"APBN bukan hanya tentang pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, tapi juga tentang keberpihakan negara pada UMKM. Ketika UMKM kesulitan membayar gaji, di situlah APBN harus hadir"
Di balik denyut ekonomi Indonesia, ada nadi yang berdetak konstan namun kerap diabaikan: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Mereka bukan sekadar pemain pinggiran, tetapi penopang utama struktur ekonomi nasional.Â
Jadi, dengan kontribusi lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan serapan tenaga kerja lebih dari 97 persen, UMKM sejatinya adalah tulang punggung.Â
Namun, ironisnya, justru mereka pula yang paling rapuh dalam menghadapi guncangan. Salah satu persoalan mendasar yang masih membelenggu banyak pelaku UMKM hari ini adalah kesulitan membayar gaji karyawan secara layak dan tepat waktu.
Di sinilah peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi penting, bukan hanya sebagai alat fiskal makro, tapi juga sebagai jaring pengaman mikro yang menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat kecil. APBN yang berpihak pada UMKM sejatinya adalah bentuk konkret kehadiran negara dalam mendampingi rakyatnya tumbuh.
APBN: Bukan Sekadar Angka, Tapi Harapan
Banyak yang melihat APBN sekadar angka-angka triliunan rupiah yang berkelebat di media setiap tahun. Padahal, APBN adalah wajah dari komitmen negara terhadap kesejahteraan rakyatnya.Â
Dalam konteks UMKM, APBN memuat berbagai skema pemberdayaan, mulai dari subsidi bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat), pelatihan kewirausahaan, digitalisasi UMKM, hingga insentif perpajakan.
Menurut Kementerian Keuangan melalui BLU Pusat Investasi Pemerintah, pembiayaan usaha mikro hingga bulan Juli 2024 telah mencapai lebih dari Rp40 triliun.Â
Namun pertanyaannya: Apakah sudah menyentuh problem paling mendasar yang dialami UMKM, seperti kesulitan likuiditas untuk membayar gaji pekerja mereka?