus asa.

Silahkan terserah Anda!

 

Semarang, 18 Juli 2014 (Kantor BPMP, ± pukul 10.00 – 13.01 WIB)

Disela-sela menunggu waktu Jum’atan hingga kembali ke kantor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun